|
Tidak Juga Mendapat Restu Dari Pihak Laki-laki Uneq-Uneq - Saturday, 30 May 2009
Tanya:
Assalamualaikum wr wb,
Mbak ade saat ini saya benar - benar kalut, Saya sudah memasrahkan kepada Allah yang terbaik buat hubungan saya dengan pacar saya. saya sudah belajar ikhlas. tapi kenapa hati ini masih sakit untuk menerima kenyataan.
Saya sudah setahun berpacaran, dan kami sama - sama sudah ingin menikah, kami berdua juga sudah punya penghasilan yang cukup. Desakan untuk saya segera menikah juga datang dari keluarga saya, terutama ibu bahkan ibu saya sampai sakit memikirkan saya yang tidak kunjung menikah, saat ini usia saya 25 tahun. Ibu sampai menangis2 meminta saya untuk segera menikah, karena ingin segera melihat saya berkeluarga. Tapi ada ganjalan dari pihak lelaki. Keluarga pacar adalah keluarga broken home, orangtuanya sudah pisah hampir 15 tahun tidak serumah tapi masih terikat perkawinan resmi. Ibu pacar saya masih merasa sakit hati dengan perlakuan suaminya. Ayah pacar saya pergi meninggalkan keluarganya dan saat ini dikabarkan telah menikah 4 kali. Pacar saya sudah sakit hati sama ayahnya, bahkan tidak mau mengakui, hatinya begitu keras. pernah mencoba datang baik2 untuk meminta restu agar ayahnya bersedia untuk melamarkan saya, tapi yang terjadi mereka malah bertengkar hebat dan tidak membawa hasil apapun.
Sedangkan ibunya sampai saat ini tidak juga memberikan restu dengan berbagai alasan, ibunya ingin pacar saya membahagiakan beliau dulu baru menikah, alasan lain, dia merasa sakit hati dengan suaminya dan tidak sanggup membawa suaminya bersama dengan beliau untuk melamar saya. Saya pernah menanyakan apakah ibu tidak merestui karena tidak suka dengan saya? dia menjawab ibu menyukaimu, cuma ibu belum siap menemui keluarga saya dengan kondisi seperti itu. Disisi lain ibunya mengidap bibit stroke, pacar saya juga kalut harus bagaimana lagi untuk meluluhkan hati ibunya. Saya baru sekali dikenalkan dengan ibunya, setelah itu tidak bertemu lagi.
Banyak cara yang sudah pacar saya lakukan tapi tidak juga mendapatkan restu, disamping itu saat ini ibu saya masih sakit memikirkan saya, sakit fisik dan sakit batin memikirkan saya. Saya merasa tidak kuat melihat keadaan ibu, saya hampir menangis setiap hari. saya berdoa dan meminta jalan yang terbaik dan keikhlasan tapi sampai saat ini saya tidak tahu lagi bagaimana cara agar cepat menikah dengan pacar. Orang tua saya sudah saya ceritakan semua keadaan orang tua pacar saya, dan orangtua saya tidah masalah karena mengingat pacar saya anak yang baik, asalkan bisa membawa orang tunya melamar saya, itu tidak jadi masalah. tapi kenapa jalan dari keluarga saya dipermudah sedangkan dari keluarga dia jalannya begitu rumit dan seolah tidak peduli. kami benar - benar pengen hidup bersama dan punya keluarga yang sakinah.
Dalam setiap sholat saya berdoa dengan ikhlas, saya juga melakukan istikharah, berdzikir untuk menengkan hati ini.. Dan apakah bisa jika menikah tanpa direstui keluarga tapi menikah dengan mandapat restu dari pihak tertua dalam keluarganya, seperti kakeknya atau kakak dari ibunya, bagaimana hukumnya dalam islam??karena mengingat kesehatan ibu saya untuk meminta saya menikah segera mungkin. Dan kekerasan hati orangtuanya yang sulit dilunakkan. Mbak ade saya menunggu sarannya untuk meringankan beban saya dan pencerahan solusi yang terbaik dimata Allah untuk kami berdua. Saya sangat menunggu saran dari mbak Ade. Terima kasih
Wassalam
Jawab:
Wa�alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Ukhti, tenang dulu. Penyelesaian masalah ukhti sebenarnya tidak sesulit yang ukhti bayangkan kok. Dalam Islam, keharusan wali nikah itu hanya berada di pihak mempelai wanita. Jadi, pada waktu akad nikah, calon mempelai wanita harus memiliki wali nikah. Urutannya adalah ayah kandungnya yang muslim, jika tidak ada maka diwakilkan dengan saudara kandung laki-lakinya yang muslim dan sudah akil baliq, jika tidak ada maka diwakilkan dengan kakek kandungnya (ayah dari ayahnya) yang muslim, jika tidak ada maka diwakilkan dengan saudara laki-laki dari pihak ayah (kakak atau adik laki-laki) yang muslim dan sudah akil baliq, jika semuanya tidak ada maka bisa diwakilkan oleh wali hakim. Tapi, ayah kandung adalah prioritas utama. Selama beliau masih berstatus muslim dan masih hidup dan sehat serta berakal maka keberadaannya adalah utama sebagai wali nikah. Pernikahan menjadi tidak sah tanpa keberadaan beliau dan persetujuannya. Meski demikian, hal ini masih bisa diwakilkan dengan wali nikah jika memang kondisi tidak memungkinkan.
Hal sebaliknya terjadi pada calon mempelai pria. Pria tidak dikenakan keharusan untuk melibatkan orang tua kandung atau saudara-saudaranya ketika melangsungkan pernikahan. Kehadiran orang tua kandung (ayah/kakek/paman/uwak/kakak/adik/dll) hanya sebatas sebagai saksi saja ketika calon mempelai pria akan melangsung kan pernikahan. Saksi inipun tidak diharuskan dari orang-orang tersebut, bisa juga digantikan dengan orang lain. Hanya saja, budaya timur kita, yang menjunjung para sesepuh maka biasanya keluaraga menempatkan para sesepuh (orang yang dihormati ini) untuk duduk sebagai saksi.
Jika keberadaan keluarga besar calom mempelai pria dalam sebuah akad nikah tidak terlalu focus, maka demikian juga halnya ketika akan melakukan lamaran (pinangan). Tidak usah menyusahkan diri sampai harus berkelahi atau beradu mulut dengan ayah, atau menangis-nangis dengan ibu karena sebenarnya kehadiran mereka semua ketika akan melangsungkan akad nikah atau lamaran bisa digantikan dengan orang lain.
Coba katakan pada pacarmu untuk mulai mencari pamannya atau uwaknya atau kakeknya atau jika mereka semua tidak ada, bisa juga sahabat dekat ayahnya, atau sahabat dekat ibunya yang sudah seperti saudara sendiri. Minta mereka untuk menemani ibunya datang melamarmu. Karena, memang ibu kandungnya, sesuai dengan adat ketimuran kita, tidak mendapat ruang untuk berbicara mengutarakan maksud lamaran.
Tapi� jika memang tidak ada siapa-siapa , mungkin kamu bisa meniru apa yang dilakukan oleh saudara saya. Kedua orang tua saudara saya itu sudah bercerai dan masing-masing sudah menikah lagi dengan pasangan barunya. Saudara saya itu hidup sendiri. Ketika ingin mengajukan lamaran, maka dia mengajak pasangan suami istri dari ayah kandungnya beserta beberapa saudara kandung dari pihak ayah kandungnya tersebut; lalu dia juga mengajak pasangan suami istri dari ibu kandungnya beserta beberapa saudara kandung dari pihak ibu kandungnya tersebut; masing-masing membawa hantaran yang semua hantaran tersebut dibeli sendiri oleh saudara saya itu (ingat ya, keharusan hantaran lamaran ini hanya budaya, bukan keharusan syariat, sekali lagi hanya budaya), dan mereka semua datang melamar. Ketika sudah ada di depan calonnya, ternyata baik pihak ayah maupun pihak ibu saling lempar tugas siapa yang akan berbicara mengajukan permintaan pinangan. Untuk menghindari keributan, maka saudara saya sendirilah yang akhirnya mewakilkan dirinya sendiri mengajukan pinangan (lamaran).
�Saya, dengan disaksikan oleh ayah dan ibu kandung saya, ayah dan ibu tiri saya, serta saudara-saudara saya yang lain yang saya hormati, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada mereka semua karena saya tahu pasti mereka semua sudah susah payah meluangkan waktu untuk datang menemani saya dan untuk itu saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada mereka, saya ingin menyampaikan maksud bahwa maksud kedatangan kami adalah untuk melamar putri bapak untuk menjadi istri saya kelak. Bersama ini pula, saya membawa sedikit oleh-oleh sebagai tanda keseriusan saya untuk melamar putri bapak untuk menjadi istri saya.�
Bagaimana? Sanggupkan melakukan hal seperti ini?
JIka sanggup, maka lakukan saja. Jangan mempersulit hal-hal yang sebenarnya mudah ukhti. Nanti ukhti stress sendiri. Padahal, lamaran ini baru awal dari sebuah perjalanan . Nanti setelah proses lamaran selesai, maka harus mulai mempersiapkan diri untuk melakukan pernikahan (dan biasanya kendala justru muncul dari sebuah keluarga besar karena ada banyak keinginan disana� mulai dari dimana akan melangsungkan pernikahan, pakai adat mana, sampai-sampai urusan siapa yang mesti duduk di sebelah mempelai-pun bisa jadi hal yang potensial membuat keributan. JIka sudah begini, saya mungkin punya usul, gimana kalau kursinya nanti ayah pacarmu, adik laki-lakinya di tengah, baru ibumu (ini mengingat ibu pacarmu tidak ingin bersanding di sebelah ayah pacarmu). Atau bisa juga, system standing party di sebuah pesta kebun saja sekalian. Jadi, memang tidak ada deretan keluarga yang berdiri menunggu para tamu memberikan ucapan selamat. Yang ada adalah, dua pasang kursi pengantin beserta para pengipasnya, lalu seluruh keluarga masing-masing pihak harus berbaur menyapa para undangan yang datang. Jadi, kedua orang tua mempelai tidak ada di sebelah mempelai tapi berbaur dengan para tamu. Tapi� ini Cuma masalah teknis sih. Nanti bisa dirundingkan dengan keluarga. Cuma mungkin harus terus diingatkan bahwa ada sesuatu yang mungkin tidak biasa akan dilakukan mengingat kondisi keluarga pacarmu yang seperti itu.
Demikian semoga membantu ya Ukhti. Nanti kita diskusi lagi gimana baiknya jika usul saya di atas tidak berhasil. Mohon maaaf jika ada banyak kekurangan
Wassalamu�alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|