[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Dikhitbah Duda tapi Ditolak Anaknya
Uneq-Uneq - Friday, 13 June 2008

Tanya;

Assalamu�alaikum wr.wb.

Mbak Ade yang saya hormati, senang rasanya menemukan mbak Ade ditengah kegalauan hati saya, semoga Allah SWT. Selalu melimpahkan rahmatNya untuk mbak Ade.

Mbak, saya wanita karier, single 28 th. Di ujung masa remaja saya (kalo bisa dibilang begitu) saya mendapatkan khitbah dari seorang duda usia 35 th dengan dua orang anak balita, yang mana almarhumah istrinya meninggal karena sakit 1 tahun yang lalu.
Awalnya saya bersimpati sehingga memutuskan melanjutkan ke proses pengenalan keluarga dan anak2nya. Awalnya dari sisi personality saya menilai dia baik walaupun dalam sisi agama dia mengakui sendiri kalau sangat kurang dan lambat laun saya (semoga Allah mengampuni saya) merasa kalau itu benar. Setelah bertemu keluarganya, saya merasa kurang cocok dengan sikap & kebiasaan mereka, dan anak2nya meskipun saya mencoba memaklumi karena mereka masih balita, bersikap kurang simpatik kepada saya. Dan saya mulai bisa melihat sikap yang kurang baik ditunjukkan oleh laki-laki yang mengkhitbah saya.

Mbak, bagi saya menikah itu adalah menegakkan setengah agama saya, saya ingin menempuhnya dengan orang yang bisa membimbing saya. Saya pun kerap di iming-imingi pahala yang besar karena mengasuh dua anak yatim oleh orang yang mengkhitbah saya. Orangtua saya terus mendesak agar saya menerima hanya karena factor usia saya, saya sudah mencoba sholat Isthikarah�tapi karena hati saya tidak tenang, saya tidak juga mendapat jawaban. bagaimana ini mbak? Saya mohon bantuannya.

Wassalamu�alaikum wr.wb.
Anita

Jawab:

Wa�alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Ukhti Anita yang dirahmati Allah SWT.
Saya bisa memahami kegalauan yang kini bersemayam di benakmu. Disatu sisi kurang begitu sreg dengan pilihan yang tersedia, di sisi lain ada desakan untuk segera menikah. Ya. Usia 28 tahun untuk kultur timur seperti di Indonesia memang mulai mendatangkan rasa khawatir bagi setiap orang tua yang memiliki anak gadisnya. Banyak orang tua yang takut anaknya dicap perawan tua (bahkan ada orang tua yang lebih baik punya anak janda daripada punya anak perawan tua. Audzubillahi min dzaliik).

Menurut saya (setelah membaca tulisan uneg-uneg ukhti), Duda yang mengkhitbah ukhti Anita, sebenarnya sudah mulai terasa kurang sreg di hati ukhti setelah dia mengaku sangat kurang dalam pengetahuan agamanya. Hal ini karena sejak awal, ukhti sudah berazam di dalam hati untuk mendapatkan seorang suami yang lebih pandai dalam hal agama sehingga ukhti bisa dibimbingnya. Setelah pengakuan Duda tersebut, maka rasa simpati yang muncul di awal-awal perkenalan pun mulai mengalami penurunan. Hanya saja, ukhti masih menyimpannya di dalam hati.

Lalu Sang Duda tersebut mengajak ukhti untuk bertemu dengan keluarga dan anak-anaknya. Kembali rasa simpati di dalam hati ukhti mengalami penurunan setelah melihat kebiasaan dan sikap mereka. Dan terus mengalami penggerusan setelah mendapat kenyataan bahwa anak-anak Sang Duda tersebut ternyata bersikap kurang simpatik pada ukti. Sampai di titik ini, sebenarnya ukhti sudah ingin mundur dari proses ta�aruf. Hanya saja, di titik ini pula keluarga ukhti mulai ikut sumbang suara. Mereka ingin ukhti segera menikah mengingat usia ukti yang sudah 28 tahun. Tapi, karena melihat ukhti ragu dan bimbang lalu keluarga dan teman mulai memaparkan bagaimana status perkawinan dalam pandangan Islam (karena memang keluarga tahu, di bidang inilah ukhti menaruh minat yang besar). Tentu saja masukan keluarga dan teman tersebut membuat ukhti ragu dan bimbang.

Itu menurut pengamatan dan dugaan saya atas apa yang sedang terjadi pada ukhti saat ini. Semoga Allah memaafkan saya jika saya salah.

Ukhti Anita, apa yang dikatakan oleh keluarga dan teman ukti itu benar adanya. Saya tidak membantah. Memang betul ada disediakan pahala bagi mereka yang ingin merawat anak yatim (terlebih mereka masih balita). Benar juga bahwa dengan menikah maka ukhti telah melaksanakan separuh dien. Benar juga bahwa tersedia pahala-pahala lain bagi mereka yang telah menikah. Dengan catatan khusus tambahan : Jika semua itu dilakukan dengan rasa ikhlas.

Dalam sebuah perkawinan, ada banyak sekali masalah yang muncul dan datang dari berbagai macam arah. Entah itu datang dari masalah komunikasi suami istri, masalah yang datang dari keluarga, masalah yang muncul akibat ekonomi, bahkan hingga masalah yang berhubungan dengan kebiasaan pribadi pasangan masing-masing. Semua itu membutuhkan sebuah kerja keras bagi tiap-tiap pasangan suami istri. Rasanya tidak ada pasangan suami istri yang berjalan mulus-mulus saja sejak awal. Tentu ada kerikil-kerikilnya. Agar diri ini tetap tegar dan kuat menghadapi berbagai macam aral melintang dalam kehidupan perkawinan, maka seyogyanya, sejak awal sudah harus hadir sebuah rasa ikhlas untuk menerima pasangan kita apa adanya. Juga sejak awal harus ada tekad untuk mulai belajar mencintai pasangan kita seutuhnya. Kedua hal ini tidak mungkin hadir jika tidak ada rasa cinta dan keikhlasan di dalam hati kita.

Lupakan dahulu desakan usia yang terus menguntit, lupakan dulu tentang pengetahuan suami yang kurang dalam hal agama, lupakan dulu tentang kondisi anak-anak yang kurang simpatik, juga lupakan dulu kondisi keluarga yang kurang kondusif. Tanya pada diri ukhti, apakah ukhti bisa ikhlas menerima Sang Duda tersebut apa adanya? Jika jawabannya tidak, atau sulit untuk ikhlas, mungkin lebih baik ukthi mundur sekarang juga dari proses ta�aruf tersebut. Jika jawabannya ya, kita maju lagi ke tahap berikutnya. Tahap yang lebih serius.

Apa yang harus dilakukan di tahap berikutnya? Yang pertama hadirkan dahulu permakluman di dalam diri ukhti atas kondisi-kondisi yang muncul saat ini. Ibu anak-anak balita dari sang Duda tersebut baru saja meninggal satu tahun yang lalu. Bisa dimaklumi jika anak-anak tersebut masih sulit menerima kehadiran ibu baru yang menggantikan kedudukan almarhumah ibu mereka. Karena itu, cobalah jangan memaksakan diri untuk tampil sebagai ibu baru mereka. Coba hadir sebagai teman mereka atau sebagai guru yang baik bagi mereka. Mungkin yang pertama kali harus dilakukan adalah membuat anak-anak tersebut merasa nyaman dahulu jika berada di dekat ukhti. Mereka mau memanggil ukhti tante, boleh. Mau manggil ukhti ibu juga boleh banget ( jangankan anak-anak balita ini. Saya saja, yang notabene telah berkeluarga dan punya anak, ketika ayah kandung saya menikah lagi setelah ibu kandung saya meninggal dunia, masih sulit menerima kehadiran ibu sambung tersebut. Di tahun kelima perkawinan ayah kandung saya tersebut, saya masih enggan memanggil ibu sambung tersebut dengan panggilan ibu. Bagi saya, ibu kandung saya tidak tergantikan. Jadi, saya memanggil ibu tiri saya itu dengan namanya, Ibu x. Ibu tiri saya ini tidak keberatan dan hubungan kami akrab-akrab saja alhamdulillah sampai sekarang). Akrabi mereka dengan perlakuan yang lembut, penyayang dan baik hati. Mereka masih kecil, dengan demikian masih banyak norma, etika dan aturan yang belum mereka ketahui sehingga wajar jika segala sesuatunya dilakukan sesuai dengan naluri dan ego mereka sendiri (semua manusia pada awalnya sama seperti binatang, bertindak hanya berdasarkan nalurinya saja. Kemudian norma dan etika lingkungan mengajarkan mereka untuk mulai memilah dan memilih mana yang baik dan tidak baik untuk dilakukan. Itu sebabnya anak-anak masih tetap harus diajarkan dan dibimbing agar dapat menjadi manusia yang baik). Dalam hal ini, anak-anak tak beribu ini memiliki porsi perhatian yang lebih karena selain harus dibimbing, mereka juga harus diobati luka karena ditinggalkan oleh ibu mereka; diseimbangkan perspektif mereka tentang orang tua yang tidak lagi lengkap.

Tugas pendekatan pada anak-anak ini memang tidak mudah ukhti. Tapi ini memang resiko jika menikah dengan duda yang sudah memiliki anak. Tapi saya percaya, Insya Allah jika ukhti mampu bersikap sabar, penyayang, keibuan, lembut sekaligus tegas, ukhti akan berhasil mendekati mereka. Jika sudah berhasil, maka situasinya akan berbalik. Merekalah kelak yang akan membela dan mempertahankan ukhti sebagai ibu sambung mereka.

Tahap berikutnya adalah mendakwahi kerabat keluarga calon suami.

Idealnya, semua orang menginginkan lahir di sebuah keluarga yang taat dalam agamanya, rukun dengan sesamanya, damai dengan lingkungannya. Tapi, tidak semua orang bisa memperoleh kondisi yang seindah ini. Saya selalu yakin bahwa ada sebuah rencana besar yang dirancang oleh Allah SWT untuk setiap hambanya sehingga Allah SWT menempatkan seseorang di tempat yang berbeda-beda kondisinya. Ada orang yang dilahirkan di tempat yang kaya raya, dan ada juga orang yang ditempatkan di tempat yang serba kekurangan. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Allah ingin mereka saling bekerja sama dalam hal kebaikan dan takwa. Si kaya membantu yang miskin, si miskin tidak menjadi kufur karena kemiskinannya. Si cantik bisa belajar bersyukur ketika bertemu dengan si buruk rupa, dan si buruk rupa bisa belajar untuk bersabar ketika bertemu dengan si cantik. Si pandai mengajarkan yang bodoh dan si bodoh belajar untuk bangkit dari kebodohannya. Begitu seterusnya.

�Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.� (Qs An Nahl: 36)

�Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.� (Qs Al-Asr: 1 -3).

�Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.� (Qa Al-Anbiyaa: 107)

Dalam hal ini, saya hanya mengingatkan pada ukhti, jangan kecewa dahulu dengan kondisi kerabat keluarga sang Duda tersebut yang tidak Islami. Bisa jadi, apa yang terjadi pada mereka adalah kondisi mereka memang belum berpengetahuan tentang bagaimana menjadi seorang muslim dan muslimah yang baik. Mari lihat mereka sebagai sebuah ladang dakwah. Jika bisa menyampaikan kebenaran pada mereka dan mereka akhirnya bersedia melakukan kebaikan, tentu ada pahala tersendiri bagi ukhti. Tapi jika mereka tidak bersedia dan tetap ingin melakukan kebiasaan buruknya, ukhti tidak usah kecewa. Karena tugas ukhti dalam hal ini adalah menyampaikan saja. Allah-lah pemilik hati dan segala sesuatunya. Dalam hal ini, ukhti bisa belajar untuk senantiasa waspada agar ukhti dan keluarga ukhti tidak ikut tergelincir. Dan ukhti bisa belajar untuk mengajarkan pada diri sendiri dan keluarga ukhti bagaimana caranya agar keimanan dan ketakwaan diri ukhti dan keluarga ukhti tidak terbawa ke arah yang salah (sesat).

�Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.� (Qs Ali Imran: 110)

�Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.� (Qs Ali Imran: 104)

Dari Muawiyah ra, ia berkata, �Aku mendengar Rasululllah SAW bersabda, �Ada sekelompok umatku yang senantiasa menegakkan perintah Allah, sehingga orang yang menghina dan menyelisihi mereka tidak membahayakannya, sampai datang perkara Allah (kiamat) dan mereka akan menang.�� (HR Muttafaq Alaih, dikeluarkan oleh Bukhari, no. 71)

Tentu saja semua hal yang saya paparkan ini bukanlah sebuah pekerjaan dan perkara mudah seperti kita menjentikkan jemari kita. Ada rangkaian kerja keras yang amat banyak diringi dengan keuletan dan kesabaran. Sekarang, coba tanya diri ukhti sendiri, sanggupkan ukhti mengarunginya? Coba tanya diri ukhti sendiri, ikhlaskan ukhti menjalaninya? . Hidup itu adalah pilihan dan dengan pilihan yang tersedia itulah maka kita memilih takdir kita. Pilihan apa yang akan ukhti ambil? Silahkan renungkan sendiri. Perbanyak zikir, istighfar, baca Quran dan shalat malam agar hati menjadi tenang dan bisa merenungkan pilihan mana yang akan ukhti ambil.

Maaf saya tidak bisa membantu banyak. Semoga Allah memberi kemudahan bagi ukhti.

Wassalamu�alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita



[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved