|
Putus Hubungan Dengan Ayah Uneq-Uneq - Wednesday, 05 November 2008
Tanya: Assalammu'alaikum wr.wb
Ukhti ade anita, saya ingin bertanya, tapi sebelumnya saya ingin bercerita. Saat Saya masih bayi berumur 1 bulan ayah saya meninggalkan saya dan ibu saya, karena tidak sukai kakek saya, dan dia sama sekali tidak memberikan nafkah pada kami. Pertama kali saya bertemu ayah saya saat saya menginjak umur 5 th. Setelah kakek meninggal barulah ayah saya berani berkunjung ke rumah, tapi �saudara" ibu saya tetap tidak suka dengan ayah saya. Hingga suatu hari saat saya duduk di samping, ayah saya datang ke rumah dan dia bertindak sewenang-wenang dengan ibu saya dan saya marah lalu saya berkata kasar kepada ayah saya dan mengusirnya. Ternyata ayah saya benar-benar memasukkan ucapan saya ke hati, beliau tidak pernah lagi ke rumah, sampai saya lulus sma. Tapi saat lebaran kadang saya bersilaturahmi ke rumah ayah. Saat menikah pun saya menggunakan wali hakim meskipun ayah saya juga saya undang. Ayah dan ibu ternyata tidak menikah secara resmi ... sebelum kenal ibu, ayah sudah memiliki istri dan anak, jadi ibu saya tertipu .. jadi bagaimana status saya dan ibu saya .... Sekarang ini ayah tinggal di Bali bersama istri pertama .... beliau sama sekali tidak pernah memberikan nafkah pada kami.... Saya ingin tanya bagaimana status saya dan ibu terhadap ayah ... dan apa tindakan yang harus saya lakukan terhadap beliau .... sementara mertua saya menyuruh saya untuk menganggap ayah sudah mati ..... mohon penjelasannya ukti... sebelum dan sesudahnya saya ucapkan banyak terima kasih...
Wassalamu'alaikum wr.wb
Jawab:
Wa�alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Terus terang, saya bolak balik membaca uneg-unegmu karena belum mengerti sepenuhnya �jalan cerita�mu. Tapi sekarang saya akan mencoba untuk memaparkannya, mohon maaf jika ada yang salah menafsirkan uneg-unegmu.
Ibu dan ayahmu tidak menikah secara resmi. Maksudnya, hanya menikah siri atau hanya... maaf, hidup bersama tanpa ikatan saja (maaf, kumpul kebo maksudnya, maaf)? Ini yang harus jelas sebenarnya untuk tahu bagaimana statusmu dan status ibumu. Jika ibu dan ayahmu menikah siri; memang benar mereka berdua tidak menikah secara resmi dalam arti tidak dicatat oleh pemerintahan dan tidak diakui oleh pemerintah dan negara kita sebagai pasangan suami istri. Arti lebih panjangnya lagi, ibu dan ayahmu kehilangan hak-haknya sebagai pasangan suami istri yang diakui oleh negara. Akibatnya, kamu tidak bisa punya akte lahir, tidak punya kartu keluarga, tidak berhak mendapat pensiun dari negara (jika ortumu PNS) dan juga pensiun dari perusahaan yang biasanya berdasarkan kartu keluarga, tidak juga berhak mendapat tunjangan dari perusahaan tempat ortumu bekerja. Tapi, secara agama, status perkawinan kedua ortumu diakui. Artinya, di mata Allah kedua ortumu dipandang sebagai pasangan suami istri yang halal (meskipun ada lagi aturan khusus yang menjadi kewajiban bagi pasangan suami istri yang diatur dalam Islam. Seperti suami harus memberi nafkah kepada istri dimana jika dalam kurun waktu 6 bulan berturut-turut tidak dapat memberi nafkah lahir maupun batin maka bisa dikenakan jatunya talaq 1 (satu) bagi perkawinan mereka. Atau, jika dalam waktu lebih dari empat tahun berturut-turut suami tidak ada kabar beritanya dan dalam kurun waktu tersebut tidak ada kiriman nafkah lahir, maka telah jatuh talaq satu (1) dan perkawinan mereka dianggap telah berakhir (kesepakatan ulama Fiqih dari Syafi�i, Hambali, Hanafi, dan Malik). Dengan demikian, jika telah jatuh talaq 1 bagi kedua orang tuamu, maka jika mereka bertemu kembali dan ingin melakukan hubungan suami istri, maka wajib bagi mereka untuk melakukan nikah ulang terlebih dahulu. Jika tidak, maka hubungan suami istri tersebut akan dianggap zina.
Itu jika ternyata kedua orang tuamu menikah tidak secara resmi di KUA dan hanya menikah siri, Tapi, akan sangat berbeda jika ternyata yang kamu maksud tidak menikah secara resmi tersebut ternyata orang tuamu hanya hidup bersama tanpa ikatan saja alias maaf, kumpul kebo. Dalam hal ini, sudah amat jelas mereka berdua melakukan zina dan anak yang hadir dari perilaku tersebut adalah anak dari hasil perzinahan. Statusmu, kamu ikut nama ibumu. Bukan nama ayahmu alias ikut �binti� bukan �bin�. Statusmu tetap seorang anak mereka, karena dalam hal ini seorang anak yang lahir dari sebuah hubungan perzinahan tetaplah seorang anak yang suci, orang tuanyalah yang berdosa dan dosa itu tidak diwariskan atau dikenakan ke anak. Sebagai seorang anak, maka kamu tetap punya kewajiban sebagaimana seorang anak kepada kedua orang tuanya. Seperti menjaga silaturahim, sopan santun, dan menjaga perasaan mereka serta menghormati mereka. Perihal perilaku mereka yang berdosa maka Allah memiliki perhitungan tersendiri kelak, tapi disamping itu, menjadi tugas keluarga (termasuk dirimu) untuk menyadarkan mereka, dan menjadi tugas umat Islam sekitar mereka untuk memberi tuntunan kepada mereka agar mereka mau bertaubat.
Jadi, bagaimana sebenarnya status pernikahan kedua orang tuamu? Coba tanyakan kepada saudara ibumu, jika memang ibumu tidak bisa menceritakannya (saya yakin; tentu ada alasan tersendiri mengapa kakekmu membenci ayahmu sehingga ayahmu pergi dan tidak kembali ke rumah selama bertahun-tahun. Karena kakekmu sudah meninggal dunia, maka saudara lain tentu ada yang mengetahui sejarahnya hingga kebencian ini muncul. Disamping itu, tentu ada alasan tertentu di ayahmu mengapa dia meninggalkan keluarganya tanpa memberi nafkah sama sekali. Yang saya herankan, apakah ketika ayahmu kembali dia bisa begitu saja kumpul dengan ibumu? Apakah ibumu tidak menikah lagi setelah ditinggal oleh ayahmu? Bagi saya, maaf, ayahmu amat kekanak-kanakan. Hanya karena tersinggung oleh ucapanmu yang marah pada ayah karena membentak ibu maka beliau pergi lagi begitu saja tanpa ada rasa tanggung jawab. Padahal sebagai seorang anak yang tidak pernah bertemu dengan ayahnya, sebagai seorang istri yang tidak pernah dihampiri atau dibiayai oleh suaminya, kalian berdua berhak untuk melontarkan protes keberatan dan marah. Sebuah amarah perlu untuk menyadarkan seseorang bahwa dia memang telah berbuat salah agar kelak orang tersebut bisa memetik pelajaran dan tidak mengulangi kesalahan kembali. Terus terang, saya sepaham dengan mertuamu meski tidak hendak se-ekstrem itu berpendapat (maksudnya, tidak menyarankan agar menganggap ayahmu sudah mati). Menurut saya, tidak usah pedulikan ayahmu. Kamu harus tetap menghormati dia, memberi dia maaf, dan menjaga agar tali silaturahim tidak terputus begitu saja. Tapi, ada baiknya tidak terlalu memberatkan pendapatnya pada sebuah pengambilan keputusan dalam kehidupanmu. Juga jangan menempatkan ayahmu di posisi yang bisa membahayakan kehidupan rumah tanggamu saat ini (misalnya; memberinya kesempatan untuk mengasuh cucu-cucunya ketika kamu sedang pergi atau bekerja. Terus terang, seorang pengasuh anak sedikit banyak akan memberi pengaruh pada perkembangan anak tersebut. Jadi, carilah figur pengasuh anak yang bertanggung jawab dan berakhlak baik). Pun tidak usah melibatkan keikut-sertaan ayahmu dalam kehidupan sosialmu (misalnya, membawa ayahmu ke acara temu keluarga dengan rekan kantor suamimu atau kantormu. Apalagi memperkenalkan dia pada atasan kalian. Maaf bukan su�udzon, tapi pernah ada kejadian dimana setelah perkenalan tersebut maka si orang ketiga tersebut secara pribadi mendatangi dan mengeruk keuntungan pribadi dari perkenalan yang diadakan). Intinya adalah, hormati ayahmu sebagai seorang ayah kandung sebagaimana mestinya, beri dia maaf dan nasehati dia untuk senantiasa ber-amar ma�ruf nahi munkar; tapi kewaspadaan dan kehati-hatian harus terus ditegakkan dari waktu ke waktu agar tidak terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki.
Demikian semoga bermanfaat (maaf jika ada banyak kekurangan dan kekhilafan. Ambil yang terbaik dari pendapat saya dan lupakan pendapat yang buruk).
Wassalamu�alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|