|
Putus Cinta dan Ajakan untuk Comeback Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004
Dear Mbak
Assallamulaikum. Namaku w. Aku punya masalah yang mengganjal di hati. Aku baru putus cinta dengan seorang pria yang satu akidah juga ((muslim). Dia yang putusin hubungan ini walaupun kita pernah ada niat buat ikuti sunnah rasul. Setelah putus itu selanjutnya sebenarnya aku udah ikhlas ama keputusannya dia buat putus karena memang ada satu masalah membuat kami harus putus.
Ternyata akhirnya sekarang dia kembali mau ajakin aku buat sambung kembali hubungan ini. Padahal aku udah kecewa banget mah keputusan nya dahulu. Kali ini dia bilang dia udah berubah total menjadi lebih baik ajaran agamanya dan juga selalu ingat Allah karena sekarang dia sudah tau bahwa aku emang dalam hal ini ngga sallah.
Pertanyaan saya mbak ade apakah saya berdosa menolak niat dia yang baik itu buat menjalin hubungan kembali? Sementara rasa sakit dan kecewa saya terhadap dia belum bisa terobati deh.
Please saya butuh jawaban dan advice dari mbak.
Wassallam
Jawab:
AssalamuÂ’alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh
Terus terang, keterangan yang kamu berikan padaku tidak begitu jelas menggambarkan hubungan kalian itu sebenarnya sudah sejauh apa? Berapa lama kalian sudah menjalin hubungan dan persoalan apa sebenarnya yang terjadi hingga kalian berdua akhirnya putus hubungan. Semuanya belum begitu jelas. Tapi saya akan memfokuskan pada pertanyaan yang kamu ajukan pada saya dalam hal ini.
Jika kamu bertanya pada saya, berdosa apa tidak menolak niat baik dia untuk menjalin hubungan kembali? Maka pertanyaan balik yang saya akan ajukan pada kamu adalah, si dia dalam hal ini berniat untuk menjalin hubungan seperti apa? Kembali berpacaran tanpa batas waktu yang jelas atau kembali mengajukan ajakan untuk langsung ke pelaminan? Kedua ajakan tersebut menyebabkan dua perlakuan yang berbeda dan jika ditilik dari sudut syariat Islam pun menghasilkan dua pandangan yang sangat jelas berbeda.
Satu hal yang mesti dipahami adalah, bahwa dalam Islam tidak dikenal istilah pacaran. Pacaran dalam hal ini adalah melakukan hubungan yang sangat akrab antara pria dan wanita, dimana dalam hubungan akrab tersebut juga diperbolehkan berlangsungnya sebuah perbuatan atau kegiatan yang sangat intim antara pria dan wanita tersebut. Kegiatan itu seperti berdua-duaan; saling melepas rindu dengan saling mengirim kalimat curahan isi kalbu yang membuai perasaan; saling menyentuh (peluk, cium) dan kegiatan sangat akrab lainnya. Semua kegiatan tersebut bisa dikategorikan mendekati zina. Karenanya, pelakunya tentu saja berdosa. Islam melarang dengan tegas perbuatan seperti ini.
Jadi jelas disini, jika ajakan yang diajukan si dia dalam hal ini adalah untuk kembali menjalin hubungan pacaran seperti sebelumnya, dimana dimungkinkan terjadinya hal-hal yang sulit dikendalikan oleh diri dan iman, tidak ada kejelasan dalam rentang waktu menuju pernikahan (atau hingga memungkinkan terjadinya sesuatu yang dilarang oleh agama Islam selama menjalin hubungan tersebut) maka tentu saja kamu bisa jadi berdosa jika menerima ajakan tersebut. Karena dengan begitu seakan kamu membuka pintu untuk terjadinya perbuatan yang jelas sangat dilarang oleh syariat agama kita, Islam, seperti perzinahan (atau segala sesuatu yang dekat pada zina), membangkitkan angan-angan kosong dan lebih banyak mendatangkan kemudharatan bagi keduanya ketimbang kemaslahatan.
Sebaliknya, jika si dia mengajak untuk menuju ke perkawinan, maka kamu bisa mempertimbangkan lagi ajakan tersebut. Islam sangat menganjurkan agas sepasang pemuda dan pemudi yang saling menaruh hasrat di dalam dirinya untuk saling mengikatkan diri dalam sebuah ikatan perkawinan.
Entah masalah apa yang terjadi sebelumnya antara kamu dan dia, tapi cobalah untuk merenung kembali dalam keadaan tenang, sebenarnya apa yang sesungguhnya telah terjadi antara kamu dan dia. Bagian apa dari dirinya yang membuat kalian berselisih dahulu? Apakah bagian tersebut termasuk hal-hal yang mendasar dalam kehidupan kamu dimana perselisihan yang dibuatnya akan menggoyahkan hal-hal yang bersifat prinsipil (hal-hal yang bersifat prinsipil, yaitu hal-hal yang sulit diubah karena berhubungan dengan keyakinan, falsafah hidup, watak asli atau sudut pemikiran yang jujur dari dalam hati masing-masing)? Ataukah hanya bagian yang menjadi kosmetik dalam keseharian hidup kalian berdua? Yaitu perselisihan yang bersinggungan dengan kebiasaan masing-masing yang sebenarnya bisa diubah jika ada kesadaran diri untuk berubah. Seperti kebiasaan merokok, kebiasaan tidak berpakaian rapi, kebiasaan marah dengan cara meledak-ledak atau bahkan ringan tangan, dan sebagainya. Semua ini adalah kebiasaan yang dipelajari karena sebuah kondisi tertentu yang dilewati individu dalam fase kehidupan yang dilewatinya. Jika ada kesadaran bahwa kebiasaan ini adalah kebiasaan buruk, ditambah keinginan untuk membahagiakan pasangan yang dicintainya, biasanya si pelaku akan berusaha untuk menghilangkan kebiasaan yang tidak disukai oleh pasangannya. Untuk itu, tentu saja harus tercipta sebuah komunikasi yang terbuka antar pasangan dan usaha untuk saling membantu di antara keduanya agar perubahan yang diinginkan terjadi. Bicarakanlah dengannya sesuatu yang sekiranya menimbulkan friksi di waktu yang telah lalu agar kelak tidak menimbulkan ganjalan di antara kalian berdua di masa yang akan datang.
Ade Anita [ 0 komentar]
|
|