|
Tafsir Al-Falaq Oase Ilmu - Monday, 05 February 2007
Kafemuslimah.com
Qul a�uudzu birabbil falaq
�Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,�
Awal surat Al Falaq atau pun An-Naas dimulai dengan klimat yang serupa, yaitu: Qul a�uudzu.. yang artinya, �Katakanlah, aku berlindung..�. Oleh sebab itu kedua surat tersebut dinamai Al Mu�awwidzataini, artinya surat yang mengajarkan pada pembacanya berlindung diri kepada Allah SWT.
Ayat ini menekankan pada dua hal:
1. Kita wajib memohon perlindungan kepada yang benar-benar Maha Kuasa, yaitu Allah SWT yang memiliki kekuasaan mengatur pergantian siang dan malam. Bayangkan bagaimana jadinya jika subuh tak kunjung datang, tentu selamanya dunia akan berada dalam kegelapan malam.
2. Waktu subuh disebutkan pada ayat ini dengan tujuan agar kita sadar bahwa manusia merupakan makhluk yang terikat waktu. Setiap detik yang kita lalui semakin mengurangi jatah umur yang diberikan Allah. Hari ini kita masih merasakan subuh, besok lusa wallahu�alam (hanya Allah SWT yang Maha Tahu apa yang terjadi pada diri kita). Yang pasti maut semakin mendekat.
Min syarri maa khalaq
�dari kejahatan makhluk-Nya�
Setiap makhluk yang diciptakan Allah SWT pasti memiliki fungsi dan manfaat. Allah SWT tidak menciptakan makhluk secara sia-sia sebagaimana diterangkan dalam surat Ali Imran ayat 191. Keterangan ini menggambarkan betapa Allah SWT memiliki kekuasaan mutlak untuk memberikan manfaat atau madharat pada kita. Karena itu, hanya kepada Allahlah kita harus berlindung dari segala kejahatan makhluk ciptaan-Nya.
Wa min syarri ghaasiqin idzaa waqab
�Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita�
Saat matahari tenggelam dan kegelapan menyelimuti Bumi, suasana seperti ini biasanya mencekam. Fakta menunjukkan, kita lebih merasa takut malam hari dibandingkan siang hari. Memang, kejahatan pada siang hari pun lebih banyak terjadi, namu pada malam hari lebih menakutkan lagi karena didukung suasana yang lebih mencekam.
Mari kita cermati apa yang dilakukan Rasulullah SAW menjelang tidur malam. Beliau berserah diri kepada Allah dari segala kejahatan dan kejadian yang akan menimpanya saat tidur. Kita pun mesti mencontohnya.
Kata Bara� bin �Azib r.a., Nabi SAW pernah bersabda, �Kapanpun engkau hendak tidur, berwudhulah terlebih dahulu sebagaimana engkau hendak mengerjakan shalat, berbaringlah dengan menghadap ke arah kanan, dan bacalah doa, � Ya Allah, aku berserah diri kepada-Mu, mempercayakan seluruh urusan kepada-Mu, aku bergantung kepada-Mu untuk memperoleh berkah-Mu dengan harapan dan ketakutanku kepada-Mu. Tak ada tempat untuk melarikan diri dari-Mu. Tak ada tempat untuk perlindungan dan keamanan selain-Mu. Ya Allah aku percaya pada kitab-Mu (Al-Quran) yang Engkau turunkan, dan aku percaya pada Nabi-Mu (Muhammad SAW) yang Engkau utus.� Maka apabila malam itu engkau meninggal, engkau akan meninggal dalam keimanan kepada Islam. Biarkanlah kata-kata itu menjadi kata-katamu yang terakhir.� (H.R. Bukhari)
Wa min syarrin naffaatsaati fil�uqad
�dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang meniup buhul-buhul.�
Zaman dahulu, profesi sihir banyak digeluti wanita. Dalam Islam, sihir dikategorikan sebagai perbuatan syirik. Karenanya, apapun sebutannya, tukang sihir dan �pasien� yang mempercayainya termasuk dalam golongan orang-orang musyrik.
�Siapa yang datang kepada paranormal, kemudian bertanya tentang sesuatu dan membenarkan/meyakini apa yang dikatakanny, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari.� (H.R. Bukhari)
Syirik termasuk ke dalam dosa besar dan Allah tidak akan mengampuni dosa syirik bila terbawa mati. Karena itu bergegaslah bertaubat apabila kita pernah minta bantuan dukun, paranormal, atau orang pintar untuk melakukan santet, pelet, nyegik, ataupun meramal nasib.
Jadi yang masuk dalam kategori sihir adalah segala sesuatu yang dilakukan manusia dengan bantuan jin, seperti santet, pelet, nyegik, debus, termasuk di dalamnya kemampuan-kemampuan spektakuler yang dilakukan penyihir modern.
Wa min syarri haasidin idzaa hasad
�dan dari ekjahatan orang yang dengki apabila ia dengki.�
Dengki/hasad adalah mengharapkan hilangnya kenikmatan atau kebaikan dari orang lain. Redaksi lain menyebutkan dengki sebagai perasaan tidak rela kalau orang lain mendapatkan kenikmatan atau kebaiakan. Kalau seseorang sudah terkena penyakit hasad, ia akan menghalalkan segala cara untuk menghancurkan orang yang ia dengki. Karenanya, berlindung dari kedengkian merupakan sebuah keniscayaan. Bukan sekedar berlindung dari kedengkian orang lain terhadap diri kita, namun juga berlindung diri kepada Allah dari sifat dengki yang dapat menerpa jiwa kita. Sungguh naif jika kita memohon perlindungan dari kedengkian orang lain terhadap diri kita, sementara kita sendiri malah melakukannya terhadap orang lain.
Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita dari berbagai kejahatan. Amin.
Sumber : Aam Amiruddin, Tafsir Al-Quran Kontemporer [ 0 komentar]
|
|