[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Tenang�tenang�kita tidak sedang �dihakimi� kok
Oase Ilmu - Wednesday, 27 January 2010

Kafemuslimah.com

Fenomena yang sering saya temukan dari dulu sampai sekarang adalah masih banyaknya orang muslim yang �belum mau� menunjukkan identitas ke-islamannya atau juga belum bangga dengan identitas ke-islamannya atau juga merasa segan untuk bergabung dengan komunitas-komunitas ke-islaman seperti rohis, majelis ta�lim dll.

Dan juga masih sering saya temukan, masih banyak orang yang masih belum terbiasa dalam menggunakan kaidah yang benar dalam menghukumi sesuatu atau dalam menilai seseorang.

Contoh kasusnya seperti ini : � orang yang rajin shalat, ngaji, dan agamis belum tentu lebih baik dihadapan Allah dibanding orang yang biasa-biasa saja karena belum tentu shalat & ngajinya itu diterima oleh Allah.� Atau juga orang yang keliatannya sholeh/agamis secara dzahir/lahir ( yang bisa dilihat oleh mata), misalnya orang yang berjenggot atau berjilbab lebar itu belum tentu lebih baik dari orang yang biasa-biasa saja ( yang belum mau memperlihatkan identitas ke-isalamannya ).

Saya hanya ingin berbagi, bagaimana seharusnya seorang muslim dalam menghukumi sesuatu/ menilai seseorang sesuai dengan kaidah syariat yang benar, tanpa terjebak dengan prasangka dan saling menghakimi.

Kaidah-kaidah tsb adalah sbb :
1. Manusia hanya bisa melihat dan menilai dari yang dzahir atau yang lahiriahnya saja. Karena Allah sudah membekali manusia dengan panca indera, yaitu mata, telinga, hidung dst. Dan Allah tidak membebani kita untuk menilai sesuatu yang bathin, in other words, Allah tidak membebani kita untuk menilai baik atau buruknya hati seseorang. Karena hanya Allah yang bisa menilai hati seseorang. Biarkanlah masalah-masalah bathiniahnya menjadi urusan Allah.

Walaupun memang benar sih ungkapan ini : � Don�t judge the book by its cover � Tapi menurut saya, kaidah yang satu ini hanya bisa kita gunakan untuk orang-orang yang belum mau menunjukkan identitas ke-islamannya. Karena bisa jadi di akhir hidupnya, ia akan ber-islam dengan baik jauh melebihi orang yang sekarang terlihat agamis.

Tapi untuk orang yang sudah terlihat jelas tertangkap mata dia orang yang sholeh/agamis atau memang kita sudah melihat sendiri dia orang yang rajin shalat & ngaji, kita wajib hukumnya berprasangka baik pada mereka. Sebab kenapa ?
Kalau belum apa-apa kita sudah berprasangka duluan, kepada mereka yang terlihat shaleh/agamis, maka insya Allah� kita akan sering dipertemukan oleh Allah dengan orang-orang yang keliatannya agamis di luar tapi sebenarnya bathiniahnya / dalamnya kurang baik, persis, sesuai dengan prasangka kita sendiri. Sebab dalam dalam Hadis Qudsi, yaitu Allah berfirman bahwa "Ana 'inda dloni 'abdii" yang artinya " Aku ( ALLAH ) ada dalam prasangka hambaKu atau Aku mengikuti prasangka hambaKu."

Ya benar, segala sesuatu yang terjadi dengan diri kita, bertemunya kita dengan siapa saja, tidak lepas dari pengetahuan Allah, semuanya atas izin Allah, dan tidak terlepas juga dengan prasangka yang ada dalam hati kita�

Efek lain dari sebuah prasangka terhadap orang-orang shaleh/ agamis adalah akan membuat hati kita keras yang membuat kita susah menerima kebenaran yang bisa jadi itu adalah hidayah dari Allah yang datangnya melalui mereka.

Imam Syafi�I berkata : � ilmu itu suci dan hanya menempati tempat-tempat yang suci, karena itu, hati yang suci akan mudah menyerap ilmu �

Karena itu mari kita evaluasi hati kita ini, semoga Allah senantiasa membersihkannya, menjauhkan dari segala bentuk prasangka dan apalagi berprasangka buruk pada kebaikan-kebaikan yang diperintahkan Allah�

Tapi ternyata ada lagi permasalahan�banyak juga orang yang sebenarnya tidak berprasangka tapi tetap terhalang untuk menunjukkan identitas ke-islamannya, misalnya :
- � saya belum mau shalat atau ngaji, sebelum saya bisa menata dan membersihkan hati dulu �
atau juga
- � saya belum mau shalat atau ngaji, sebelum saya berhenti melakukan maksiat� atau juga
- � saya belum mau pakai jilbab sebelum menjilbabi hati dulu � atau juga
- � saya belum mau terlihat agamis, sebelum bisa benerin kelakuan dulu �

Kalau saya analogikan dengan �rangkaian arus listrik�, semua ibadah tsb, shalat, mengaji, menata hati, menjauhi maksiat, menutup aurat, memperbaiki perilaku, semuanya adalah kewajiban yang sifatnya �paralel�, bukan kewajiban yang sifatnya �seri �, masing-masing ibadah berdiri sendiri, ada pahalanya masing-masing, dan kalau meninggalkannya, ada dosanya masing-masing. Tidak bisa dicampuradukkan dan tidak bisa di-generalisir. Jadi bukan berarti harus menata hati dulu, baru mau shalat, ngaji, menutup aurat dst, tapi kewajiban-kewajiban itu dilaksanakan secara paralel. Malah kalau shalat dan ngaji kita sudah benar maka akan lebih mudah kita menata hati & terus memperbaiki diri.

Tapi ternyata ada lagi argumen seperti ini :
� ah percuma kalau sholat, ngaji, pake jilbab & terlihat agamis�kalau hatinya masih jelek, kelakuan amburadul, malah akan memperburuk citra Islam �
bantahannya :
� katanya orang Islam�tapi kok gak shalat, gak ngaji, gak pake jilbab dan gak melakukan kewajiban-kewajiban lainnya�bukannya itu memperburuk citra Islam juga ? �

Selain itu juga sudah semestinya kita saling menghargai� menghargai orang-orang yang memilih menunjukkan identitas ke-islamannya, karena pada dasarnya manusia adalah para da�i dan da�iyah, bagaimana Islam bisa ditegakkan sebagai rahmatan lil alamin, kalau pemeluknya sendiri merasa malu dan tidak bangga dengan identitas ke-islamannya. Juga setiap manusia memiliki kewajiban untuk memberikan keteladanan untuk orang-orang disekelilingnya, karena apabila ada yang mengikuti jalan kebaikan yang ia tunjukkan, pahalanya akan terus mengalir kepada dirinya tanpa dikurangi sedikitpun, sebesar pahala orang yang melakukan kebaikan.

� ayo teman-teman mari kita berlomba-lomba menunjukkan jalan kebaikan pada semua orang !!�karena pahalanya seperti multi level pahala�seperti pahalanya para sahabat-sahabat Nabi di generasi awal �

Lanjut lagi ke kaidah berikutnya :

2. Dalam menghukumi segala sesuatu, harus didasarkan atas bukti-bukti.

3. Memastikan kebenaran bukti-bukti tersebut. Jadi walaupun sudah ada buktinya, seandainya ada berita negative tentang seseorang, tetap harus dibuktikan kebenaran bukti-bukti tsb, misalnya dengan tabayun ( konfirmasi).

4. Bukti tersebut tidak saling bertentangan satu dengan yang lain

5. Senantiasa membersihkan hati dan niat yang tulus

6. Jauhkan diri dari masalah-masalah yang syubhat

7. Mencari lingkungan yang kondusif dengan memperbanyak teman-teman yang bisa saling mengingatkan, teman yang kalau kita bertemu dengan dia, kita akan teringat Allah, teman yang kalau dia bicara, akan bertambah ilmu kita, teman yang apabila ia berbuat, akan bertambah keimanan kita. Itulah teman sejati!

8. Jangan terpaku dengan masa lalu yang buruk dan mengabaikan masa kini yang baik. Jangan hanya karena suatu kejadian yang buruk antara kita dengan salah seorang teman, akhirnya kita jadi men-generalisir, segala sesuatu tentang dia maka akan selalu jelek dihadapan kita.

9. Memperhatikan adab Islam dalam berkomunikasi ( Dalam Islam tidak diperbolehkan berkomunikasi hanya berdua ( berbisik-bisik) dan meninggalkan orang ketiga , dan pembicaraan hendaknya dalam kebaikan & ketaatan.

Imam Syafi�i berkata : "Carikanlah 70 uzur ( alasan) untuk saudaramu, apabila ia melakukan kesalahan. Carikanlah prasangka terbaik yang memberikan ketenangan dihatimu."

Saya ingin memposting kembali artikel dari ukhti Hasna Kamilah tentang cara berprasangka baik, insya Allah sangat bermanfaat, Jzkh khoir ya ukhti�
Jika engkau bertemu dengan seseorang, maka yakinilah bahwa dia lebih baik dari dirimu. Ucapkanlah dalam hatimu:
�Bisa jadi kedudukannya di sisi Allah jauh lebih baik dan lebih tinggi dariku.�

Jika bertemu dengan anak kecil, maka ucapkanlah (dalam hatimu):
�Anak ini belum bermaksiat kepada Allah, sedangkan diriku telah banyak bermaksiat kepada-Nya. Tentu anak ini jauh lebih baik dariku.�

Jika bertemu orang tua, maka ucapkanlah (Dalam hatimu):
�Dia telah beribadah kepada Allah jauh lebih lama dariku, tentu dia lebih baik dariku.�

Jika bertemu dengan orang yang berilmu, maka ucapkanlah (dalam hatimu):
�Orang ini memperoleh karunia yang tidak akan kuperoleh, mencapai kedudukan yang tidak akan pernah kucapai, mengetahui apa yang tidak kuketahui, dan dia mengamalkan ilmunya, tentu dia lebih baik dariku.�

Jika bertemu dengan seorang yang bodoh, maka katakanlah (dalam hatimu):
�Orang ini bermaksiat kepada Allah karena dia bodoh (tidak tahu), sedangkan aku bermaksiat kepada-Nya padahal aku mengetahui akibatnya. Dan aku tidak tahu bagaimana akhir umurku dan umurnya kelak. Dia tentu lebih baik dariku.�

Jika bertemu dengan orang kafir, maka katakanlah (dalam hatimu):
�Aku tidak tahu bagaimana keadaannya kelak. Bisa jadi di akhir usianya dia memeluk agama islam dan beramal sholeh, dan bisa jadi di akhir usia, diriku kufur dan berbuat buruk.�


Tulisan ini bukan untuk mendiskreditkan siapapun, kalau ada orang yang merasa ter-diskreditkan, maka seharusnya sayalah yang paling pantas ter-diskreditkan oleh tulisan ini ^_^. Tulisan ini untuk mengingatkan diri saya sendiri, dan semoga sahabat-sahabat semua bisa mengambil manfaatnya.

� So..tenang�tenang�kita tidak sedang dihakimi kok ^_^�
semuanya hanya saling mengingatkan dan semua orang punya kewajiban utuk amar ma�ruf nahi munkar.

Mari sahabat kita tutup dengan doa

Ya Allah
Aku bermohon kepada-Mu yang paling baik
Dalam ilmu-Mu
Sampaikan salawat kepada Muhammad & keluarganya
Tetapkanlah yang paling baik bagiku

Ilhamkan kepada kami
Pengetahuan untuk memilih yang paling baik
Jadikan semua itu bekal
Agar kami rido akan apapun yang Kau tentukan
Dan beserah diri pada apapun yang Kau tetapkan
Singkirkan dari kami keraguan kebingungan
Perkuat kami dengan keyakinan orang-orang yang tulus

Jangan datangkan pada kami kelemahan
Untuk mengetahui apa yang telah Kau pilih
Supaya kami tidak mengecam ketentuan-Mu
Tidak membenci tempat keridoan-Mu
Dan tidak condong kepada hal yang menjauhkan kami dari hasil yang baik
Dan mendekatkan kami pada lawan keselamatan

Jadikan kami mencintai, apa yang kami benci dari ketentuan-Mu
Mudahkanlah bagi kami apa yang berat dari keputusan-Mu
Ilhamkan kepada kami keprasahan untuk menerima
apa yang Kau datangkan kepada kami dari kehendak-Mu
Sehingga kami tidak ingin menangguhkan apa yang Kau segerakan
Dan tidak mempercepat apa yang Kau tangguhkan
Tidak membenci apa yang Kau sukai
Dan tidak memilih apa yang Kau benci

Tutuplah kami dengan akhir yang paling terpuji
Dan tempat kembali yang paling mulia
Sungguh Engkau pemberi pemurah
Yang melimpahkan anugrah
Mengerjakan apa yang kau kehendaki
Engkau maha kuasa atas segala sesuatu
( Shahifah Sajjadiyah)

Jakarta, 12 Safar 1431 H
By : Nur Anisa Qadriyah & Yopi Nursali
[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved