[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Mengenal Cerpen Islami Seperti Apa
Oase Ilmu - Wednesday, 03 March 2004

Kafemuslimah.com Menulis pada dasarnya mudah, jika si penulis telah mengetahui tujuan dari apa yang akan dituangkannya pada lembaran kertas kosong. Penulis pemula tidak perlu pesimis jika menemui kesulitan dalam proses pembuatan tulisannya. Yang diperlukan adalah tekad yang kuat dan sebuah keyakinan bahwa hakikatnya semua orang memiliki potensi yang sama dalam menulis. Yang berbeda mungkin adalah cara menghidupkan atau mengembangkan atau bahkan mematikan potensi tadi. Seperti halnya pengembangan potensi diri yang lain, maka menulis adalah sebuah tantangan hobby yang perlu dilestarikan agar berdaya guna. So, berani menerima tantangan ini ???

Menulis merupakan sebuah cara menuangkan kata-kata ke dalam sebuah tulisan. Apakah ia berbentuk cerita (narasi fiktif atau non fiktif) atau pendapat (argumentasi), dan lain sebagainya. Apakah dari pengalaman sendiri atau melalui pengamatan dari pengalaman orang lain. Kali ini bahasan kita adalah mengenai tulisan berbentuk cerita fiktif atau istilah kerennya CERPEN alias cerita pendek kita juga akan melihat bagaimana sebenarnya sebuah cerpen dapat ternilai masuk dalam katagori cerpen Islami atau non Islami.

Sebuah cerpen sebenarnya dapat dengan mudah dikatagorikan sebagai cerpen Islami apabila di dalamnya terdapat unsur-unsur nuansa Islami. Namun tidak sembarang nuansa Islami, lho. Sebab ada juga yang bernuansa Islami tetapi ternyata malah menyesatkan. Biar lebih paham kita bahas saja salah empat dari sekian banyak katagori nuansa Islami atau daÂ’awi itu ya !!!

Pertama, ada DZIKRULLOH atau upaya mengingatkan pembaca kepada Alloh SWT. Dengan Kebesaran-Nya, Kekuasaan-Nya, atau tugas kehambaan seorang khalifah dan kekhalifahan seorang hamba. Atau percakapan yang mengingatkan akan kelemahan seorang manusia di atas Kekuatan Sang Khalik, kesyukuran atas Keagungan-Nya, dan lain sebagainya. Jadi tidak mesti dengan setting (latar belakang) Pondok Pesantren, barulah cerpen itu dikatakan Islami.

Kedua, ada kandungan ayat kauliyah (Al QurÂ’an) atau ayat kauniyah-Nya (Alam Semesta). Misalnya tokoh cerita sedang tafakkur akan keindahan alam ciptaan-Nya. Atau sedang mentadabburi ayat Al QurÂ’an yang mendasari hikmah dari yang dialaminya, dan lain sebagainya. Jadi tidak mesti ada sosok kiai atau ulama untuk mengingatkan pembaca dengan penciptaan-Nya.

Ketiga, dalam cerita ada ajang untuk saling amar maÂ’ruf dan nahi mungkar. Tanpa merasa digurui pembaca dapat mengambil banyak hikmah dan ibroh (pelajaran) dari jalan cerita tadi. Misalnya menceritakan sang tokoh yang tidak dapat melaksanakan cita-citanya ingin kuliah di universitas terkemuka di daerah Jawa. Namun hanya cukup mengikuti tes UMPTN di daereah dan ternyata ia lulus. Ia mungkin kecewa dengan sejumlah rencana dan angan-angan yang tidak terwujud, tetapi dibalik itu semua Alloh SWT membuat rencana lain untuk hidupnya. Ia menjadi aktivis daÂ’wah kampus dan salah seorang yang mujur mendapatkan beasiswa pendidikan dari berbagai perusahaan. Ia merasa ini semua adalah hidayah dari Alloh, ukuhuwah Islamiyah yang dirasakan sejuk di dalam dadanya, dan lain sebagainya. Hingga akhir kesimpulannya tentang makar Alloh adalah manusia boleh berencana, tetapi Alloh lah yang berhak menentukan semuanya.

Keempat, bisa disisipkan rasa Cinta, baik cinta pada sesama makhluk, cinta pada orang tua, cinta pada saudara seperjuangan, cinta pada alam, cinta pada Rasululloh, atau cinta yang paling tinggi yaitu kepada Alloh SWT. Intinya apapun bentuk cinta yang digambarkan akan bermuara kepada cintanya kepada Alloh. Gambaran mencari cinta sejati, tidak semu dan abadi, atau menkisahkan setumpuk mudharat yang akan diperoleh dari pacaran hasil cinta nafsu. Hal ini untuk menekan penceritaan secara vulgar tentang pacaran itu sendiri, dan lain sebagainya.

Keempat unsur ini bukanlah suatu pembatasan terhadap kebebasan berimajinasi dan berkreasi sang penulis. Banyak kejadian-kejadian yang dialami seseorang sebagai bukti kekuasaan Alloh padanya, atau peristiwa yang dialami alam semesta yang dapat mengingatkan pembaca betapa kecilnya manusia di hadapan-Nya. Namun ia dapat kita jadikan landasan dalam mewarnai cerpen yang dibuat, baik buatan sendiri ataupun hasil saduran (jangan lupa mencantumkan nama si pembuat karya yang kita sadur).

Dengan keempat landasan ini mari kita mencoba menjadi penulis yang selalu mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Yang tidak berdiam diri ketika melihat kemaksiatan merajalela di hadapan kita, minimal melalui tulisan yang kita buat.

Sekali lagi, jangan ragu dan bimbang untuk berjihad dengan pena, yang kata orang bijak adalah senjata yang paling tajam dari sebuah mata pedang yang tajam sekali pun. OK... siapa takut ?!! (Daurah dari MbaÂ’ HTR - Kamelia)

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved