|
Tetanggaku Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004
AssalamuÂ’alaikum wr wb
Alhamdulillah saya sekarang sudah mempunyai rumah sendiri di perumahan sederhana, kami baru 2 tahun menikah, saya seorang wanita pekerja yang dari jam 06.00 s/d 19.00 baru tiba dirumah senin s/d jum'at sehingga saya jarang sekali berkomunikasi dengan tetangga, setiap saya ketemu dengan mereka saya selalu menyapa tetapi jika sudah berkumpul dan ngobrol tidak bisa nyambung dan saya sangat tidak nyaman dengan hal tersebut sehingga saya lebih senang diam dirumah, disamping itu kebetulan tetangga saya itu mempunyai kubu masing - masing, antara kubu yang satu biasanya tidak akur, jika saya ikut kubu yang satu, yang lain memusuhi saya, kalau saya netral saya tidak punya teman karena saya sendirian, duh mbak saya ingin sekali mempunyai hubungan yang baik dengan tetangga, karena menurut saya tetangga adalah saudara saya yang terdekat tapi sampai saat ini saya belum bisa seperti itu, bagaimana cara mengatasinya, bantu saya donk? Terimakasih atas bantuannya.
WaÂ’alaikumsalam wr wb
Jawab:
AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Islam sangat menekankan hak-hak tetangga,baik ia orang muslim maupun non muslimsebagaimana diisyaratkan tentang hal itu oleh firman Allah TaÂ’ala:
“Tetangga yang dekat dan tengga yang jauh.” (An-Nisa:36)
Tetangga jauh maksudnya ialah yang jauh dari aspek keturunan, agama atau lokasi rumah.
Abdullah bin Amr pernah berpesan kepada budaknya agar tidak melewatkan tetangga yahudi, untuk menerima daging hewan yang disembelihnya. Ia menekankan pesannya itu, hingga membuat budaknya bertanya-tanya tentang rahasia perhatian tersebut. Jawab Abdullah, dari Aisyah ra, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Jibril senantiasa menasehatiku mengenai tetangga, sehingga aku mengira aku akan mewariskannya.” (Muttafaqun’Alaih).
Syaikh Abu Muhammad bin Abi Jamrah mengatakan: “Memelihara hubungan dengan tetangga termasuk bagian dari kesempurnaan iman.”
Meski begitu, tidak wajib bagi seorang muslim memenuhi undanga yang disampaikan kepadanya, bila ia mengetahui bahwa di sana terdapat kemunkaran yang tidak bisa diubahnya. Selama tidak memungkinkan untuk menghapuskan kemunkaran, hendaklah ia sendirilah yang menjauhinya (hadits Muttafaq Alaih).
Kita bisa memberikan kontribusi dalam hal ini dengan tetap berbuat baik pada tetangga yang dapat berwujud, misalnya dengan memberikan hadiah, salam, memperlihatkan wajah ceria, membantunya memenuhi apa yang dibutuhkan, dan sebagainya.
Keimanan seseorang akan hilang jika dia tidak memberikan rasa aman kepada tetangganya. Yaitu rasa aman dari sikap-sikap berikut ini:
- Ghibah.
Dari Abu Hurairah ra, dia menceritakan, pernah ditanyakan kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah ghibah itu?” Beliau menjawab: “Engkau menyebut sesuatu yang tidak disukai dari saudaramu.” Lebih lanjut orang itu mengatakan: “Bagaimana pendapatmu mengenai ucapanku?” “Jika apa yang engkau katakan itu benar, maka telah melakukan kebohongan mengenai dirinya.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi, hadits ini dinyatakan hasan shahih oleh Imam Tirmidzi).
- Mencela sesama muslim.
Dari Abdullah bin MasÂ’ud ra, dia menceritakan, Rasulullah saw bersabda:
“Mencela orang muslim itu suatu kefasikan, sedang membunuhnya merupakan suatu kekufuran.” (HR Bukhari, Muslim dan Tirmidzi, Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih).
- Berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain, saling membenci, dan memantau kesalahan orang lain.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda:
“Hindarilah oleh kalian berprasangka, karena prasangka itu merupakan ucapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang, jangan memantau kesalahan orang, jangan bersaing dengan persaingan yang tidak sehat, jangan pula kalian saling dengki, saling benci, saling menjauhi dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (Muttafaqun’Alaih)
Berprasangka yang dimaksud disini adalah prasangka buruk, Al Khuthabi mengatakan: “yang berprasangka buruk yang diharamkan adalah yang tertanam dalam hati secara terus menerus.”
- Dengki, benci-membenci dan jauh-menjauhkan.
Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah telah bersabda:
“Jangan benci membenci, dan jangan dengki mendengki, jangan jauh-menjauhi, dan jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidak diperbolehkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” (Muttafaqun’alaih).
Imam Malik mengatakan: “Saya tidak mengartikan jauh-menjauhi melainkan keengganan seseorang memberikan salam kepada saudaranya serta memalingkan wajahnya.”
Imam Nawawi mengatakan, para ulama telah menuturkan: “dalam hadits ini terdapat larangan memisahkan diri dari kaum muslimin lebih dari tiga hari tiga malam, dan dibolehkan kurang dari jumlah tersebut.”
- Sombong.
“Dan janganlah kalian berjalan di muka bumi ini dengan sombong.” (Al-Isra: 37)
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menykau orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman:18).
Dari Haritsah bin Wahab ra, dia menceritakan: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “maukah kalian aku beritahukan tentang penghuni neraka? Yaitu setiap orang yang kasar, orang yang berjalan dengan membusungkan dada, dan orang yang sombong.” (Muttafaqun’Alaih).
- Menghina orang lain.
Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula oara wanita (mengolok-olok) wanita yang lain, karena boleh jadi wanita (yang diolok) lebih baik dari wanita yang mengolok-olok), Janganlah kalian mencela diri kalian sendiri dan jangan pula kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Hujurat: 11).
Dari Abu Hurairah ra, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Cukup bagi seseorang berbuat kejahatan jika dia mencela saudaranya muslim.” (HR Muslim).
Adapun masalah ukhti, jika ukhti sekiranya sanggup mendamaikan hubungan silaturahim antar kubu-kubu yang terbentuk dalam lingkungan ketetanggaan ukhti, tentu akan sangat baik sekali. Cobalah berusaha jadi penengah yang baik. Jika mendengar salah satu kubu menjelekkan kubu yang lain, minta mereka untuk menghilangkan ejekan itu karena bisa jadi itu hanyalah sebuah prasangka mereka.
Teruslah berbuat baik pada mereka (tanpa memandang kubu-kubu yang terbentuk) dan jauhilah kemunkaran yang ditimbulkan dengan mereka. Cukuplah jika kehadiran ukhti di tengah mereka memberi rasa aman bagi mereka.
Semoga bermanfaat.
WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|