|
Uang Ang Pau Pernikahan itu Sebenarnya Milik Siapa Uneq-Uneq - Saturday, 19 September 2009
Tanya: Assalamualaikum wr.wb.
Mba Ade, saya sebentar lagi akan menikah dengan calon suami saya. Rencananya orang tua saya yang akan membiayai pesta pernikahan kami nanti. Walaupun tentu org tua pihak calon suami akan mengeluarkan uang juga untuk keperluan keluarga (spt transportsi dan tmpt menginap bagi kel bsrnya). Saat ini keluarga saya dan keluarga calon suami memiliki pandangan yg berbeda mengenai uang pemberian tamu pada pesta pernikahan nanti. Kel sy mengatakan bahwa uang itu adalah hak org tua saya krn mereka yg membiayai pesta pernikahan. Saya dan suami kelak hanya berhak menerima sebagian sebagai pemberian dari org tua saya. Tetapi calon saya tidak setuju krn menurut keluarganya,uang itu adalah kado dari tamu untuk pengantin sebagai bekal menempuh hidup baru. Dan pengantin yg berhak memberi sbagian uang tersebut kepada orang tua. Saya ingin menanyakan: sebenernya uang hasil pemberian tamu pada pesta pernikahan nanti adalah hak siapa? untuk orang tua saya yg membiayai pesta pernikahan atau hak pengantin sebagai kado pernikahan dan bekal hidup? Karena kalau uang itu adalah hak org tua saya, saya ga enak terhadap pandangan keluarga calon suami krn org tuanya juga mengeluarkan uang untuk keperluan pernikahan meskipun jumlahnya mgkn jauh lebih sedikit drpd jmlah yg dikeluarkan org tua saya. Mohon bantuan mba ade, agar tidak ada perselisihan antara kel sy dan kel calon suami. Dan adakah aturannya mengenai itu dalam Islam?mohon penjelasannya. Terima kasih mba Ade, semoga Allah memberikan yang terbaik.
Wassalamualaikum wr.wb.
Jawab:
Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Tahukah ukhti, bahwa budaya memberi uang pada kedua mempelai dari para tamu undangan baru berkembang di awal tahun 90-an? Sebelumnya, para tamu biasa menghadiahi kedua mempelai dengan kado pernikahan berupa perlengkapan rumah tangga. Mulai dari seperangkat gelas dan teko, kompor, alat-alat elektronik bahkan hingga pakaian. Adalah masyarakat yang berasal dari etnis keturunan Tionghoa yang diklaim telah merubah kebiasaan ini dengan menuliskan sebuah kalimat dengan huruf yang amat kecil didalam undangan pernikahan mereka yang bertuliskan:
�Tanpa mengurangi rasa hormat kami, dimohon agar ucapan tanda kasih kepada kedua mempelai tidak berupa barang atau karangan bunga. �
Semua undangan sudah tahu bahwa yang dimaksud oleh undangan tersebut adalah berbentuk uang. Beberapa undangan masyarakat etnis Tionghoa bahkan ada yang langsung mencantumkan nomor rekening setelah kalimat permintaan pendek tersebut. Lambat laun, terjadilah perubahan kebiasaan hampir merata di masyarakat kita (kebiasaan yang akhirnya banyak mematikan usaha barang kelontong yang menyediakan perlengkapan rumah tangga untuk kado pernikahan). Jika ditelusuri, sebenarnya klaim perubahan kebiasaan pemberian dari kado ke angpau ini tidak murni dikembangkan oleh masyarakat dari etnis Tionghoa. Masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah perdesaan sudah memulainya sejak lama.
Pernikahan di daerah perdesaan atau di pinggir-pinggir kota biasanya terselenggara justru lebih banyak karena ada kepentingan orang tua dalam penyelenggaraan acara tersebut. Anak-anak gadis dinikahkan oleh orang tuanya karena berbagai macam alasan, seperti agar orang tua mendapatkan modal dana baru bagi usaha yang telah mereka jalankan selama ini; atau agar orang tua terlepas dari kewajiban untuk membiayai kehidupan anak lebih lanjut; atau agar orang tua mendapat rekan kerja (bisnis) baru bagi usaha mereka; bahkan ada yang diselenggarakan untuk membalas budi pada seseorang yang telah berjasa besar pada orang tua atau keluarga besar si gadis. Dalam hal ini, maka otomatis semua perolehan dana yang terkumpul dari para tetamu menjadi milik orang tua mempelai. Mempelai yang mana? Tentu saja orang tua mempelai wanita yang menyelenggarakan pesta pernikahan tersebut.
Mengapa orang tua mempelai wanita yang mendapatkannya padahal orang tua mempelai pria juga mengeluarkan uang untuk penyelenggaraan pesta tersebut? Ada alasannya.
Begini ukhti. Posisi wanita pada banyak sekali kebudayaan hampir selalu menjadi pihak yang �diminta�. Itu sebabnya dia dilamar. Jika meminta maka harus memberi �ganti� kan? Itu sebabnya ada sesuatu yang harus diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Terlebih dalam hal ini, pemberian tersebut sekaligus juga merupakan biaya untuk menyiarkan (memberitahukan kepada banyak orang) bahwa gadis si A sudah menjadi milik seseorang. Semuanya tentu saja ada biayanya. Orang tua si gadislah yang paling repot menyelenggarakannya disamping butuh sesuatu untuk menghibur kehilangan mereka terhadap anak gadisnya yang �diambil� orang.
Lalu orang tua pihak mempelai laki-laki mendapat apa? Ya bukan materi yang mereka peroleh dari pernikahan anak lakii-lakinya tapi sesuatu yang lain. Sesuatu itu adalah mereka mendapat seorang wanita untuk anak laki-laki mereka. Wanita yang akan memberi mereka cucu yang akan mewariskan nama keluarga mereka (ingat ya, nama keluarga selalu ikut nama dari garis keturunan ayah atau bin ayah. Bukan nama dari garis keturunan ibu. Mereka yang ikut nama dengan garis keturunan ibu adalah mereka yang bukan berasal dari darah biologis si ayah seperti anak diluar nikah misalnya). Orang tua mempelai pria juga akan memperoleh seorang wanita yang akan melayani dan mendampingi anak laki-laki mereka seterusnya (dan otomatis juga melayani mereka sebagai orangtua suami wanita tersebut). Pada beberapa budaya, bahkan istri juga harus melakukan pengabdian seperti mengambil alih pekerjaan rumah tangga keluarga suaminya (ini terjadi di Bali, India, Sumatra Utara, dan sebagaian daerah sumatra, dll) seperti membajak sawah, mengambil karet atau hasil hutan di hutan, dll. Setelah pernikahan selesai dan seterusnya, wanita harus melakukan pengabdian kepada suaminya (sekarang, silahkan bayangkan bagaimana sedihnya orang tua mempelai wanita jika tidak mendapat apa-apa. Sudah kehilangan anak perempuannya, kehilangan materi dan tenaga, anak gadisnya mengabdi juga pada suaminya. Orang tua mempelai laki-laki tidak pernah kehilangan anak laki-laki mereka loh dalam hal ini. Kenapa? Karena kendali rumah tangga memang sekarang ada di tangan anak laki-laki mereka. Mereka sekarang justru senang karena insya Allah anggota keluarga mereka akan bertambah). Sekali lagi, ini semua adalah sebuah anggapan yang lahir dari sebuah produk budaya. Islam sendiri tidak mengatur tentang masalah ini. Belakangan, karena pengaruh globalisasi, maka masuk pulalah budaya western (barat) kedalam masyarakat kita. Di barat, budaya yang berkembang disana adalah semua ang pau itu menjadi milik kedua mempelai. Alasannya, karena dari awal, semuanya itu berasal dari teman-teman mereka sendiri dan di barat sana; pesta pernikahan seluruhnya diselenggarakan oleh kedua mempelai tanpa melibatkan kedua orang tua mereka (orang tua dan saudara-saudara mereka menjadi tamu istimewa di pesta pernikahan tersebut. Asli tamu istimewa sehingga pakaian yang akan mereka kenakan pun ditraktir oleh kedua mempelai). Pengaruh mempengaruhi budaya barat dan timur pun terjadi. Sayangnya keduanya mempertahankan sebagian dan mengambil sebagian.
Lalu darimana kedua mempelai memperoleh biaya hidup seterusnya jika tidak diberi uang angpau yang diberikan oleh para tamu tersebut? Hehehe...... Kalian ini sebenarnya menikah karena merasa sudah mampu untuk berumah tangga bukan? Bukankah kalian berani melangkah ke pelaminan karena merasa sudah mampu berdiri sendiri dengan kemampuan kalian sendiri (bukan berusaha dari titik nol dengan modal dari uang ang pau)?
Begini saja untuk titik temunya agar sama-sama memperoleh keadilan. Biasanya, ada tamu yang langsung memberi tanda bahwa ang pau yang mereka berikan itu untuk kedua mempelai. Mereka adalah tamu-tamu yang merupakan rekan kerja atau rekan satu sekolah kedua mempelai. Tanda-tanda itu seperti menulis di amplopnya �untuk kedua mempelai....�. Atau menyelipkan kartu nama. Atau menyelipkan amplop tersebut langsung ke tangan kedua mempelai (bukan memasukkannya ke kotak ang pau). Nah, semua ang pau ini menjadi milik kedua mempelai. Sedangkan sisa ang pau lain menjadi milik orang tua mempelai wanita.
Demikian semoga bermanfaat.
Wassalamu�alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|