|
Sholatnya Dimana Nih? Jurnal Muslimah - Wednesday, 03 March 2004
“Permisi pak, mushollanya dimana ya ?”
“Oh, di basement 2, mbak !”, sambil tersenyum petugas itu menunjuk lokasi sholat.
Dengan jalan tergesa, kami mengejar waktu sholat yang tersisa 1 jam lagi. Bukannya tidak ingin sholat di awal waktu, tapi memang situasinya tidak memungkinkan. Inginnya sih memang sholat di musholla yang telah disediakan oleh pihak panitia, tapi nunggu nya itu lho, duhh, gak kuat banget !! harus berjuang ekstra keras diantara puluhan akhwat yang sama-sama ingin menggunakan fasilitas tempat wudhu. Bayangkan saja, menunggu giliran antri berwudhu bisa hampir setengah jam sendiri, itupun belum mengantri untuk sholat. Jadi mirip-mirip pengungsi deh.
Akhirnya, kami (saya dan beberapa orang akhwat) sepakat untuk segera kembali ke Bogor. Tapi jika mengingat bahwa kami belum menunaikan kewajiban, beberapa akhwat memutar otak mencari tempat sholat yang terdekat dari Senayan (kecuali saya, yang tidak begitu paham tempat-tempat di daerah Senayan). Berhubung hari Ahad, maka musholla di dalam perkantoran sekitar Senayan tutup. Satu keputusan diambil, sholat di sekitar stasiun Cawang. Dimana dan bagaimana ?? itu urusan belakang. Hingga beberapa menit berlalu dimana waktu itu sangat berguna bagi kami, bis yang akan membawa ke stasiun Cawang tidak datang juga. Benar-benar melatih kesabaran –pinjam istilah ukhti Dini, teman saya-. 15 menit lebih bis yang dinantikan datang. Seperti laiknya sang idola, beberapa jilbaber dan para ikhwan berlari mengejar bis yang berjalan pelan-pelan. Seketika isi bis penuh sesak. Uffh …. Gerah, panas, dan bermacam-macam aroma bercampur aduk. Pusing ....
Berjalan menelusuri sekitar tol Cawang. Nihil. Tidak ada satupun musholla apalagi masjid. Yang ada malah sebuah bangunan perbelanjaan. Hmmm Â… mungkin saja didalamnya ada musholla. Siapa tahu. Trial and error saja. Begitu mendapat informasi dari bapak penjaga tiket, kami segera menuju tempat musholla. Sekilas saat melewati jalan di sekitar, ada aroma yang menusuk hidung. Entah dengan apa kami harus menutup hidung karena saputangan pun tidak kuasa menahannya. Ah sudahlah, lupakan saja aroma itu. Saya berkata dalam hati.
Menuju ke lantai 2 di bawah. Banyak mobil-mobil di parkir. Sesaat saya berpikir, musholla di tempat parkir ? seperti apa bentuknya ? hmm Â… coba saja kita lihat nanti. Berputar-putar mencari lokasi. Ada panah serta tulisan besar di bawahnya : MUSHOLLA. Lalu juga ada tulisan: TOILET. Aha !! ini dia tempatnya. Sesegera mungkin kami masuk ke dalamnya. Membuka kran air. Whuahh Â…. Panas ! lhaa .. air kok panas ?? padahal ini nggak ada tanda air panas atau air dingin. Sebetulnya memang tidak panas-panas banget. Hanya hangat yang berlebihan. Tapi tetap saja tidak nyaman untuk dibuat wudhu. Ini dari PAM bukan sih airnya ??? satu keanehan yang terpatri di pikiran saya.
Memasuki ruang musholla. Jangan pernah membayangkan hawa kesejukan khas musholla atau masjid. Suasana yang sering membuat orang betah berada di dalamnya (saking betahnya sampai ada tulisan : DILARANG TIDUR DI DALAM MASJID … hehehe). Ruangan panas segera menyambut kedatangan kami. Ah …. Bagaimana mau khusyuk, jika di dalamnya sudah seperti itu. Sampai-sampai ada candaan di antara kami ,”Itu air wudhu atau keringat ?”. Tidak salah memang jika orang lebih suka cepat keluar dari musholla lalu segera masuk ke dalam ruangan belanja yang sejuk. Sedih sekali … ingin protes rasanya. Tapi ke siapa ? toh hampir semua pusat perbelanjaan di kota Jakarta memiliki tipikal musholla yang sama. Berada di tempat parkir, kecil, panas. Walau ada satu tempat belanja dimana musholla yang keren banget. Bagaimana tidak keren, kalau ada AC di dalamnya (lumayan kan menghilangkan rasa panas karena berdekatan dengan mobil). Ruang putri dan putra terpisah. Kamar mandi yang lux. Pokoknya mantap dah ! hehehe …
Harus dinamakan apa hal-hal seperti ini. Pelecehan terhadap rumah Allah kah atau apa ? mungkin terlalu ekstrem jika mengatasnamakan seperti itu. Membangun tempat ibadah di lahan parkir. Yang notabene, orang ingin sholat menjadi tidak khusyuk karena udara sudah tercampur dengan gas karbondioksida. Bisa pingsan orang kalau kelamaan di dalam ruang yang seperti itu. Kenapa bisa membangun pertokoan yang mewah tapi ternyata hanya bisa membuat tempat ibadah yang kecil dan mungil itupun letaknya berada di lantai parkir. Ironis.
Memang tidak perlu sampai membuat musholla yang besarnya sama dengan tempat belanja, karena saya yakin lahannya pasti tidak akan cukup. Tapi alangkah bijaksananya kalau membuat tempat ibadah yang lebih layak dipakai. Layak disini maksudnya adalah membangun musholla yang tidak sampai membuat orang ingin segera menyudahi sholatnya. Karena tidak tahan dengan udara panas yang bercampur gas beracun.
Tugas yang lumayan besar untuk para pengusaha muslim yang ingin membuat pusat perbelanjaan. Selain memperhitungkan segi komersial tentu tidak kalah pentingnya memikirkan tempat untuk sholat yang sangat layak untuk dipakai.
Siapa berani mencoba ?
WallahuÂ’alam bishowab.
Jakarta Â…. Area Tol Cawang Â… medio maret 2003
muth_mlg [ 0 komentar]
|
|