|
Status Pernikahan Wanita Yang Dinikahi Krn Hamil Uneq-Uneq - Friday, 07 March 2008
Kafemuslimah.com
Tanya:
Assalamu�alaikum Wr. Wb
Mba ade nita yang dirahmati Alloh SWT, saya mau konsultasikan masalah teman saya. Beri saja namanya Iwan (nama samaran) karena dia seorang Iwan (27 thn). Orangnya rajin beribadah & ngaji. Keluarganya juga taat beribadah dan lingkungannya yang berpesantren. Tetapi orangnya bergaul seperti anak zaman sekarang (menganut pacaran). Banyak yang menilai Iwan playboy karena orangnya yang ramah & ganteng sehingga banyak perempuan yang suka kepadanya.
Namun setahun yang lalu Iwan pernah melakukan suatu kesalahan besar yaitu berzina. Dia kenal perempuan ini, Dara (28 thn) tidak lama dari salah seorang temannya. Banyak teman2nya yang menasehatinya supaya menjauhi perempuan ini karena akhlaknya yang kurang baik. Tapi Iwan tidak menggubrisnya sampai akhirnya terjadilah perbuatan maksiat itu. 4 bulan kemudian perempuannya baru bilang kalau dia hamil, lalu Iwan menikah dengan perempuan itu tanpa sepengetahuan ortunya. Itupun karena Iwan dipanggil untuk datang ke rumah perempuan dan ternyata di rumahnya sudah ada penghulu. Tapi mereka hidup terpisah, Iwan berada di kota tempat dia tinggal karena sedang buka usaha dan istrinya tinggal di kotanya bersama ortuanya. Tiap bulan Iwan suka memberi nafkah uang. Kalau untuk nafkah yang lain, saya kurang tahu.
Tapi sekarang ini Iwan ingin berpisah dengan istrinya ini karena perilaku istrinya yang kurang baik seperti kata-katanya yang kasar & buruk, lingkungan keluarga istrinya yang kurang mendapat pendidikan agama islam (jauh dari agama) dan bapaknya yang non muslim. Istrinya juga kadang suka memaksa minta uang dalam jumlah yang besar, kalau tidak diberi dia mengancam akan membeberkan semuanya ke keluarga Iwan. Istrinya ini seolah menyalahkan Iwan karena sebelum kejadian itu terjadi, dia bisa bebas berfoya-foya, padahal itu kesalahan keduanya.
Pernah Iwan menasehatinya untuk memperbaiki perilakunya agar bisa diterima keluarganya, tapi istrinya ini malah bilang �saya tidak perduli sama keluarga kamu, mau diterima atau tidak�. Terus Iwan pernah mendiskusikannya untuk berpisah secara baik-baik, istrinya menyanggupi asal diberi uang 2jt/bulan. Padahal usaha Iwan ini pas2an. Istrinya ini juga pernah bilang kalau dia dendam sama Iwan ini, bila dia dicerai dia akan membeberkan semuanya ke keluarganya, biar sama2 hancur katanya.
Iwan kini bingung, dia ingin bertaubat dan berpisah dari perempuan ini, tapi bagaimana caranya? Bila Iwan menceritakan kepada ortunya, takut ibunya sakit/meninggal karena serangan jantung. Dia sudah mengecewakan keluarganya berlipat2 yaitu berbuat dosa & menikah dengan perempuan yang akhlaknya kurang baik. Sedangkan Iwan ini juga sudah di desak2 oleh ibunya untuk cepat2 menikah.
Iwan sendiri hanya berani bercerita kepada saya saja dan saya telah berjanji untuk tidak menceritakan semua ini ke keluarganya, biar Iwan sendiri yang ju2r. Tapi di sisi lain, keluarganya juga sudah percaya kepada saya. Saya sering menasehatinya untuk ju2r saja ke ortunya & perbaiki akhlak istrinya. Dan memang semuanya tidak semudah itu mengingat apa yang akan terjadi nanti pada keluarganya terutama ibunya. Dan juga memperbaiki akhlak se2orang itu tidak mudah kecuali didorong dengan keinginan dari dalam dirinya sendiri. Iwan sering berkeinginan untuk kabur saja yang jauh atau hendak bunuh diri, tapi saya suka menasehatinya untuk sabar, tawakal & selalu berdo'a.
Bagaimana mba solusi yang baiknya? Dan apakah pernikahannya itu sah? Sedangkan bila diceritakan kepada perempuan itu bahwa pernikahan semasa hamil itu tidak sah, dia tidak akan mengerti karena kurangnya pemahaman agama islam.
Wa�alaikumsalam Wr. Wb
Akhwat
Jawab:
Assalamu�alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Saya akan jawab pertanyaan ukhti dahulu, yaitu apakah pernikahan yang teman ukhti lakukan itu sah ataukah tidak. Jika menilik dari cerita ukhti, insya Allah pernikahan tersebut sah, baik dari rukun dan syaratnya. Syarat sahnya pernikahan adalah syarat yang apabila terpenuhi maka ditetapkan padanya seluruh hukum akad pernikahan. Syarat pertama adalah halalnya seorang wanita bagi calon suami yang akan menjadi pendampingnya; syarat kedua adalah saksi yang mencakup hukum kesaksian dalam pernikahan.
Saya tidak menemukan nash yang menguatkan pendapat ukhti bahwa pernikahan teman ukhti tersebut tidak sah hanya karena pernikahan itu dilakukan semasa hamil. Yang terlarang itu, jika seorang wanita yang hamil dinikahi oleh laki-laki yang bukan menghamilinya. Atau wanita yang hamil karena zina dinikahi oleh laki-laki beriman yang bukan penzina. Dari cerita ukhti, kedua suami istri tersebut sama-sama melakukan zina sehingga menyebabkan terjadinya kehamilan, maka tidak mengapa keduanya dinikahkan. Hanya saja, Islam menghendaki keduanya menerima hukuman rajam atau keduanya melakukan pertaubatan, taubat nashuha.
Ada beberapa cerita yang saya garis bawahi.
Pertama, hendaknya cerita tersebut di atas bisa menjadi bahan pelajaran bagi kita semua. Ternyata, bukanlah sebuah jaminan lingkungan pesantren, keluarga yang taat beribadah dan hapalan-hapalan Al Quran dan hadits bagi seseorang jika Allah tidak menganugerahinya dengan kekuatan Iman dan kemantapan hati untuk senantiasa beribadah. Sesungguhnya, hati manusia memanglah senantiasa berbolak-balik. Terkadang bertemu dia dengan suasana yang tenang dan sejuk, tapi suatu ketika bertemu dengan suasana yang panas dan hampa. Terkadang dia sedih dan putus asa, tapi sering juga dia berubah menjadi cerah dan penuh semangat. Celah inilah yang sering digunakan oleh Syaithan untuk menggoda manusia dengan berbagai macam cara. Entah itu lewat rasa putus asa, sedih yang berkepanjangan, terburu-buru, atau lewat cara berfoya-foya, lupa akan mati dan kampung akherat, atau sombong. Semoga kita semua terhindar dari hal-hal sedemikian. Marilah tanpa putus asa kita senantiasa memohon pada Allah agar senantiasa mencondongkan hati kita kepada kebaikan dan mengukuhkan Iman kita agar tetap dalam keadaan ber-Islam.
Kedua, sebuah kebohongan itu tidak akan pernah bisa berjaya selamanya. Sejak awal, sebenarnya sudah terjadi sebuah kebohongan yang teman ukhti lakukan itu terhadap keluarganya. Dia menikah diam-diam dengan wanita yang telah dizinainya dan selanjutnya menutupi pernikahan tersebut agar tidak diketahui oleh keluarganya. Saya tidak habis mengerti, mengapa harus menutupi perkawinan tersebut? Mari kita berempati terhadap nasib istri temanmu itu. Hidup terpisah dengan suaminya, tidak dapat mengumumkan pernikahannya kepada orang banyak. Ini sebuah perbuatan yang keji sekali. Pernikahan itu dilakukan secara resmi tapi kemudian diperlakukan seperti wanita simpanan. Saya tidak heran jika istri temanmu itu akhirnya menjadi tertekan dan berulah macam-macam. Awalnya adalah karena sebuah ketidak jujuran yang temanmu telah lakukan. Jadi, untuk mengakhirnya, tentu saja dengan menegakkan sebuah kejujuran. Apapun resikonya. Karena semakin ditunda kebohongan ini dilakukan, maka permasalahan dan kebohongan baru akan terus bermunculan. Bagaimana jika temanmu dinikahkan oleh orang lain, dia otomatis akan melakukan kebohongan lagi dengan mengatakan dirinya masih bujang di depan para saksi nikah kelak. Lalu bagaimana jika anaknya dari istri pertama bertemu dengan keluarganya? Tentu dia berbohong lagi dengan tidak mengakui anaknya tersebut. Terus dan terus kebohongan lain akan muncul. Jadi, bilang ke temanmu itu, beranikanlah dirinya untuk berkata jujur. Tidak ada kejadian yang paling menyedihkan dan paling mengerikan daripada hukuman Allah bagi orang yang terus berbohong dan menyebarkan kesaksian palsu.
Ketiga, suami istri, yang telah diikat dengan tali perkawinan, hendaknya saling menjadi pakaian bagi satu sama lain. Jangan hidup terpisah hingga akhirnya rasa cinta di antara mereka menjadi berkurang setiap harinya karena ketiadaan komunikasi.
Terus terang, saya tidak mengerti, mengapa setelah menikah harus hidup terpisah? Jika alasannya karena sedang memulai usaha baru, ajaklah istrinya ikut serta merasakan membangun dari titik nol. Sekaya apapun seorang wanita, jika oleh suaminya diajak untuk membangun rumah tangga dari titik nol, maka dia akan sangat menghargai jerih payah suaminya tersebut. Berbeda ceritanya jika dari awal dia hanya menerima kiriman uang saja. Ditambah dengan kondisi yang belum diakui sebagai seorang istri yang sah, maka istri temanmu merasa bahwa dia adalah wanita yang gagal. Itu membuatnya semakin membenci temanmu. Pelampiasannya, dia menjadi posesif, yaitu dengan beranggapan bahwa dia tidak ingin hancur sendirian.
Saya amat tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh Iwan temanmu yang banyak menyalahkan istrinya yang berkelakuan buruk. Sejak awal, toh temanmu sudah tahu bahwa istrinya memiliki kelakuan seperti itu, berasal dari keluarga seperti apa tapi dia sudah memilihnya (saya tidak percaya jika temanmu mengatakan bahwa dia tidak sadar ketika melakukan hubungan terlarang sehingga menyebabkan kehamilan. Jadilah laki-laki yang bertanggung jawab. Kesalahan yang lalu itu murni kesalahan mereka berdua, bukan kesalahan salah satu pihak saja). Jika temanmu Iwan itu memiliki pemahaman agama Islam yang baik, maka dia seharusnya tahu bahwa cara untuk bertaubat adalah dengan melakukan hijrah. Hijrah dari kelakuan buruk menjadi kelakuan baik. Hijrah dari tempat yang buruk ke tempat yang lebih baik. Kamu sendiri tahu bahwa istrinya memiliki perangai buruk karena lingkungan sekitarnya yang buruk dan terlebih ayahnya yang non muslim. Lalu mengapa sebagai suami, Iwan malah tidak membawa istrinya hijrah, keluar dari tempat seperti ini. Membiarkannya terus berada di lingkungan yang buruk sama saja dengan membiarkan seorang anak dara untuk tinggal di sarang penyamun. Cepat atau lambat anak dara tersebut akan rusak oleh para penyamun di sekitarnya. Sebagai seorang suami, menjadi tugas Iwan untuk menjauhkan anak dan istrinya (yang merupakan anggota keluarganya) dari jilatan api neraka. Hal ini, tentu saja tidak bisa dilakukan jika mereka berdua hidup terpisah dan si istri tetap berada di tempat yang penuh dengan godaan syaithan yang terkutuk.
Saran saya,
Pertama, minta temanmu itu untuk bertaubat. Dirikanlah shalat Taubat, perbanyak dzikir dan istighfar.
Kedua, jemput istri sahnya tersebut untuk tinggal serumah dengannya. Berdua, mereka mulailah hidup sebagaimana sepasang suami istri. Lupakan masa lalu, dan benahi rumah tangga dari awal lagi. Rajutlah kasih sayang dan saling mengingatkan untuk senantiasa bertaubat dan mendekatkan diri pada Allah. Seorang suami itu, apalagi yang sudah diamanahi seorang istri dengan karakter seperti istri temanmu itu, harus berusaha keras mendidik istrinya agar dapat ber-Islam lebih baik lagi. Akhlak seseorang itu dapat berubah dengan sentuhan cinta kasih dan ilmu. Tentu saja semua ini perlu waktu dan tidak dapat dilakukan dalam sekejap. Tapi, kesabaran itu memang harus dilatih dan latihan akan lebih mudah jika dilakukan secara bersama-sama (bukan dalam kondisi terpisah-pisah, secanggih apapun alat komunikasi yang tersedia). Semoga Allah mengumpukan kembali hati yang terserak dan memudahkan jalan bagi mereka yang menginginkan pertemuan dengan Hidayah Allah.
Ketiga, minta temanmu itu untuk memperkenalkan istrinya kepada keluarganya. Hal ini amat penting untuk menyembuhkan kegelisahan hati istri temanmu selama ini. Saya tahu hal ini bisa jadi merupakan pukulan yang amat telak bagi keluarga temanmu itu, tapi itulah resikonya (bandingkan dengan hukum rajam yang seharusnya diterapkan bagi temanmu yang telah berzina dahulu? Mana yang lebih perih?).
Demikian tanggapan dari saya. Maaf jika saya terlihat tidak memihak temanmu itu.
Wassalamu�alaikum Warahmatuhllahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|