|
Ibu Melarangku berjilbab lebar Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004
Assalamualaikum Wr Wb
Saat ini aku lagi sedih banget mmbak karena ibuku kini telah berubah di saat aku mulai memperbaiki keimanan dan tinggkah lakuku saat ini ibuku melarangku mengikuti pengajian, karena dia beranggapan saat aku mulai mengikuti pengajian tersebut aku kini telah berubah dan mulai fanatik padahal mbak pengajian itu berisikan masalah keluarga dan terdapat hafalan2 serta pertanyaan2 apabila kami tidak jelas. Saat ini ibuku melarangku di berbagai bentuk keagamaan dia melarang ku mngikuti pengajian manapun dan dia ingin aku menjadi seperti dahulu yang biasa dan memakai jilbab yang biasa nggak usah yang gede-gede trus katanya lagi aku menjadi sering menceramahi mereka terutama ibuku padahal mbak aku sudah njelasin semua kepada mereka bahwa aku tidak menceramahi tapi aku hanya menasehati dan memberikan sedikit pengertian kepada mereka. pada saat aku tidak diperbolehkan untuk mengikuti pengajian aku sudah mencoba membujuk ibuku untuk ikut pengajian ditempatku itu tapi dia enggan dia bilang kalau dulu dia pernah mengikuti pengajian orang2 yang berjilbab gede (salafi) dan dia tidak suka karena adanya berbagai peratutan dan fanatik serta berbagai macam alasan yang dilontarkan kepadaku aku seakan merasa bahwa Allah telah menutup pintu hatinya dan cobaan yang diberikan kepadaku saat ini aku berharap ibuku sadar terhadap perbuatannya dan memperbolehkan aku mengikuti pengajian ataupun kegiatan yang bisa meningkatkan ilmuku serta keimananku.
yang ingin aku tanyakan
1. Alasan ibuku yang paling utama adalah dia takut kalau aku sulit mendapatkan pekerjaan kalau berjilbab gede, apakah jaman sekarang ini wanita yang berjilbab gede masih sulit mendapatkan pekerjaan , dan pekerjaan yang cocok buat saya apa mbak?
2. Kalau aku mau mengikuti pengajian tapi dengan cara sembunyi2 dosakah itu? dan aku hanya meminta izin kepada Ayah dan dia memperbolehkan aku, bagaimana pandangan islam mengenai ini
3. Sikap ibuku yang begitu harus di taati atau tidak, dan bagaiman hukum islam mengenai hal ini
4. bagaimana cara menyadarkan ibuku selain do'a mbak?
sekian atas jawabannya nanti dan terimakasih atas perhatian dan saran-saran mbak ade
Wassalamu'alaikum Wr Wb
Jawab:
AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
1. Alasan ibuku yang paling utama adalah dia takut kalau aku sulit mendapatkan pekerjaan kalau berjilbab gede, apakah jaman sekarang ini wanita yang berjilbab gede masih sulit mendapatkan pekerjaan , dan pekerjaan yang cocok buat saya apa mbak?
Jawab: Jika ada seseorang yang meragukan kemampuan kita karena melihat penampilan fisik yang kasat mata (entah itu karena jilbab, atau karena wajah atau tinggi badan dan sebagainya) maka tidak ada cara lain yang lebih efektif untuk meruntuhkan keraguan ini ketimbang membuktikan bahwa keraguan orang tersebut tidak benar dengan cara berprestasi dan menunjukkan bahwa kita mampu.
Memang ada beberapa perusahaan yang menerapkan sebuah peraturan agar karyawatinya tidak mengenakan busana muslimah dengan jilbab lebar. Biasanya karyawati yang dikenakan peraturan ini adalah karyawati yang tugasnya memang sebagai duta perusahaan. Biasa menduduki posisi di frontdesk, sebagai humas, sebagai teller, sebagai customer services atau sebagai sales representatif, atau mungkin sebagai satpam wanita, dll profesi dimana memungkinkan dia untuk tampil menghadapi para konsumen mewakili perusahaannya. Ada image bahwa wanita dengan jilbab lebar adalah wanita yang mahal senyumnya, tidak ramah dan sulit bersosialisasi (kaku dalam pergaulan). Itu sebabnya untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut memang agak sulit. Bagaimana mungkin mempertahankan konsumen dengan tampilan seperti itu? Padahal keberlangsungan perusahaan banyak yang bergantung pada relasi yang baik dengan konsumen (sehingga ada istilah, “konsumen adalah raja”).
Jika ditanya siapakah yang bersalah dalam hal ini? Saya sendiri tidak tahu. Islam sendiri sama sekali tidak mengajarkan akhlak yang diduga orang seperti itu. Jadi, bukan ketentuan jilbab lebarnya yang salah atau ajaran Islamnya yang salah. Maha Benar Allah. Tapi para pelaku dan “duta Islam”lah yang paling mungkin untuk dilihat dalam hal ini. Artinya, bukan mungil atau lebarnya jilbab yang menyebabkan seorang muslimah sulit mendapatkan pekerjaan dan kepercayaan dari orang lain, tapi, ketidak mampuan si jilbaber untuk membawakan diri dengan baik di tengah masyarakatlah penyebabnya.
Saya berulang kali mengatakan di forum ini bahwa sebagai seorang muslimah yang berjilbab, tiap-tiap kita otomatis menjadi duta Islam, artinya di pundak kitalah orang akan melihat bagaimana representatif Islam itu sebenarnya. Keras atau lembut, mudah atau sulit, damai atau anti damai, kooperatif atau non kooperatif (tidak ingin bekerjasama).
Perusahaan lain yang menerapkan peraturan untuk tidak menerima karyawati berjilbab lebar adalah perusahaan pabrik dengan sistem ban berjalan. Artinya, tiap-tiap orang punya tugas khusus yang memerlukan kerapihan, ketelitian dan keringkasan berpakaian. Misalnya di bagian packing makanan kaleng, atau bagian penyortiran di pabrik minuman kotak. Dengan jilbab yang terlalu lebar, perusahaan ragu apakah pakaian itu bisa mendukung kerja si karyawati. Bagaimana jika jilbabnya tersangkut mesin berjalan? Bagaimana jika cahaya yang jatuh terhalang oleh lambaian jilbab lebar si karyawatiÂ… itu sebabnya terkadang mereka menerapkan pakaian seragam yang ringkas termasuk bentuk jilbab yang boleh dikenakan di dalam pabrik.
Kalau sudah begini, maka kembali pada kompromi yang harus diambil oleh karyawati berjilbab lebar. Apakah dia bersedia memodifikasi jilbab lebarnya hingga masuk wilayah toleransi perusahaannya atau tetap ingin mempertahankan kelebaran jilbabnya. Di dalam syariat sendiri tidak ada ketentuan seberapa lebar jilbab yang harus dikenakan oleh wanita selama jilbab itu terulur menutup leher, kuduk, dada dan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak daripadanya (An-Nur:31).
Fatimah binti Qais berkata, Rasulullah berkata, “Pindahlah engkau ke rumah Ummu Syuraik….” Maka aku menjawab, “Akan saya kerjakan.” Lalu beliau bersabda, “Jangan engkau laksanakan, karena Ummu Syuraik itu adalah wanita yang banyak tamunya. Aku tidak suka kalau kerudungmu jatuh, atau terbuka pakaianmu dari kedua betismu, lalu orang-orang dapat melihat sebagian dari sesuatu yang tidak kamu sukai….” (HR Muslim)
Anas ra berkata, “Sungguh aku melihat Aisyah binti Abu Bakar dan Ummu Sulaim ketika keduanya menyingsingkan baju panjangnya. Maka aku melihat pergelangan kaki keduanya ketika keduanya mengangkat kantong-kantong air dengan cekatan di atas punggung mereka. Lalu keduanya menuangkannya ke dalam mulut orang-orang, kemudian mereka kembali mengisinya lagi, lalu mereka datang kembali dan menuangkannya ke mulut orang-orang…” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Abi Naufal, bahwa Asma binti Abu bakar berkata, “.. Demi Allah, aku mempunyai dua sabuk, yang satu kupergunakan untuk mengangkat makanan Rasulullah saw dan makanan Abu Bakar dari kendaraan, dan yang lain adalah sabuk wanita yang amat diperlukannya…” (HR Muslim)
Dari hadits-hadits tersebut tampak bahwa ada toleransi arif bagi wanita yang bekerja demi untuk memperlancar pekerjaannya selama toleransi berpakaian itu tidak keluar dari syariat yang sudah jelas adanya, serta tidak menimbulkan fitnah. Tanpa toleransi yang bijaksana pada akhirnya keluar masuk perusahaan beberapa kali bagi si jilbaber akhirnya menjadi lazim terjadi dan tanpa terasa membuat image si karyawati yang berjilbaber ini menjadi buruk. Ada image bahwa dia orang yang tidak bisa bekerjasama; ini yang membuat dia sulit memperoleh pekerjaan di tempat lain pada akhirnya dan inilah yang membuat ibumu miris dan susah hati jika kamupun suatu hari nanti seperti itu adanya.
Hal lain yang juga membuat si jilbab lebar sering mengalami kesulitan dalam bekerja di perusahaan tempatnya bekerja adalah “atmosfere” (suasana) di dunia kerja yang kebanyakan terjadi pembauran yang tak terelakkan antara pria dan wanita, muslim dan non muslim. Terkadang, karena merasa tidak bisa menerima pembauran tersebut, si jilbab lebar sering mengasingkan diri dari teman-temannya. Karena tidak adanya teman, dia tidak punya relasi yang baik dengan team kerjanya akhirnya ini bisa menyulitkan dia untuk membina perkembangan karirnya. Karirnya sulit berkembang karena biar bagaimanapun bekerja di sebuah perusahaan adalah mengerjakan sebuah kerjasama dengan orang lain untuk keberhasilan bersama. Tidak bisa segala sesuatunya dikerjakan seorang diri.
Lalu bagaimana cara kita untuk memasuki dunia kerja di tempat-tempat tersebut? Tidak ada lain dengan cara mematahkan image itu. Rasulullah sudah memberi kita contoh yang baik dalam bekerja. Beliau SAW bisa bekerjasama dengan orang-orang yahudi dan nasrani, beliau juga berdagang dengan orang-orang nasrani selama mereka tidak memusuhi agama Islam dan tidak mengusir umat lain dari tempat tinggal mereka. Mereka semua non muslim tapi Rasulullah tidak pernah membedakan hal itu dalam berdagang dan bekerja. Rasulullah juga menjalin hubungan kerjasama dengan wanita yang non muhrim. Sebelum menikah dengan Khadijah ra, Khadijah ra adalah bos dan rekan usahanya. Belum lagi akhlak beliau yang luar biasa sehingga dijuluki al-amin.
2. Lalu pekerjaan apa yang cocok buatmu?
Berpulang pada kamu sendiri. Bidang pekerjaan apa yang kamu minati saat ini? Lalu bidang pekerjaan apa yang kamu kuasai saat ini? Apakah bidang pekerjaan lapangan ataukah bidang pekerjaan kantoran? Bidang pekerjaan yang lebih banyak menghadapi manusia ataukah bidang pekerjaan yang lebih banyak menghadapi tulisan dan mesin ketik? Bidang pekerjaan yang banyak mengandalkan hapalan ataukah bidang pekerjaan yang lebih banyak mengandalkan analisa? Mulailah tekuni bidang yang kuasai dan minati hingga menguasai dan berprestasi di bidang-bidang tersebut. Juga kembangkan sikap yang ramah, luwes dan pandai bergaul. Belajar juga untuk bersikap arif dalam menghadapi segala sesuatu. Ingatlah selalu bahwa sebagai wanita berjilbab, kita semua adalah duta Islam, sosok yang merepresentatifkan Islam. Dengan kepandaian di atas rata-rata dan keluwesan dalam pergaulan, serta kearifan dalam bertindak, meski kamu berjilbab sangat lebar sekalipun, insya Allah kamu tidak mengalami kesulitan yang cukup berarti dalam bekerja dimanapun.
2. Kalau aku mau mengikuti pengajian tapi dengan cara sembunyi2 dosakah itu? dan aku hanya meminta izin kepada Ayah dan dia memperbolehkan aku, bagaimana pandangan islam mengenai ini.
Rasulullah pernah mengatakan bahwa seorang suami saja, yang punya kekuasan besar pada istrinya, dilarang untuk melarang para wanitanya untuk mengunjungi masjid-masjid Allah. Artinya, kegiatan untuk memperkaya ilmu dan menguatkan kerohanian itu sangat dianjurkan dikerjakan oleh semua orang. Tapi di sisi lain, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari, maka izin dari orang tua (bagi yang belum menikah) dan izin dari suami (bagi yang sudah menikah) adalah mutlak adanya. Sehingga mereka jelas dan tahu kemana kita pergi dan apa yang kita lakukan. Karena ketidak jelasan kabar berita bisa melahirkan sebuah prasangka, dan sebagian prasangka itu adalah dosa.
Dalam hal ini, ijin dari ayah, jika dia memang sudah memberikannya dengan ikhlas dan bahkan memberi support sudahlah cukup. Ayah dan ibumu adalah sepasang suami istri, meski mungkin di depan kamu mereka terlihat berbeda pendapat dan sikap tapi sebenarnya mereka selalu membagi cerita dan saling menginformasikan apa yang mereka ketahui pada pasangannya. Mungkin mereka belum mencapai kata sepakat dalam hal ini tapi itu semua masih merupakan proses yang terus berjalan (dan mungkin proses ini baru akan berhenti jika sudah terlihat bukti positif yang meyakinkan). Berdoalah selalu pada Allah, agar Allah membantu membukakan pintu kemudahan bagi kamu untuk melaksanakan apa yang terbaik bagi dirimu di hadapan Allah SWT.
3. Sikap ibuku yang begitu harus di taati atau tidak, dan bagaimana hukum islam mengenai hal ini.
Ada sebuah kisah, Dari Abu Hurairah ra, dia menceritakan, ada seseorang yang datang kepada Rasulullah SAW seraya bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak saya pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab: “Ibumu!” Orang itu bertanya lagi: “Lalu siapa?” “Ibumu!” jawab Beliau: “Lalu siapa lagi?” Tanya oang itu. Beliau pun menjawab: “Ibumu!” Selanjutnya bertanya: “lalu siapa?” Belaiu menjawab: “Bapakmu.” (Muttafaqun’Alaih). Imam Nawawi mengatakan: “Hadits tersebut memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat, dan yang paling berhak mendapatkannya di antara mereka adalah ibu, lalu bapak, dan selanjutnya orang-orang terdekat.” “Didahulukannya ibu dari mereka itu karena banyaknya pengorbanan, pengabdian, kasih sayang yang telah diberikannya. Dan karena seorang ibu telah mengandung, menyusui, mendidik, dan tugas lainnya.” Tutur para ulama.
Dari situ kita bisa mengambil pelajaran bahwa biar bagaimanapun juga, kita tetap harus menghormati ibu kita, orang tua kita, kecuali jika dia mengajak pada kesesatan dan kemunkaran.
4. bagaimana cara menyadarkan ibuku selain do'a mbak?
Sama dengan tanggapan di nomor satu. Untuk merobohkan sebuah image yang salah maka tidak ada lain yaitu dengan menunjukkan bahwa kita tidak seperti yang dikhawatirkan. Berprestasilah, luweslah dalam bergaul dan ariflah dalam bersikap. Itulah usaha yang harus menyertai sebuah doa yang dipanjatkan. Bukankah doa yang dipanjatkan tetap memerlukan sebuah ikhtiar?
“Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (Ath-Thalaq:2)
Semoga bermanfaat.
WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|