[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Mari Menulis
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

dBC Network
Tebar Jilbab - LP2i
Ummu Ruman (2)
Profil Muslimah - Saturday, 30 December 2006

Kafemuslimah.com

Menjadi Ibu Mertua Nabi SAW
Sesampai di Madinah, Ummu Ruman berbincang dengan Abu Bakar r.a., �Abu Bakar, tidakkah sebaiknya engkau ingatkan Rasulullah SAW mengenai status Aisyah?� Abu Bakar segera menemui Rasulullah SAW dan berkata, �Tidakkah Anda ingin membangun keluarga, wahai Rasulullah SAW?�

Perkawinan pun dilangsungkan. Aisyah r.a. bercerita, �Rasulullah SAW menikahiku saat aku berusia enam tahun. Kami datang ke Madinah dan menginap di kampung Bani Al-Harits bin Khazraj. Di sana, aku terpatuk (ular berbisa) hingga rambutku rontok berguguran. Tiba-tiba, ibuku, Ummu Ruman, datang menghampiriku selagi aku masih asyik bermain ayunan bersama kawan-kawan sepermainanku. Ia berteriak memanggilku. Aku tergopoh-gopoh menghampirinya dan tidak tahu apa gerangan yang diinginkannya dariku. Ia raih tanganku samapi akhirnya ia hentikan aku di pintu rumah. Napasku tersengal-sengal (karena terus diseret ibu) hingga akhirnya pernapasanku kembali tenang. Ia lalu ambil sedikit air, lalu ia usap-usapkan ke wajah dan ke kepalaku. Kemudian, ia masukkan aku ke rumah. Di sana, sudah ada beberapa perempuan Anshar. Mereka berseru, �Semoga senantiasa kebaikan dan keberkahan melimpahimu.� Ia serahkan aku pada mereka. Secepat kilat, mereka dandani penampilanku. Aku belum betul-betul sadar akan apa yang terjadi, kecuali setelah Rasulullah SAW datang pagi-pagi. Ibu lantas menyerahkanku kepada beliau. Usiaku kala itu baru sembilan tahun.�

Tegar Menghadapi Badai Cobaan
Pada tahun keenam hijriah, tepatnya setelah Perang Bani Al-Mushthaliq, terjadillah fitnah ifk yang sengaja dipicu oleh orang-orang munafik untuk menjatuhkan kehormatan putri Ummu Ruman, Aisyah.

Nabi SAW pun sempat termakan isu itu dan memperlakukan Aisyah tidak seperti biasanya. Karena jatuh sakit memikirkan isu itu, Aisyah pun pamit pulang ke rumah orang tuanya agar bisa dirawat ibunya. Ummu Ruman sebenarnya sudah mengetahui isu yang beredar. Namun, ia sengaja menyembunyikan dari putrinya.

Diriwayatkan dari Masruq bin Al-Ajda, tuturnya bahwa Ummu Ruman, ibunda Aisyah r.a. bercerita kepadaku sebagai berikut.

Ketika aku dan Aisyah asyik-asyik duduk, tiba-tiba seorang perempuan Anshar datang seraya berseru, �Semoga Allah mengerjai fulan!�. Ummu Ruman bertanya, �Ada apa?�. Ia menjawab, �Anakku termasuk orang yang menceritakan berita itu.�. Ia bertanya lagi, �Berita apa?�. Ia jawab begini, begini. Perempuan itu lantas bercerita isu yang beredar di Madinah mengenai affair Aisyah.

Aisyah pun bertanya, �Rasulullah SAW sudah mendengar hal itu?�. Ia bilang, �Sudah�. Ia tanya lagi, �Abu Bakar?�. Ia jawab, �Sudah�. Ia pun langsung terjatuh pingsan. Saat tersadar, ia langsung terserang demam. Aku lemparkan bajunya padanya lalu menyelimutkannya.

Nabi SAW kemudian datang dan bertanya, �Ada apa gerangan dengannya?�. Aku jawab, �Ia terserang demam hebat�. Beliau menukas, �Mungkinkah ini karena isu yang sedang ramai diperbincangkan (menjadi buah bibir).�. Aku jawab, �Ya�. Aisyah duduk dan berkata, �Demi Allah, sungguh jika aku bersumpah sekalipun mereka tetap tidak mempercayaiku. Dan jika aku bilang tidak, kalian tetap tidak akan menerima alasanku. Aku dan kalian seperti Yaqub dan anak-anaknya (yang membawa berita palsu kematian Yusuf yang sengaja mereka buang). �Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.� �(Q.S. Yusuf, 12:18)

Nabi SAW pun pamit pergi tanpa berkata sepatah kata pun. Allah akhirnya menurunkan kesuciannya (Dari isu tersebut). Aisyah pun berkata, �Dengan segala puji Allah, bukan puji siapa pun, bukan pula pujimu (Rasulullah SAW).�

Diriwayatkan dari Aisyah, kisahnya, �Begitu tersiar berita miring mengenai diriku yang tidak pernah aku ketahui dan aku lakukan sedikit pun, aku memutuskan untuk pulang ke rumahku seolah-olah apa yang aku alami sekarang ini belum pernah aku rasakan, banyak maupun sedikitnya. Aku benar-benar tersengat. Aku bilang pada Rasulullah SAW., �Pulangkan aku ke rumah ayahku.�. Beliau pun mengutus seorang pengawal untuk menghantarkanku.�

Saat masuk rumah, aku dapati Ummu Ruman dibawah, sedang Abu Bakar di lantai atas rumah, membaca (Al-Quran). Ibuku bertanya, �Apa gerangan yang membuatmu datang begini, Putriku?�. Aku beritahu ia dan aku ceritakan kepadanya isu tentang diriku. Ia ternyata tidak mengalami seperti apa yang aku alami (pingsan dan jatuh sakit begitu mendengar berita miring tersebut). Ia berkata, �Putriku, tenanglah sedikit dalam menghadapi masalahmu ini. Demi Allah, sungguh tidak ada seorang pun perempuan berparas cantik lalu disukai oleh suaminya dan ia memiliki beberapa madu (poligami) kecuali mereka akan mendengkinya dan membuat desas-desus miring tentang dirinya.�. Ternyata, apa yang aku alami tidak sampai ia alami. Aku tanya,�Apakah Ayah sudah mengetahuinya?�. Ia jawab, �Sudah�. Aku tanya lagi, �Rasulullah SAW?�. Ia jawab, �Rasulullah SAW juga sudah tahu�.

Aku spontan menangis dan bercucuran air mata. Ketika mendengar suara tangisku, Abu Bakar yang sedari tadi membaca Al-Quran di lantai atas rumah segera turun dan berkata, �Oh, Ibu, apa gerangan yang terjadi padanya?�. Ummu Ruman menjawab, � Begitu mendengar isu miring yang menyangkut dirinya, air matanya langsung mengalir deras.�. Abu Bakar berseru, �Sumpah atas dirimu, hai Putriku. Pulanglah ke rumahmu (rumah Rasulullah SAW)!�

Aku pun pulang diantar bapak dan ibuku. Mereka tetap menemaniku sampai akhirnya Rasulullah SAW masuk menemuiku setelah menunaikan shalat Ashar. Beliau masuk rumah, sedangkan aku diapit bapak dan ibuku di sebelah kanan dan kiriku. Beliau bertahmid memuji Allah dan memuja-Nya, lalu beliau berbicara. Aku toleh ayahku dan aku bilang kepadanya, �Jawablah beliau.�. Ia hanya menukas, �Apa yang mesti aku katakan.�. Aku toleh ibuku dan aku bilang kepadanya, �Jawablah beliau.�. Ia juga balik menukas, �Aoa yang musti aku katakan.�

Karena keduanya tidak mau menjawab, (mewakili diriku) aku pun lantas bertasyahud, lalu memuji dan memuja Allah dengan pujian ala kadarnya, kamudian aku katakan, �Amma ba�d, demi Allah, sungguh jika aku katakan pada kalian bahwa aku benar-benar tidak melakukannya dan Allah SWT menjadi saksi bahwa aku sungguh-sungguh berkata benar, hal itu tidak akan bermanfaat bagiku di hadapan kalian sebab kalian telah terlanjur membicarakannya dan hati kalian pun termakan olehnya. Jika aku katakan aku telah melakukannya dan Allah Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melakukannya, pasti akan kalian bilang, �Ia telah mencelakakan dirinya sendiri.�. Demi Allah, aku tidak menemukan pemisalan yang tepat bagiku dan bagi kalian dalam situasi ini kecuali apa yang terjadi pada ayahanda Nabi Yusuf (aku berusaha melafalkan nama Yaqub, tetapi aku tidak kuasa melafalkannya) tatkala mengatakan, �(Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan itu) maka hanya bersabar itulah yang terbaik. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.� (Q.S. Yusuf, 12:18).�

Ketika itulah turun wahyu pada Rasulullah SAW. Kami pun terdiam. Sejurus kemudian beliaumengangkat wajah. Bisa aku lihat dengan jelas bias keceriaan di wajah beliau saat beliau mengusap keningnya dan berkata, �Kabar gembira, hai Aisyah. Allah telah menurunkan wahyu pembebasanmu.�. Aku belum mampu melepaskan kemarahanku. Ketika bapak ibuku menyuruhku, �Berdiri dan sambutlah beliau.�. Aku sahut, �Tidak, Demi Allah aku tidak akan berdiri menyambutnya, juga tidak akan berterima kasih kepadanya, ataupun kepada kalian. Akan tetapi aku hanya memuji dan berterima kasih kepada Allah yang telah menyatakan kebebasanku. Sementara itu, telah kalian dengar isu ini, tetapi sedikit pun kalian tidak mengingkarinya ataupun mengubahnya.�� (H.R. Al-Bukhari)

Statusnya di Mata Rasulullah SAW
Ia memiliki status terhormat di mata Rasulullah SAW. Rasulullah SAW begitu menghormati pendapatnya, menghargainya, dan acap menanti-nantikannya. Rasulullah SAW juga selalu meminta pendapatnya mengenai masalah rumah tangga yang terjadi antara beliau dan Aisyah. Beliau pun sering meminta Aisyah untuk berkonsultasi kepadanya.

Tatkala turun ayat takhyiir (yang memaparkan dua opsi, yaitu tetap bersama Rasulullah SAW atau bercerai), beliau mengawalinya dari Aisyah. Beliau berkata, �Wahai Aisyah, aku tawarkan satu keputusan kepadamu. Namun, jangan ambil keputusan sedikitpun terlebih dahulu sampai engkau kemukakan hal itu kepaa bapak ibumu, Abu Bakar dan Ummu Ruman.�. Ia menyahut, �Memangnya apa itu, wahai Rasulullah?�.

Beliau menjawab, �Allah SWT berfirman, �Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, marilah supaya kuberikan kepadamu mut�ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian mengehndaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat maka sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang besar bagi siapa yang berbuat baik diantaramu.� (Q.S. Al-Ahzab, 33:28-29)�

Ia menukas, �Sungguh aku hanya menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah akhirat. Aku tidak akan mengonsultasikan masalah itu pada bapak dan ibuku, Abu Bakar dan Ummu Ruman.�. Rasulullah SAW pun hanya tertawa. Beliau kemudian pindah ke kamar istri-istri beliau yang lain sambil mengatakan, �Aisyah bilang begini, begini.�. Mereka pun menjawab sebagaimana jawaban yang diberikan Aisyah. (H.R. Ahmad).

Wafat
Ummu Ruman r.a. wafat pada tahun keenam hijriah, setelah mengalami sakit singkat.

Rasulullah SAW turun ke kuburnya dan mendoakannya, kemudian beliau berkata, �Barang siapa yang ingin melihat bidadari (surga) maka hendaklah ia melihat Ummu Ruman.�.

[ 0 komentar
]

© 2002-2011 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved