[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Pipiet Senja: Tidak Goyah Oleh Penyakit
Profil Muslimah - Wednesday, 03 March 2004



KafeMuslimah.com - Siapa yang kenal Etty Hadiwati Arief? Mungkin hanya segelintir orang yang mengenal nama itu. Tapi kalau ditanya siapa yang kenal Pipiet Senja? Insya Allah nama tersebut sudah familiar di telinga kita. Etty adalah nama asli dari Pipiet Senja, seorang penulis otodidak yang telah menghasilkan kurang lebih 55 buah buku sampai sekarang sejak tahun 1975. Wanita berusia 46 tahun penyandang penyakit Thallasemia ini sungguh luar biasa produktifnya dalam bidang tulis menulis. “Berdamai dengan keadaan, mencari ridho Allah semata.” Itulah motto hidup beliau.

Sungguh satu kebahagiaan tersendiri bagi KafeMuslimah bisa mewawancarai beliau untuk berbagi pengalaman dengan sesama muslimah di sini. Berikut hasil obrolan santai kami.

MENULIS ADALAH DUNIAKU

Sejak kapan teteh mulai kegiatan tulis menulis ?
Sejak remaja, sekitar tahun 1975, mulai menulis melalui radio-radio, kan dulu mah nggak ada internet.

Apa yang mendorong teteh menyukai bidang tulis menulis?
Sebab aku kecanduan buku, kecanduan buku sejak bocah, keluargaku memiliki bibliotik atau perpustakaan, ayahku yang tentara “predator” buku. Lingkungan sangat mendukungku untuk menjadi seorang “pengkhayal”.
Awalnya simple saja, kepingin punya teman. Maklum, teteh kan remaja sangat kesepian, lebioh banyak di rumah sakit hidupnya.
Hanya bidang menulis ini pulalah yang masih mampu kulakukan, karena keterbatasan fisik dan pendidikanku. Sekolah formalku hanya sampai kelas dua SMU, selebihnya aku belajar dari kehidupan itu sendiri. Ya, kursus-kursus, pelatihan, paguyuban pengarang.
Inspirasi menurutku gak perlu dicari-cari, diubek sampe ke pasar antri segala, hehe… inspirasi insya Allah datang sendiri, umpamanya ketika saya jalan ke rumah sakit, ketemu pasien kanker yang divonis tinggal beberapa bulan lagi. Dari situ teteh bisa bikin cerpen atau novel temanya derita ibu kanker umpamanya.
Insya Allah, saya bisa menulis di mana saja dan kapan saja. Kalau saya lagi diopname di rumah sakit, saya suka bawa-bawa mesin ketik yang kuberi nama si denok. Nyuri-nyuri waktu dari dokter atau suster, pas mereka meleng, teteh ngederektek aja nuliiiisss…
Ceritain dong proses kreatif teteh dalam mencipta karya!

Biasanya kalau hanya bikin cerpen, nggak belibet urusannya deh, asalkan saya sudah tahu apa yang mau kutulis (emang kita mesti tahu dulu apa yang mau ditulis itu!), langsung saja ditulis, nggak pake sinopsis segala, nanti pas jalan juga biasanya ketemu konfliknya, umpamanya lewat dialog dan narasi.
Wuih, sulit nih neranginnya, gimana ya? Teteh ini kan otodidak, Nooon! Gak tahu teori-teori sastra, biar saja itu mah urusan yang sastrawan deh. Dulu, karya teteh sampe dituding para penulis senior di Bandung sebagai karya-karya kacangan, aah, mangga teh teuing! Asalkan, teteh yakin tulisanku nggak bakalan menyesatkan orang, nggak bakalan bikin ngebooor kayak si Inul gitu, yee... Nuliiis azaa!
Kalo untuk nulis novel, baru kutulis sinopsisnya, biar gak merembet ke mana-mana, ada pegangan. Tapi gak pake dikotret tangan dulu, langsung aja ngetik depan komputer.
Setelah berjilbab, aku pastikan tulisanku harus Islami, membawa ruhiyah Islaminya, insya Allah.

Dari pengalaman teteh selama ini menulis, gampang nda sih proses mempublikasikan tulisan itu?
Ini juga soal proses, Dik. Sebagai penulis senior, ceritanya udah punya merek, gitu dan dipercaya penerbit, biasanya malah aku ini diwanteeed, hihiÂ… ampuuun deh! Jadinya, ya, gampang-gampang saja.
Kalo penulis pemula, saya sarankan untuk jangan pernah menyerah, bombardir aza tuh para redaksi sama tulisan, bukan sama bom apa rudal, ya! Teror redaksi sama karya-karya kita, mosok sih gak mau muatin terus? Logikanya kan kalo seratus tulisan, insya Allah, pasti ada yang bakal mereka muat.
Asalkan, kita jangan nulis yang jelek atuh, ikuti standar, banyak bacaaaa! Dan bacanya bukan sekadar baca melainkan dilihat isinya, bahkan tanda baca, titik koma, membandingkan karya penulis yang satu dengan penulis lainnnya.

Menurut teteh apakah kegiatan menulis itu bisa dijadikan profesi?

Kayaknya bisa saja, ya! Kok kayak ragu neh? Gini, karena teteh banyak membutuhkan dana untuk pengobatan, itu yang puluhan juta dari royalti bukuku. Alhamdulillah, daku masih disokong sama suamiku. Makanya, jangan cuma mo jadi penulis doang, cari suami azaaa yang saleeeh, heheÂ…
Kalo lihat kehidupan seorang Asma Nadia, yang sering teteh kunjungi karena aku kebetulan suka bantu jadi editor di FBA, bisa jadi penulis itu memberi kehidupan yang layak. Mbak Asma Nadia yang baru nulis kalo gak salah sekitar tahun 1998, sekarang udah punya rumah sendiri, mobil pribadi, banyak karyawatinyaÂ… Insya Allah, bisa jadi profesi!

Tanpa membaca kita tidak bisa menulis, ibarat tong kosong nyaring bunyinya. Bagaimana pendapat teteh tentang hal ini?
Tuuuul diiik! Gimana mau jadi penulis kalo gak suka baca karya orang, otak kita malah kosong, ya, isi duluuu atuuuh!

Dalam seminggu berapa buku yang teteh baca? Apa ada target khusus, misalnya 1 bulan harus membaca sekian buku?

Sekarang mah aku gak pake target bacanya, ah! Soalnya sudah belibet sama menuliiis, jadi aku baca buku yang ada kaitannnya dengan novel atau buku yang sedang kugarap. Tapi kalo lagi mandek, baru teteh nongkrongin Bursa Buku dekat rumah. Numpang baca gratis, bolak-balik saban hari, hihiÂ… kasihaaan deh penjaganya suka gemes sama teteh, euy!

Buku apa yang paling teteh suka?
Waktu kecil aku suka baca Karl May dengan Old Sutherhand dan Winetou-nya. Juga komik-komik wayang Kosasih, cerita silat Kho Phing Ho. Pas remaja aku suka sajak-sajaknya Ajip Rosidi, WS.Rendra, Kuntowijoyo, Abdulhadi WM. Dari luar Charles Dicksen, Emille Zola, Barbara Cartland, Sidney Sheldon, PerlÂ’s Buck banyak lagi deh. Pas menjelang senja begini, kan udah nenek-nenek nih, baru deh buka buku agama, tapi bukan berarti dulu gak pernah baca buku Islam, bacalah Deek! Najib Khaelani, Hassan Al Banna, Sayyid Quthub dan belakangan Harun Yahya.

Apa teteh punya perpustakaan keluarga di rumah?
Koleksi buku punya, tapi kalo perpustakaan mesti lengkap, ya? Masing-masing, saya punya koleksi, dua anakku punya sendiri-sendiri, begitu pula bapaknya anak-anak punya sendiri. Kalo digabung, kayaknya bisa empat lemari ‘kali, ya…

Apakah di keluarga teteh ada juga yang menekuni kegiatan tulis menulis?
Anakku yang ngakunya udah akhwat, Adzimattinur Siregar, kelas dua SMPN 3 Depok, hobi baca juga hobi nulis. Tahun ini, insya Allah, ada satu buku serial ABG-nya yang akan diterbitkan oleh Gema Insani, judulnya “Amerika… Siapa Takut?!” Saat ini juga dia lagi menggarap serial ABG kedua, teteh lihat udah dikasih judul “Cover Boy Lemot”, bahasanya bahasa gaul, euy! Kepingin ketawaaaa, pantesan doi nulisnya juga sambil ketawa-ketiwi gitu sih!

Teteh seorang penulis produktif, dalam setahun berapa buku yang sudah teteh tulis? Apakah menjadi seorang penulis ini merupakan bakat atau hasil dari ketekunan berlatih?
Alhamdulillah, teteh termasuk penulis yang konsisten sejak dulu, artinya gak pernah berhenti menulis. Meskipun karya-karyaku gak ada yang bisa meledak, tapi fansku banyak juga, apalagi kalo ke daerah, deu… serasa celeb aza, hihi! Dari tahun 2000, sejak bergabung dengan komunitas Forum Lingkar Pena, dimotori Helvy Tiana Rosa, saya merasa terlecut untuk balapan melahirkan karya-karya Islami dengan para penulis muda FLP. Ada 20 novel yang telah teteh tulis sejak 2000 hingga sekarang, yang baru diterbitkan 13 buku. Kalo dijumlah sejak dulu bukuku ada 55 buah.
Sekarang mah teteh bakatnya itu bakat ku butuh, Neng, sueeer deh! Kan sebenarnya bakat itu hanya sekian persen, selanjutnya tergantung motivasi penulisnya. Apakah dia memang kepingin menjadi seorang penulis, atau cuma coba-coba, motivasiiii…. Ini sungguh modal awal!
Yap, ‘tul! Harus profesional, harus disiplin menulisnya, pendeknya tak ada hari terlewatkan tanpa menulis selain beribadahÂ…

Apa profesi teteh selain menulis (sekarang ataupun dulu)?
Waktu remaja teteh pernah jadi pramuniaga toko buku, cuma karena kepingin banyak baca buku. Pernah jadi penyiar radiop daerah, bawakan acara Pelangi Budaya. Pas dewasa pernah juga jadi reporter tabloid Mutiara, Selecta Group. Sekarang mah jadi ibu rumah tangga aza deh, alhamdulillahÂ…

Tolong dong berikan gambaran gimana nasib penulis wanita di jaman dulu dan jaman sekarang? Apakah dulu wanita punya kebebasan untuk berkarier?
Ada para penulis daerah, penulis Sunda yang teteh kenal, selain menulis dia menjadi tukang ikan asin di pasar. Nah, pas gak ada yang beli, dia nerektek nulis, bisa kebayang gak tuh kertas campur ikan asin atau terasi? Dia seorang penulis wanita, nasibnya malang, apalagi suaminya tauk ke mana… Semoga Allah memberkahi kehidupannnya kini, ya? Amiiin.
Zaman teteh remaja, senimannya banyak yang laki-laki. Jadi, teteh ngintil aja ke mana-mana sama para penyair dan penulis senior laki-laki, sediiih banget, euy! Alhamdulillah, Allah masih memelihara jiwa dan ragaku kala itu, teteh gak sampe kejeblos ke pergaulan nyeniman yang suka rada-rada urakan en nyeleneh itu, naudzubillahi min dzaliiik!
Tergantung lingkungannnya di mana wanita itu tinggal. Kalo lingkungan menengah ke pas-pasan, kayaknya semua wanitanya cari nafkah deh.

Sejak kapan teteh mulai berkerudung?
Sejak tahun 1987 sudah dikerudung, cuma pake kudung gaul gitu. Pake jilbab lebarnya tahun 1989, pas teteh mengandung anakku yang kedua, pas lagi ada isu jilbab beracun itu lho, sempet dimaki-maki kernet segalaÂ…

Bagaimana sih proses menciptakan seorang tokoh dalam cerpen itu?
Kan dari awal kita sudah tahu mo nulis karakternya yang seperti apa. Kalo cerpen sih gak usah didetailkan karakternya, lagipula gak banyak karakter, paling dua-tiga saja. Kita pegang terus tuh karakter tokohnya sampe cerpennnya tuntas. Tapi ada juga kalo karakter si tokoh mendadak berubah, nah ini soal teknik penulisan…
Teteh pribadi gak bisa tuh umpamanya disuruh bikin cerpen, novel keroyokan, jangankan keroyokan nimbrung seorang aza, nehiii! Sebuah karya tulis, novel, cerpen menurut teteh bersifat pribadi, sangat pribadi. Gak enaklah kalo dicampur-campur sama orang lain. Tapi terserah aja sih kalo yang memang sukanya nulis keroyokan… Ups, tolong bilang gimana bagi honornya, ya?

Dalam kafemuslimah.com kami memiliku rubrik cerita berantai, disitu pengunjung diajak berperan sebagai seorang tokoh. Apakah menurut teteh, rubrik tersebut bisa menjadi ajang pelatihan bagi pengunjung dalam menciptakan sebuah tokoh?
Ikhtiar KM sudah sangat baik, bisa saja melahirkan para penulis. Saya merasa bangga zaman cyber begini ada situs-situs khusus untuk muslimah, maju terusÂ… Allah SWT semoga memberkahi jalan kita semua. Amin.

Dalam menulis cerpen apa yang lebih dulu teteh ciptakan, apakah tokohnya dulu, alur, setting atau ada yang lain?
Teteh suka cari temanya dulu, trus juduuuul, ini sangat penting buat cerpen. Judulnya mestinya yang ciamik gitu, eeh, enak dirasa enak dibaca, bikin orang greget, penasaran.

Bagaimana cara membuat setting, misalnya di luar negeri, padahal teteh belum pernah ke sana. Apakah ada penelitian khusus untuk itu?
Belum lama ini saya menulis novel “Kapas-Kapas di Langit” setingnya di Negeri Sakura. Teteh melakukan riset, melalui internet buka situs-situs, banyak baca buku tentang Jepang, karakter masyarakat Jepang, bahkan bahasa sederhana, cakapan dikit-dikit. Teteh mengontak teman-teman yang mukim di Jepang, ada Vani kalo di FLP mah. Ada Ajip Rosidi, sekarang udah pulang. Teteh beli map Jepang, khususnya Tokyo umpamanya. Jadi tahu deh jalan-jalan di situ. Begitu juga karya lainnnya yang berseting mancanegara, Belanda, Palestina, dlsb.
Insya Allah, saat ini teteh lagi garap novel dwilogi; Potret Perempuan dan Lukisan Sang Dewi. Setingnya mulai dari Gunung Halu, Cililin sampai daratan Eropa, Belanda, Perancis, Amerika dan diakhiri balik lagi ke Cililin, dikuburkan di sonooo… gitu tokoh sentralnya. Mohon doa dari rekan-rekan muslimah sekalian, ya…?!

MENUMBUHKAN MINAT BACA

Bagaimana cara menumbuhkan minat baca pada anak?

Sejak dalam kandungan, mestinya seorang ibu telah mendongeng risalah Rasulullah, bacakan hadis atau buku-buku yang bermuatan bijak untuk calon bayinya. Pas lahir, tuh anak banyak juga kita dongengi. Anak jadi penasaran kepingin baca sendiri. Akhirnya dia minta diajari membaca, begitulah pengalamanku dengan dua anak.


KELUARGA NOMOR SATU

Apa suami teteh mendukung kegiatan-kegiatan teteh?

Insya Alllah mendukung, cuma kalo pergi ke daerah dia maunya teteh didampingi sama adik atau siapalah yang dipercayainya. Maklum, teteh kan penyakitan nih…

Bagaimana cara teteh membagi waktu antara kerja nulis, memenuhi undangan talkshow, seminar, dan keluarga?
Saya biasa bangun tengah tiga dinihari, sudah sholat lail, trus menulis sampe subuh. Demikian tiap hari kecuali kalo teteh harus ditransfusi, dua-tiga hari keluar rumah.
Kalo diundang talkshow, seminar dan launching buku; terpaksa rutinitas nulisnya terganggu. Jadi, biasanya teteh mohon kepada panitia untuk dijemput, dan dihonorin, apalagi kalo itu memang dijual tiketnya. Kecuali kalo memang untuk acara sosial, carikan dana buat panti asuhan umpamanya, yah, gratis saja bahkan kepinginnya ikutan nyumbang.
Syukron, anakku dua saja, yang pertama sudah hampir selesai kuliahnya di Ilkom IPB. Adiknya udah gede dan keduanya teteh ajari hidup prihatin dan mandiri. Gak manja, gak minta dilayani, maklum ibunya penyakitan dan bukan orang kaya…
Tapi yang jelas, teteh mengutamakan keluarga. Umpamanya, kata suamiku gak boleh jalan ke daerah, yah, udah nurut aza! Puyeng-puyeng amat, aah…

Dengan kesibukan teteh ini apa keluarga teteh tidak pernah protes?
Sebetulnya teteh gak banyak ke luar daerah, hanya di sekitar Jabotabek saja memenuhi pelatihan menulis, talkshow, seminarnya itu. Hanya sekali-sekali saja kok ke daerah, itu pun harus disosialisasikan (deu!) dulu sama anak-anak dan suami.
Kalo suamiku gak protes kok, paling cemberut, manyuuun kalo kelamaan perginya, entar juga baik lagi tuh, hehe… Anakku sudah mengerti kalo ibunya seorang penulis yang belakangan harus banyak beri ceramah, bagi-bagi ilmunya kepada generasi muda, begitulah kira-kira.

MUSLIMAH PROAKTIF

Menurut teteh seorang muslimah dalam mencari kerja harus melihat kriteria apa saja?

Idealnya sih kalo sudah jadi ibu kerjanya di rumah saja sambil momong masih bisa kerja. Profesi penulis ini sangat pas untuk muslimah. Kita memang kepingin menopang suami, karena zaman kini gak mungkin suami sendirian cari duit. Bantulah beliau, tapi kita jangan sampe lupa kodrat, bahwa kita muslimah, ibu dari anak-anak… Iih, afwan, teteh mah bukan dai, Ne!
Yang jelas, sebagai muslimah kita kerja harus sesuai syariat Islamlah, gak ngumbar aurat, memelihara hijab dlsbnya.

Setuju tidak kalau setiap pribadi muslimah harus memiliki keterampilan?
Sangat setuju, kan tadi udah dibilang. Biar tiap pribadi muslimah punya hargadiri, ini bukan soal gender, emansipasi atau apalah itu. Yang penting, kalo kita punya penghasilan sendiri, kita bisa menentukan sikap, suami akan lebih menghormati kita juga anak-anak. Itulah pengalamanku selama 23 tahun berumah tangga. Jadi bagi pengalaman nih!

PENYAKIT BUKAN HALANGAN UNTUK BERKARYA

Sebagai seorang penderita thalasemia, apakah penyakit merupakan halangan bagi teteh dalam berkarya? Atau malah menjadi lebih produktif. Sejak kapan teteh mendapat thalasemia ini?

Kan saya sudah membuktikannya sekarang, Dek. Penyakit bukan halangan untuk kreativitas menulis. Thallassemia ini penyakit genetis, sejak dilahirkan sudah membawa gen thallassemia. Ditransfusinya sejak kelas enam SD, secara berkala dua-tiga bulan sekali hingga sekarang. Obatnya gak ada kecuali ditransfusi darah, setelah ditransfusi teteh harus pake desferal, namanya syringedriver ditempelkan di perut mengalirkan obat desferal selama sepuluh jam. Jadi, saat-saat begitulah teteh gak bisa ngapa-ngapain, kata si Butet (anakku yang akhwat itu!) si Mama lagi jadi robot.
Semoga gak ada yang menderita seperti saya, siapapun adanya, sungguh penderitaan sepanjang hayat…. Tapi Allah Swt sangat Maha Welas Asih, selalu memberi kemudahan kepada teteh. Barakallah, di mana-mana banyak saja yang mo bantu dan meringankan beban deritaku.
Alhamdulillah, akhirnya penyakit ini bagi teteh malah merupakan berkah. Mungkin teteh gak akan jadi seorang penulis kalau gak thallassemia, ya kan?

PESAN UNTUK PARA MUSLIMAH

Ada pesan untuk muslimah di kafemuslimah.com?

Jadilah muslimah yang berpribadi, teguh dan mampu ngigelan zaman, ini peribahasa Sunda. Mampu menciptakan karya-karya dalam bidang apapun, optimalkan segala kelebihan yang anda miliki. Dan tentu saja jangan gateeek, hehe…
Salam kreatif dari teteh, kutunggu karya kalian di emailku. Dan maafkan kalo ada kata-kata teteh yang gak berkenan di hati kalian. (ziah)

BIODATA

Pipiet Senja nama pena Etty Hadiwati Arief, lahir di Sumedang, 16 Mei 1957 dari pasangan Hj. Siti Hadijah-SM. Arief (alm) seorang pejuang Â’45. Sulung dari tujuh bersaudara ini mulai menulis sejak remaja. Buku cerita anak-anak 25 buah. Novel yang telah dibukukan 30 buah.

Novel, novelet dan kumpulan cerpen teranyarnya adalah; Namaku May Sarah, Riak Hati Garsini, Dan Senja Pun Begitu Indah (novelet bareng Mariam Arianto, Asy-Syaamil), Serpihan Hati, Menggapai Kasih-Mu, memoarnya Cahaya di Kalbuku, Lukisan Rembulan, Trilogi; Kalbu, Nurani, Cahaya (Mizan), Kidung Kembara, Tembang Lara, Rembulan Sepasi, Rumah Idaman (Gema Insani Press)

Kumcer bareng penulis FLP; Suatu Petang di Kafe Kuningan, Merah di Jenin, Cermin dan Malam Ganjil, Luka Telah Menyapa Cinta (FBA Press), Kado Pernikahan (Asy-Syaamil), Kisi Hati Bulan (FBA Press), Semua Atas nama Cinta (Ghalia).

Profilnya ada pada Profil Perempuan Pengarang Peneliti Penerbit di Indonesia, ed. Korrie Layun Rampan. Karyanya ada di buku Penulis Perempuan Indonesia, ed. Korrie Layun Rampan, Bunga Rampai Wanita Penulis Indonesia, Rumah Tanpa Cinta.

Penulis prolifik, julukannya dari Helvy Tiana Rosa, menulis juga dalam bahasa Sunda. Karya-karyanya di majalah Mangle, harian Gala dan tabloid Galura. Wanita Sunda ini pasien klinik Haemotologi dengan thallassaemia yang dibawanya sejak dilahirkan. Dia harus ditransfusi darah secara berkala seumur hidupnya.

Istri Drs. HE.Yassin Siregar, memiliki dua orang anak yakni; MK. Haekal Siregar (22), Adzimattinur KN. Siregar (12). Kini dia menetap di Depok, aktivis Forum Lingkar Pena. Kritik dan saran demi perbaikan ditunggu di emailnya; [email protected]

***


GALERI BUKU
Berikut adalah sebagian dari karya-karya Teh Pipiet Senja.









[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved