[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Berinfak dengan Mengutip Diam-Diam Karena Orang Tua Pelit
Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Mbak sekarang aku punya masalah lagi mengenai Shodakoh/Infak

Kalau kuliah siang aku selalu mengganti ibu bekerja, kami wiraswasta dan penghasilan kami per hari saya rasa sangat cukup atau bahkan lebih dan alhamdulillah Allah memberikan rizki yang banyak kepada keluarga ku. Pada saat aku mengganti ibu ku untuk bekerja aku selalu mengambil beberapa rupiah untuk ber-infak tapi aku nggak pernah bilang kepada ibuku karena aku takut kalau ibuku nanti marah, karena aku tahu sendiri ibuku itu kadang-kadang sangat pelit kalau masalah mengeluarkan uang untuk ber-infak. Hanya saja aku merasa bahwa pemberian Allah yang banyak itu bukan hanya milik aku atau pun keluarga ku, itu sebagian milik anak yatim, orang yang tak mampu dan dll. Apakah saya berdosa bila mengambil uang untuk berinfak dan tidak izin dulu kepada ibuku, bagaimana pandangan islam tentang masalah saya ini?

Oh yaa mbak aku pernah baca kalau Seorang istri ber-infak tanpa sepengetahuan Suaminya dan itu adalah harta suaminya maka pahala infak itu akan jadi dua yakni pahala untuk suami dan istri, lha ini kan soal keluarga (Suami dan Istri ) lantas gimana kalau Anak dengan Ibunya?
Aku juga mo tanya buku apa sih yang terdapat Hadist shahih dari Bukhori.

Sekian atas jawabannya Aku mengucapkan banyak terima kasih

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Jawab:

Dalam bukunya, Hukum Zakat, DR Yusuf Qardhawy mengatakan bahwa pengertian Zakat wajib itu menurut bahasa Quran juga disebut dengan sedekah, dengan melihat ayat-ayat yang tertera di dalam Al Quran sendiri yang mengemukakan persoalan zakat (lihat Qs 9:103; 9:58; 9:60; 92:5-10, dll) dan hadits-hadits yang membahas tentang masalah zakat/sedekah.

Ketika menempatkan Muaz di yaman, Nabi berkata: “Terangkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah, yang dikenakan pada kekayaan orang-orang kaya.” (Bukhari Muslim)

Dengan begitu, saya kemungkinan dalam hal ini akan membahas shadaqoh/infak yang dimaksuk oleh ukhti penanya sebagai zakat, yang memang menjadi salah satu kewajiban yang harus dibayar oleh umat Islam dan masuk dalam salah satu rukun Islam.

Jika kedudukan zakat begitu penting bagi umat Islam, maka hikmah dari zakat tersebut tentulah sangat mulia. Qardhawy dalam bukunya tersebut mengatakan bahwa tujuan islam, dengan aturan zakatnya, bukanlah untuk mengumpulkan harta dan memenuhi kas saja, pun bukan pula sekedar untuk menolong orang yang lemah dan yang mempunyai kebutuhan serta menolong mereka dari kejatuhannya saja. Akan tetapi tujuannya yang utama agar manusia lebih tinggi nilainya daripada hartanya, sehingga ia menjadi tuannya harta bukan menjadi budaknya. Karenanya, maka kepentingan tujuan zakat terhadap si pemberi sama dengan kepentingannya terhadap si penerima. Di sinilah letak perbedaan kewajiban zakat dengan pajak-pajak yang diciptakan oleh manusia, dimana hampir tidak memperhatikan si pemberi, kecuali memandangnya sebagai sumber pemasukan bagi kas negara.

Ada beberapa faedah dari zakat bagi si pemberi zakat, yaitu sebagai berikut:

1.Zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir. Sifat kikir yang tercela merupakan tabiat manusia yang dengannya manusia itu diuji. Sifat kikir muncul karena timbulnya rasakeinginan untuk tetap memiliki selama-lamanya dengan cara mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Dalam hal ini zakat berfungsi mensucikan. Artinya mensucikan si pemilik dari keburukan sifat kikir yang merusak.

“Celakalah orang yang menyembah dinar, celakalah orang yang menyembah dirham, celakalah orang yang menyembah kemegahan, celakalah dan rugilah, apabila sesuatu menusukmu, maka janganlah dicabut.” (Qs 2: 1-3)

2.Zakat mendidik berinfak dan memberi. Artinya zakat mendidik agar si Muslim mempunyai rasa ingin memberi, menyerahkan dan berinfak semata untuk mencari ridha Allah. Artinya, zakat disini memiliki peranan untuk membentuk munculnya akhlak seorang Muslim yang bertaqwa bagi siapapun yang mengeluarkan zakat. Seorang yang memiliki akhlak yang penuh ketakwaan adalah orang yang siap menginfakkan apa yang ada pada dirinya untuk orang lain, menyerahkan miliknya sebagai bukti kasih sayang kepada saudaranya dan memberikan kebaikan dalam rangka kemaslahatan umatnya, yang jelas sangat jauh sekali berbeda dari mengambil harta orang lain, baik dengan cara merampas maupun dengan cara mencurinya. Dan adalah sangat sulit sekali orang yang memberikan hartanya kepada orang lain, semata mencari ridha Allah, dengan cara mengambil harta orang yang bukan miliknya, sehingga menarik untuk dirinya kemurkaan dari Allah (lihat Qs 92: 1-21).



3.Zakat merupakan manifestasi syukur atas nikmat Allah. Alangkah ruginya orang yang mengetahui adanya orang fakir yang sempit rizkinya, yang sangat membutuhkan, kemudian orang itu tidak menundukkan nafsunya untuk bersyukur kepada Allah dengan memberi kepada orang yang meminta dengan 2 Å“% atau 10 % dari hartanya. Begitulah gambaran dari manifestasi syukur yang digambarkan Imam Ghazali dalam Al-Ihya.



4.Zakat mengobati hati dari cinta dunia. DI sisi lain, zakat juga merupakan suatu peringatan terhadap hati akan kewajiban kepada Tuhannya dan kepada akhirat serta merupakan obat agar hati jangan tenggelam kepada kecintaan akan harta dan kepada dunia secara berlebih-lebihan yang bisa memalingkan manusia dari kecintaan kepada Allah dan ketakutan akan akhirat.

“Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya” (Qs 57:7)

5.Zakat menarik rasa simpati dan cinta. Zakat, mengikat antara orang kaya dengan masyarakatnya, dengan ikatan yang kuat, penuh dengan kecintaan, persaudaraan dan tolong menolong. Karena manusia apabila mengetahui ada orang yang senang memberikan kemanfaatan kepada mereka, berusaha untuk memberikan kebaikan kepada mereka dan menolak kemudharatan mereka,maka secara naluriah mereka akan senang kepada orang itu, jiwa mereka pasti akan tertarik kepadanya.

6.Zakat mensucikan harta. Karena berhubungan dengan haknya orang lain dengan suatu harta, akan menyebabkan harta tersebut bercampur.lotor, yang tidak bisa disucikan kecuali dengan mengeluarkannya melalui zakat.

“Apabila engkau telah mengeluarkan zakat harta engkau, maka sesungguhnya engkau telah menghilangkan keburukannya.” (hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dalam buku shahihnya dan Imam Hakim dari Jabia).

7. Zakat tidak mensucikan harta yang haram. Perlu diingat bahwa pengertian mensucikan harta dalam hikmah zakat adalah harta yang halal. Zakat tidak sekali-sekali mensucikan harta yang diperoleh dengan cara haram. Yaitu harta kotor yang sampai ke tangan pemiliknya melalui rampasan, pencopetan, pencurian, sogokan atau dengan meninggikan harta atau melalui riba atau melalui perjudian atau melalui bentuk-bentuk lain yang batal karena sesungguhnya zakat itu tidak memberikan dampak apa-apa bagi si pemberi zakat, tidak mensucikan dan tidak memberkahkannya.

“Sesungguhnya Allah itu Zat Yang Maha Suci. Ia tidak akan menerima sesuatu, kecuali yang suci pula.” (Hadits riwayat Muslim dan Turmizi).

“Barangsiapa yang mengumpulkan harta yang haram, lalu mensedekahkannya, maka tidak akan ada pahalanya, dan dosanya ditanggungnya.” (Hadits riwayat Khuzaimah dan Ibnu Hiban yang disahihkan oleh Imam Hakim).

“Allah tidak akan menerima sedekah hasil ghulul (khianat) dan tidak akan menerima shalat tanpa keadaan suci.” (Hadits riwayat Abu Daud dengan sanad sahih, dan dikatakan juga oleh Imam Muslim.)

8. Zakat mengembangkan harta. Memang rasanya aneh, bagaimana mungkin akan berkembang dan bertambah banyak sesuatu yang secara lahiriah dikurangi sebagiannya. Tapi orang yang mengerti, akan memahami bahwa di balik pengurangan yang bersifat zahir ini, hakekatnya akan bertambah dan berkembang, akan menambah harta secara keseluruhan atau menambah harta orang kaya itu sendiri. Sesungguhnya harta yang sedikit yang diberikan itu akan kembali kepadanya secara berlipat ganda, apakah ia tahu atau tidak tahu. Allah akan memberikan dengan anugerahNya kepada setiap orang yagn dikehendakiNya, dan Allah Maha Luas AnugerahNya (lihat Qs 34:39; 2:268; 30:39; 2:276).

Begitulah semua kebaikan dari zakat yang dikeluarkan bagi si pemberi zakat. Dengan kata lain, apa yang ukhti lakukan (mengambil uang ibu secara diam-diam untuk dizakatkan), walau bagaimanapun tidak dapat dibenarkan dalam syariat Islam. Mengapa?

Karena pertama, zakat yang ukhti keluarkan itu sama sekali tidak bisa memberi manfaat bagi keluarga ukhti. Ukhti tetap menaruh prasangka buruk pada ibu ukhti (baca= menyangka bahwa sifat kikir ibu ukhti tidak akan pernah berubah) dan ibu ukhti tidak pernah merasakan semua faedah dan kebaikan dari kebiasaan berzakat. Kedua, zakat yang ukhti keluarkan itu juga tidak memberi manfaat bagi ukhti sendiri. UKHti tidak memperoleh ketenangan dalam melakukan ibadah zakat ini karena adanya keraguan apakah harta yang ukhti ambil itu halal ataukah haram, hak ataukah bukan hak, belum lagi menimbulkan sebuah perbuatan untuk “mengambil secara diam-diam” yang tidak lain sesungguhnya adalah sebuah tabiat dari seorang pencuri. Ingat ukhti, perilaku Robin Hood (pencuri yang mencuri harta orang kaya untuk dibagikan pada orang miskin) dalam islam tidak dibenarkan!! Selamanya tidak dapat bercampur yang hak dan yang batil.

Adapun suami istri, harta yang dimiliki oleh suami istri itu adalah harta bersama, berbeda dengan harta orang tua dan anak. Harta orang tua adalah harta orang tua kecuali jika sudah diwariskan pada si anak. Dalam harta suami istripun, sebaiknya perilaku mengambil diam-diam istri pada harta suaminya itu (meski untuk kebaikan sekalipun) sepatutnya dihindari dan budaya saling menasehati untuk mendekati takwa dan menghindari kemunkaran ditegakkan di antara mereka.

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang mengurus (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara mereka. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.”(Qs 4:114)

Sekarang, yang mungkin lebih baik untuk dilakukan adalah mengajak ibu ukhti untuk mengenal Islam dan mempraktekkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari semata karena bersama mencari keridhaan Allah semata. Mungkin memang tidak bisa secara tiba-tba dan drastis, tapi sedikit demi sedikit. Semoga Allah memudahkan segalanya bagi ukhti, keluarga ukhti dan kita semua. Aamiin.

Pertanyaan kedua, buku yang ada hadits Bukhari dan Muslimnya, tentu saja buku kumpulan hadits Bukhari-Muslim. Ukhti bisa lihat di buku dengan judul, “Terjemahan hadits Shahih Bukhari” atau “Terjemahan hadits Shahih Muslim”. KEduanya memuat banyak kumpulan hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim. Jika ukhti berminat untuk mempelajari hadits, ada buku lain yang juga bagus untuk dibaca, judulnya, “Asbabul Wurud: Latar belakang Historis Timbulnya hadits-hadits rasul.” Selamat belajar yah Ukhti.

WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ade Anita
[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved