|
Aurat Muslimah Bolehkah Dilihat oleh Non Muslimah Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004
Assalamualaikum...
Di sini saya ada satu pertanyaan. Mengenai aurat wanita muslim dengan wanita non muslim. Ada setengah pendapat mengatakan aurat wanita muslim dengan wanita non muslim sama dengan aurat wanita muslim dengan lelaki ajnabi. Tapi baru baru ini saya mendapat satu pendapat lain yang mengatakan bahwa aurat wanita muslim dengan wanita non muslim diringankan jika tinggal seasrama ataupun serumah. Diringankan di sini bermaksud seperti aurat sesama wanita muslim. Oleh yang demikian saya ingin mendapatkan kepastian tentang hal ini.
Sekian terima kasih.
wassalam
Jawab:
AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dalam bukunya, Halal dan Haram, DR Yusuf Qardhawy mengatakan dua belas golongan manusia yang dikecualikan dari larangan bagi para wanita muslimah untuk dapat memperlihatkan aurat dan perhiasan yang tersembunyinya berdasarkan Al Quran An Nur:31. Kedua belas golongan tersebut adalah:
1. Suami. Yakni suaminya sendiri. Suami ini bolehmelihat bagian manapun dari tubuh istrinya yang disukainya. Hal ini dipertegas oleh hadits Rasulullah SAW (“Peiharalah auratmu kecuali terhadap suamimu”).
2. Ayah, termasuk kakek dan seterusnya ke atas dari jurusan ayah ataupun ibu.
3. Ayah suami (mertua). Hukum mereka disamakan dengan ayah mereka sendiri.
4. Anak-anak lelaki. Termasuk cucu-cucunya, laki-laki aataupun perempuan.
5. Anak laki-laki suami. Karena mereka harus bergaul dengannya, disamping karena kedudukan dirinya ebagai ibu di dalam rumah tangga (Al Qurthubi berkata, “Menampakkan perhiasan kepada para mahram itu disamakan. Akan tetapi para ulama membedakan tingkatannya sesuai dengan kondisi psikologisnya, dan berbeda pula apa yang boleh ditampakkan kepada mereka. Maka apa yang boleh ditampakkan kepada ayah tidak sama dengan apa yang boleh ditampakkan kepada anak suami.).
6. Saudara laki-laki, baik sekandung, seayah, atau seibu saja.
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan), karena antara seorang laki-laki dengan saudara perempuan ayahnya terdapat hubungan kemahraman yang abadi.
8. Anak laki-laki dari saudara perempuan (keponakan), karena antara seorang laki-laki dengan saudara perempuan ibunya terdapat hubungan kemahraman yang abadi.
9. Sesama perempuan, yakni wanita-wanita yang ada hubungan dengannya baik nasab maupun agama. Adapun terhadap wanita non muslim, maka tidak boleh memperlihatkan perhiasan kepadanya sebagaimana terhadap laki-laki lain menurut pendapat yang shahih.
10. Hamba sahaya, yakni budak laki-laki dan budak perempuannya, karena islam menjadikan mereka seperti anggota keluarga.Akan tetapi sebagian ulama mengkhususkan hal ini bagi budak perempuan saja, bukan budak yang laki-laki.
11. Orang-orang yang ikut serumah yang tidak mempunyai gairah syahwat terhadap wanita. Mereka adalah para buruh dan orang-orang yang ikut perempuan itu dan sudat hidak mempunyai syahwat terhadap wanita, karena kondisi fisik atau psikisnya. Dalam hal ini yang penting harus memenuhi dua syarat yaitu: mengikut dan tidak bersyahwat.
12. Anak-anak kecil yang tidak mungkin bersyahwat ketika melihat aurat perempuan. Mereka adalah anak=anak yang di dalam diri mereka belum ada nafsu syahwat. Tetapi apabila telah tampak nafsu syahwatnya, maka tidak diperbolehkan menampakkan perhiasan yang harus disembunyikan di hadapannya, meskipun mereka belum dewasa.
Ayat di atas tidak menyebutkan pama, baik saudara laki-laki ayah maupun saudara laki-laki ibu, karena mereka sederajat dengan ayah sebagaimana diterangkan dalam hadits (“paman seseorang seperti ayahnya sendiri”, HR Muslim).
Islam sangat ketat dalam urusan menutup aurat dan memelihara wanita Muslimah ini. Bahkan, Islam tidak memberi keringanan kecuali hanya sedikit saja terhadap wanita-wanita yang sudah tua.
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah dosa atas mereka menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (An Nur: 60)
Yakni wanita-wanita yang telah berhenti dari haid dan melahirkan karena sudah tua dan tidak ingin menikah lagi, sehingga mereka sudah tidak berkeinginan terhadap laki-laki sebagaimana laki-laki juga sudah tidak tertarik kepadanya. Maka Allah memberi keringanan kepada mereka, dan tidak menganggap dosa jika mereka melepaskan sebagian pakaian luarnya yang biasa tampak seperti baju kurung, kebaya, kerudung dan sebagainya.
Al Quran memberikan batas keringanan ini dengan kata-kata “tidak menampakkan perhiasan”, yakni dengan menanggalkan pakaiannya itu tidak bermaksud menampak-nampakan. Akan tetapi keringanan ini diberikan bila mereka membutuhkan. Meskipun ada rukhshash (keringana) seperti itu, namin yang lebih utama dan lebih layak ialah tetap menjaga diri dengan mengenakan pakaian-pakaian tersebut, untuk mencari kesempurnaan dan menjauhi segala macam syubhat. Karena itu Allah berfirman, “Dan berlaku sopan adalah lebih bak bagi mereka.”
Selain itu, para wanita juga dilarang memperlihatkan auratnya meski di pemandian umum. Hal ini karena perhatian Islam terhadap upaya memelihara dan menutup aurat, maka Rasulullah saw melarang wanita masuk pemandian umum dan telanjang di hadapan wanita-wanita lain yang akan memanfaatkan gambaran tubuhnya itu sebagai bahan pembicaraan di berbagai pertemuan dan menjadi santapan mulut-mulut usil.
Rasulullah saw juga melarang laki-laki masuk pemandian kecuali dengan memakai kain yang dapat menutup tubuhnya dari penglihatan orang lain.
Diriwayatkan dari Jabir ra, dari nabi SAW, beliau bersabda:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia masuk pemandian kecuali dengan memakai kain. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia memasukkan istrinya ke pemandian.” (HR Tirmidzi dan Nasai. Nasai meng-hasankannya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Hakim. Ia berkat, Shaih menurut syarat Muslim).
Diriwayatkan dari Aisyah ra, “bahwa Rasulullah saw melarang masuk pemandian (umum) kemudian beliau memberi kemurahan kepada laki-laki untuk masuk pemandian dengan memakai kain.” (HR Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, tetapi dalam isnadnya terdapat perawi yang tidak dikenal (At-Targhib).)
Akan tetapi ada keringanan yaitu bagi mereka yang sakit atau untuk mengobati penyakit yang dideritanya, pasca nifas dan sebagainya.
Abdullah bin Amr meriwayatkan bahwa nabi saw bersabda mengenai pemandian ini:
“Maka janganlah laki-laki masuk pemandian kecuali dengan memakai, dan cegahlah wanita memasukinya kecuali karena sakit atau nifas. (HR Ibnu majah dan Abu Daud, di dalam isnadnya terdapat Abdur Rahman bin Ziyadah bin An’am al-Afriqi).
Dalam isnadnya hadits di atas terdapat kelemahan, akan tetapi qaidah syara’ yang memberikan keringanan dankemudahan kepada orang yang sakit dalam menjalankan ibadah dan kewajibannya dapat menguatkan dan mendukung hadits ini,s ebagaimana didukung oleh qaidah yang poluler bahwa “apa yang diharamkan karena hendak membendung bahaya, maka ia diperbolehkan karena kebutuhan dan kepentingan yang mendesak demi kemaslahatan.”
Juga dikuatkan oleh riwayat al-Hakim dari Abdullah bin Abbas bahwa Nabi saw bersabda:
“Jauhilah rumah (tempat) yang bernama pemandian.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya masuk pemandian itu dapat menghilangkan kotoran dan berguna bagi orang sakit.” Beliau bersabda, “Maka barangsiapa yang masuk pemandian hendaklah memakai kain.” (HR al-Hakim dan dia berkata, “shahih menurut syarat Muslim”. Tetapi al-Mundziri tidak memberi komentar apa-apa dalam at-Tarqhib).
Demikian tentang larangan memperlihatkan aurat muslimah kepada orang lain (termasuk non muslimah) dan beberapa keringanan yang saya kumpulkan dari berbagai sumber. Meski begitu saya belum menemukan satu nash tentang keringanan wanita Ajnabi yang dimaksud oleh ukhti. Jika ada teman-teman yang ingin menambahkan atau mengetahui tentang hadits yang dimaksud ukhti, silahkan dengan senang hati untuk ikut memberikan tanggapan. Insya Allah jika saya dapatkan keterangan yang dimaksud, segera saya akan beritahu teman-teman di sini.
Semoga Bermanfaat
WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|