[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Jenuh dengan Pekerjaan
Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004

Mbak. Saya udah kerja dan berusaha mencintai pekerjaan saya karena saya tau nyari kerja itu susah. Tapi kadang-kadang saya jenuh banget, bawaannya sering uring2an gitu.

Gimana ya mbak menghadapinya? Tolong mbak kasih saya solusi. Saya juga membuka diri untuk saling bercerta dengan teman2 muslimah untuk saling bercerita. Makasih ya mbak.

Jawab:
AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Saya tidak tahu pekerjaan jenis apa yang ukhti jalani saat ini. Apakah jenis pekerjaan yang mengharuskan berada di lapangan, ataukah pekerjaan yang mengharuskan ukhti selalu berada di belakang meja. Apakah jenis pekerjaan dimana yang ukhti temui sepanjang hari kebanyakan adalah benda-benda mati seperti kertas, mesin ketik dan pesawat telepon, ataukah jenis pekerjaan yang menyebabkan ukhti harus bertemu dengan banyak orang yang silih berganti setiap harinya, ataukah jenis pekerjaan yang mengharuskan ukhti menemui orang-orang yang sama setiap hari selama beberapa jam. Apakah jenis pekerjaan dimana ukhti lebih sedikit bicara ataukah jenis pekerjaan dimana ukhti harus banyak menggunakan deretan kalimat untuk dikatakan. Tapi apapun itu, saya ambil kesimpulan bahwa pekerjaan yang ukhti jalani saat ini sebenarnya adalah sebuah jenis pekerjaan yang tidak begitu ukhti sukai, hanya saja karena “berhasil” mendapatkannya maka ukhti berusaha untuk “mencintai” pekerjaan ukhti tersebut (terlebih mengingat bahwa zaman sekarang mencari pekerjaan sangatlah sulit dan saingannya sangatlah banyak).

Ada pepatah yang mengatakan bahwa Cinta itu muncul karena terbiasa, artinya jika sesuatu dilakukan secara terus menerus, maka lama kelamaan rasa cinta untuk melakukan sesuatu itupun hadir (biasanya pepatah ini diterapkan pada seseorang dan lawan jenisnya yang jika sering bertemu dan berinteraksi maka lama kelamaan rasa cinta di antara keduanya pun akan hadir). Tentu saja, kenyataan yang terjadi sebenarnya dari pepatah terkenal tersebut adalah bahwa ada proses yang terjadi sebelum rasa cinta itu hadir. Ada pertemuan, ada kesamaan, ada perubahan motivasi/persepsi, ada kebersediaan dari kedua belah pihak, ada keinginan, dan ada usaha dari keduanya.

Di email ukhti, ukhti katakan bahwa ukhti sudah berusaha untuk mencintai pekerjaan ukhti. Itu artinya, ada proses yang terjadi, meski mungkin baru setengah atau tiga perempat atau mungkin baru seperempat, untuk menghadirkan rasa cinta tersebut. Hanya saja, ada satu yang tampaknya mesti ukhti ubah dalam usaha untuk mencintai pekerjaan tersebut. Sesuatu itu adalah sudut pandang ukhti terhadap pekerjaan sekarang dan motivasi ukhti untuk menjalaninya.

Saya baca, ada sebuah penekanan yang coba ukhti sampaikan di email ukhti, yaitu bahwa ukhti menerima dan melakukan pekerjaan tersebut karena adanya kesadaran sulitnya mendapatkan pekerjaan di zaman sekarang ini sehingga pekerjaan apapun yang bisa membuat ukhti tidak menganggur selama ini halal (insya Allah semua berharap demikian) dan menerima gaji jika melakukannya ukhti terima, meski pada dasarnya ukhti tidak begitu menyukai bidang pekerjaan tersebut. Nah, sudut pandang inilah yang pertama kali harus ukhti ubah.

Tidak bisa dipungkiri memang sulitnya mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang cukup memadai di zaman ekonomi sulit seperti sekarang ini. Ya sudah, toh saat ini ukhti sudah mendapatkan pekerjaan. Alhamdulillah, sekarang berhentilah untuk berpendapat bahwa “apa boleh buat— daripada daripada”….Karena deretan kalimat tersebut jika dibiarkan bercokol di dalam pikiran akan mempengaruhi proses pemberian motivasi untuk menjalani kelanjutannya. Artinya, selama pendapat “daripada-daripada” tersebut hadir di dalam kepala ukhti maka sekeras apapun ukhti berusaha mencintai pekerjaan ukhti maka cinta yang hadir itu bukanlah cinta yang tulus, tapi cinta yang dipaksakan.

Cinta palsu tersebut hanya bisa melihat dari sisi luarnya saja, bukan muncul dari dalam hati, itulah yang membuat ukhti sering merasa jenuh. Ukhti berusaha mengerjakan tugas-tugas yang diberikan atasan sebaik mungkin, tapi itu semua ukhti kerjakan dengan sebuah motivasi “bekerja yang baik, supaya tidak dikeluarkan dan dapat bonus kalau hasilnya baik”. Ketika harapan tersebut berhasil ukhti capai, maka yang muncul adalah sebuah penemuan yang tidak terlalu mencengangkan, “yah, alhamdulillah tetap bisa kerja disini meski bonusnya tidak seberapa dibanding capenya, jenuhnya….”. Artinya, masih ada sisa kekecewaan karena ternyata hasil yang diperoleh tidak terlalu maksimal. Penemuan tersebut kian lama kian membentuk sebuah cara berpikir yang permanen, “bahwa kalau saya begini hasilnya begitu” ; “jika saya kerjakan sekarang nanti juga selesainya tiga jam lagi”. Akhirnya yang ukhti kerjakan terasa seperti sebuah rutinitas belaka. Tidak ada lagi sesuatu yang terasa indah yang ingin ukhti capai karena semuanya sudah bisa ukhti prediksikan sebelumnya. Inilah yang membuat ukhti merasa jenuh. Ini yang saya sebut cinta palsu, karena cinta yang berusaha kita hadirkan itu sebenarnya hanyalah sebuah harapan untuk mengobati motivasi yang dangkal yang muncul karena persepsi “apa boleh buat, daripada-daripada”.

Harapan dan motivasi sesungguhnya adalah segala sesuatu yang coba dihadirkan seseorang untuk menggapai cita-citanya.

Semua orang harus punya cita-cita. Karena cita-cita itulah yang akan menjadi motivasi kita untuk menjalani hidup, mengisi hidup dan memberi makna pada kehidupan sehingga kita dapat menikmati hidup. Cita-cita itu sama dengan tujuan akhir yang ingin dicapai. Ada yang ingin A, ingin B dan ingin C, tapi selama cita-cita itu diperuntukkan untuk mencapai segala sesuatu yang bersifat keduniaan maka itu adalah cita-cita pendek. Mengapa? Mungkin untuk mencapainya memerlukan waktu yang lama, memerlukan kerja yang giat tapi dengan sebuah usaha keras (ikhtiar) maka insya Allah cita-cita itu bisa dicapai. Lalu setelah cita-cita itu tercapai? Habislah semangat dan gairah. Hidup akan kembali terasa sepi dan tidak begitu berarti lagi. Bosan. Jenuh. Sepi. Kosong. Ada banyak istilah untuk menyebutnya.

Islam memberikan solusi untuk setiap orang agar kelak hidupnya tidak mengalami hal-hal demikian. Yaitu dengan mengajak umatnya untuk bercita-cita memperoleh kebahagiaan akhirat. Mereka yang bercita-cita untuk memperoleh kebahagiaan akhirat, sesungguhnya insya Allah juga akan memperoleh kebahagiaan dunia sekaligus. Itulah cita-cita panjang yang dihimbau oleh Islam agar dimiliki oleh semua ummatnya.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (Al-Hujurat: 15)

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Al-Baqarah: 201)

Masih bisakan kita merubah cita-cita hidup untuk menggapai kebahagiaan akhirat di saat sekarang? Masih. Selama hayat masih dikandung badan sesungguhnya cita-cita untuk memperoleh kebahagiaan akhirat itu masih bisa dibentuk.

Bagaimana caranya? Dengan memberi makna pada semua pekerjaan yang coba kita jalani dengan sebuah motivasi, “bahwa Allah akan memberi ganjaran pada segala sesuatu yang dikerjakan untuk mendapatkan keridhaannya.”

“Sesungguhnya semua perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang memperoleh balasan sesuai dengan niatnya. Maka barangsiapa yang hijrah demi Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya itu memperoleh balasan dari Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrah demi dunia, ia akan memperolehnya; atau jika demi perempuan, ia akan menikahinya. Maka hijrahnya sesuai dengan apa yang ia tuju.” (HR Bukhari dan Muslim dari riwayat Umar bin Khattab ra)

Dengan memberi makna pada semua pekerjaan yang coba kita jalani dengan sebuah semangat, “bahwa segala sesuatu yang dikerjakan itu adalah ibadah yang memiliki nilai tersendiri di hadapan Allah.”

“Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyi-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik.” (Al-Kahfi: 30)

“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (Az-Zukhruf: 21)

“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah:105)

Dengan memberi makna pada semua pekerjaan yang coba kita jalani dengan sebuah cita-cita, “memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat”.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An-Nahl: 97)

Artinya, yang harus ukhti lakukan selanjutnya setelah menyingkirkan dan membuang jauh-jauh pendapat “apa boleh buat daripada-daripada” adalah memberi makna pada pekerjaan ukhti bahwa apa yang ukhti kerjakan saat ini semata adalah salah satu lahan ibadah untuk mendapatkan keridhaan Allah semata. Tanamkan keyakinan bahwa Allah “is here, there, and everywhere”, sehingga jika ukhti melakukan sesuatu cobalah untuk mencurahkan segala kemampuan yang ada untuk memperoleh hasil yang terbaik semata untuk mendapatkan keridhaan Allah semata karena pekerjaan tersebut adalah salah satu amanah dan “perhiasan” dunia yang dititipkan Allah untuk melihat siapa hamba-Nya yang terbaik dalam bertakwa dan beriman.

Lalu, coba juga untuk melihat sisi lain selain pekerjaan. Misalnya, cobalah lihat adakah lingkungan yang baik untuk didekati di sekitar tempat ukhti bekerja. Hal ini dilakukan untuk memberikan variasi dari apa yang selama ini sudah berubah jadi kerutinan. Misalnya, mencoba mendapatkan sahabat yang baik, mencoba untuk menyalurkan hobbi yang selama ini terpendam, mencoba untuk bergabung dengan kelompok yang punya minat dan visi yang sama, atau mencoba untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan tambahan yang berguna bagi peningkatan kemampuan ukhti sendiri. Akan lebih baik jika semua kegiatan tersebut diatas dilakukan dengan lingkungan yang bisa membantu kita untuk terus ingat Allah (jadi bukan kegiatan yang justru membuat kita jauh dari mengingat Allah), juga lingkungan yang memberikan dukungan untuk menyebarkan amar maÂ’ruf nahi munkarÂ’. Semoga Allah akan meridhai semua yang ukthi lakukan. Aamiin.
Semoga bermanfaat

WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved