[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Mertua Lain Agama
Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004

Assalamu'alaikum Wr.Wb,

Saya berusia 26 tahun dan suami saya berusia 36 tahun. Kami menikah tahun lalu di Islamic Ahlul Bayt, Austin-Texas, USA. Pertemuan dengan suami pertama kali sekitar2 bulan sebelum kita melangsungkan akad nikah. Jadi, setelah bertemu dan menemukan banyak kecocokan, saya dilamar dan menikah.

Sebelum bertemu dengan saya, dia beragama kristen dan aktif di Angkatan Udara Amerika. Dulu dia pernah bertugas di Saudi Arabia dan membeli 2 buah sejadah di sana dan dia pajang di kamarnya. Bagi saya ini merupakan petunjuk dari Allah SWT dan saya jelaskan tentang Islam, saya membeli banyak buku2 Islam dan dia membacanya. Saya jelaskan bahwa saya tidak bisa menikah dengan pria yang non-muslim sehingga saya tuntun dia untuk mengenal lebih jauh tentang Islam dan dia bersedia masuk Islam. Suami saya mengucapkan 2 kalimat syahadat sekitar kurang lebih sebulan sebelum kami menikah.

Memang kami menikah hanya dengan 2 bulan masa penjajakan tetapi niat menikah itu dilandaskan mohon keRidho'an dari Allah SWT.

Suami saya orang bule (kalo kata orang Indonesia bilang) tapi Subhanallah! sampai sekarang dia terus berusaha mendalami Islam lebih jauh lagi.

Karena mertua dan saudara2nya beragama kristen, saat Natal kami sekedar mengunjungi dan saya membantu ibu mertua masak, sekedar itu saja...tapi timbullah kejadian yang membuat hubungan saya retak dengan mertua saya. Sekitar seminggu sebelum Natal, saya berkunjung ke rumah mertua (karena suami ada tugas militer di kota di mana mertua saya tinggal). Di Minggu pagi, ibu mertua mengajak saya ke gereja katanya melihat orang nyanyi2...saya menolak dengan halus dan baik-baik...tapi dia malah marah-marah dan sejak saat itu benci sekali sehingga hal-hal kecil dia jadikan masalah besar hanya karena saya menolak ajakannya.

Mertua saya tahu bahwa saya adalah seorang muslimah tapi sepertinya saya tidak dihargai sebagai pemeluk agama Islam bahkan sebelum saya dan suami menikah.

Sekarang, dia memutuskan tali silaturahmi dengan saya dan membakar foto2 saya dengan suami serta seringkali mengamuk. Suami saya sedih sekali menyadari hubungan kami mertua-menantu tidak harmonis. Dia bahkan seringkali menyebut hal-hal yang sangat menyakitkan hati saya seperti suami saya harus memilih antara saya atau ibunya sendiri.

Saya baca di salah satu artikel Ibu bahwa anak laki-laki sekalipun sudah menikah hubungan dengan ibunya tidaklah putus. Saya sedih sekali, menghadapi masalah ini... padahal hubungan suami dengan ibunya sangatlah dekat. Suami saya cerita bahwa ibunya kesal jika bayi kami lahir (saat ini saya sedang mengandung) tidak bisa memberikan tanda salib ke anak kami...(ASTAGHFIRRULLAAH!) Saya betul2 ngeri membayangkan hal ini. Saya berada di negara yang mayoritas non-muslim dan sekarang di saat suami sedang giatnya memperdalam Islam dan mempertebal Iman, cobaan yang berat ini harus kami hadapi.

Yang saya tanyakan:
1. Dosakah saya jika saya bersikap teguh menolak ajakan2 mertua pergi ke gereja yang menyebabkan hubungan suami dengan ibu kandungnya retak?
2. Dosakah saya jika saya tidak mau bertemu (menghindar) dengan ibu mertua saya lagi mengingat tindakan2nya yang menyakitkan hati saya setiap kali bertemu? bukan apa2 yah, Bu... saya ini punya tanggung jawab yang luar biasa besarnya membimbing suami ke jalan Allah dan nantinya anak dalam kandungan saya ini...
3. Apa yang harus saya lakukan dengan keadaan seperti ini? apalagi ibu mertua saya pun tidak mau lagi bertemu dengan saya. Bukan maksud saya memutuskan tali silaturahmi tapi ini demi berjihad mempertahankan iman Islam kami
4. Bagaimana tali ikatan suami dalam Islam jika ibu kandungnya sendiri kafir? Berdosakah saya jika hubungan mereka menjadi renggang?
Mohon jawaban Ibu secepatnya karena saya sangat membutuhkan masukan dan saran. Mudah2an Allah SWT memberikan limpahan Rizki Iman Islam bagi kita semua, Amiiiiiiiiin.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb,
E. A (Amerika)


Jawab:

AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim,

1. Menolak untuk ikut ke gereja bersama mertua insya Allah tidak berdosa, karena tidak ada kewajiban maupun sunnah untuk mengikuti kearah hal yang diharamkan Allah, seperti menduakan Allah.
Kegiatan menyanyi di gereja adalah bagian dari ritual penyembahan tuhan mereka. Nyanyian yang dilagukan di gereja itu adalah bagian dari pujian dan doa yang ingin disampaikan kepada Tuhannya. Karena bagian dari doa adalah pada awalnya didahului dengan pujian, baru kemudian dilanjuntukan dengan permintaan.

Rasulullah SAW, Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Musa a.s. pun dulu di ajak oleh saudara ataupun ayahnya untuk meninggalkan agama Allah, tetapi dia bertahan untuk tidak meninggalkan agama Allah dan mengikuti peribadatan mereka.

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, akan tetapi aku menyembah Tuhan yang telah menciptakanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.” Dan ia (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.” (Az-Zukhruf: 26-28)

Juga kisah sahabat Rasulullah yang sangat berbakti pada ibunya dan dihadapkan pada pilihan berbakti pada ibu ataukan mentaati Allah SWT hingga turun ayat Al Quran sebagai berikut:

“Kami telah mewasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Kulah kembalimu, lalu akan Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Al-Ankabut:8)

Al-Baghawi mengatakan, “ayat ini, dan juga ayat ke-15 dari surat Luqman, yaitu firman Allah swt., “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulinya keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka akan aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”’ turun mengenai Sa’ad bin Abi Waqqash ra., dengan ibunya yang bernama Hamnah binti Abu Sufyan. Sa’ad adalah salah seorang di antara mereka yang terdahulu masuk Islam, dan ia seorang yang sangat berbakti kepada ibunya.

Ibunya berkata kepadanya, “Agama apa yang kamu ada-adakan ini? Demi Allah, saya tidak akan makan dan tidak akan minum sehingga engkau mau kembali kepada agama yang sebelumnya telah kamu peluk atau aku akan terus begitu sampai aku mati, sehingga engkau menjadi tercela sepanjang masa, karena engkau dipanggil dengan sebutan, “Wahai si pembunuh ibunya!”

Ibunya pernah tidak makan, tidak minum, dan tidak berteduh selama sehari semalam, dan ia (SaÂ’ad) tetap berusaha bertahan. Kemudian ibunya diam lagi selama sehari semalam tanpa makan dan minum.

Lalu Sa’ad pun datang kepada ibunya lantas berkata, “Wahai Ibunda, andaikan engkau punya seratus nyawa, lalu keluar satu demi satu, maka aku tidak akan pernah mau meninggalkan agamaku. Maka, makanlah. Dan jika engkai tidak ingin makan, maka terserah padamu!”

Ketika sang ibu telah putus asa, maka ibunya pun akhirnya mau makan dan minum. Allah kemudian menurunkan ayat ini dan memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dan berbakti kepada keduanya, namun tidak perlu mentaatinya dalam hal kemusyrikan, karena tiada ketaatan bagi makhluk dalam mendurhakai sang Khaliq (Hadits Muttafaq alaih)

Hikmah dari kisah di atas adalah, bahwa ketaatan dan loyalitas (WalaÂ’) kepada Allah, agama-Nya, dan orang-orang yang mukmin merupakan perkara yang tiada ketaatan bagi makhluk untuk menentangnya. Sedangkan berbuat baik kepada kerabat yang non muslim merupakan hal lian, yang terkadang dapat menyatukan hati dan menjadikan seseorang senang (simpati) kepada Islam.

2. Menghindari mertua untuk sementara, ketika mertua itu ingin selalu mengajak ke arah agama lain, mungkin perlu dilakukan kalau mertua itu terlalu gencar memusuhi kita dan kita sedang dalam rangka konsolidasi diri dan keluarga. Kita ingin menguatkan keluarga kita dulu sebelum melakukan pertemuan dengan mertua.

Misalnya, ibu EA berusaha memperbaiki pemahaman suami tentang Islam dan mengajak dia memahami mengapa ibu EA melakukan hal tersebut. Apalagi saat ini ibu EA sedang hamil, maka lebih baik ibu EA mencoba memperbaiki relasi dengan suami, dan menghindari stress yang mungkin muncul akibat dari tindakan mertua.

Insya Allah, bila tiba saatnya nanti mertua anda juga dapat menjadi baik kembali, wallahu 'alam. Yang penting adalah ibu EA berusaha menjaga agar suami mau memahami putusan ibu EA dan membantu ibu EA, Karena hal ini dilakukan bukan untuk memusuhi tetapi hanya untuk menjaga agar tidak terjadi kesalahapahaman yang berlanjut yang dapat membahayakan perkembangan janin. Ibu EA, bisa juga menjelaskan pada suami bahwa tauhid dan keimanan terhadap Allah yang Esa itu sangat penting, karena itu membedakan kemana kita akan menyembah dan meminta pertolongan. Dan dari siapa ridho itu akan datang.

Secara sederhana, karena bila kita menyembah setan maka ridho setan yang akan datang. Kalau kita menyembah Allah, maka Insya Allah ridho Allah yang akan datang. Kalau kita menyembah Yesus maka ridho Yesus yang akan datang. Padahal di hari Akhir nanti, hanya ridho dan pertolongan Allah-lah yang bisa mengangkat dan membantu kita menghindari neraka dan memasuki surga. Bukan pertolongan dari Yesus, Budha ataupun pertolongan dari tuhan2 yang lain.
“Bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (Al- Muzzammil:10)

“Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar. Dan sekali-kali jangalah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat Al Quran) itu menggelisahkan kamu.” (Ar-Rum:60)

“Allah membuat perumpamaan seorang lelaki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki saja. Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Az-Zumar:29)

3. Seperti di point ke 2, yang bisa ibu EA lakukan adalah menanamkan pengertian pada suami. Baik tentang pandangan Islam, juga bagaimana suami dan istri harus membimbing anak-2nya, terutama ketika bersikap sebagai kelompok minoritas. Sebagai kelompok minoritas, kita tidak harus mengikuti apa yang diinginkan oleh kelompok mayoritas, oleh karena itu dikenal adanya konsep kepekaan budaya (cultural sensitivity) yang juga harus dianut oleh setiap warga negara Amerika. Sehingga mereka mau menghormati pilihan budaya yang sudah ibu EA dan suami anda lakukan.
Karena hak memilih agama itu adalah hak ibu EA dan suami yang tidak bisa direngut oleh mertua anda. Padahal kalau anda menghadiri misa di gereja, maka itu akan merusak iman ibu dan keluarga. Maka di sini secara perlahan-lahan, suami ibu dapat menyampaikan ke mertua anda kenapa anda dan suami tetap bertahan untuk tidak ikut ke gereja.

Hal ini bukan berarti anda dan suami anda tidak mencintai mertua anda, tetapi anda dan suami anda lebih memilih untuk mencintai Allah dan mengharapkan ridho dan pertolongan Allah dibandingkan ridho dari makhluknya. Jadi sama sekali tidak benar kalau dikatakan anda membenci mereka. Anda dapat menegaskan pada mertua anda bahwa anda tetap sayang pada mereka. Tetapi hubungan manusia dengan manusia itu hanya sampai batas akhir hidupnya. Setelah ia meninggal, maka semua akan kembali pada Allah.

Mudah-mudahan suami dan mertua ibu dapat memahami hal ini. Dan dapat membuat suami anda tidak merasa dalam posisi harus memilih antara anda dan mertua anda. Karena suami anda dapat memiliki keduanya, yaitu dengan mertua untuk kehidupan di dunia dan dengan istri yang seiman untuk kehidupan di dunia dan juga di akhirat.

“Katakanlah, ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah tuhan yang kamu sembah. Dan kamu pun bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Aku pun tidak pernah menjadi penyembah tuhan yang kamu sembah, dan kamu pun tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (Al-Kafirun:1-6)

“Dan jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah, “Bagiku amalanku dan bagimu amalamu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan, dan aku berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Yunus:41)

“Katakanlah, “Sesunggunya aku dilarang menyembah tuhan yang kamu sembah selain Allah.” Katakanlah, “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu. Sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian, dan tidaklah pula aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.” Katakanlah, “Sesungguhnya aku berda di atas hujah yang nyata dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Bukanlah wewenangku untuk menurunkan azab yang kamu tuntun untk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia adalah pemberi keputusan yang terbaik.” (Al- An’am:56-57)

“Katakanlah, “Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka ketahuilah bahwa aku tidak akan menyembah tuhan yang kamu sembah selain Allah. Akan tetapi aku menyembah Allah yang telah mematikan kamu. Dan aku diperintahkan supaya menjadi bagian dari orang-orang yang beriman.” Aku juga diperintah, “Hadapkanlah mukamu kepada agama yang tulus dan ikhlas, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yunus: 104-105)

5. Hubungan antara anak dan orang tua yang kafir, tidak harus selalu dalam keadaan panas. Tetapi kalau memang keadaan sudah memanas, maka suami anda dapat berusaha mendinginkan keluarga (ayah dan ibu)-nya.

Dan, tolong ingatkan suami anda agar janganlah dia merasa bahwa dia terjepit diantara dua pihak (istri dan ibu). Tetapi yang harus diingat ia sebagai suami adalah kesatuan dgn anda (sebagai istri). Sehingga permasalahannya adalah bagaimana suami dan istri berusaha menjelaskan pada mertua anda agar dapat memahami kondisi yang ada saat ini. Berhentilah merasakan bahwa istri sebagai 'musuh' ataupun mertua sebagai 'musuh'. Karena yang ada adalah pasangan suami istri yang sedang berusaha menjelaskan pada orang yang juga ia cintai (mertua anda), dan berusaha mendapatkan pemahaman yang baik agar hubungan di dunia tetap berjalan.

Syukur alhamdulillah bila mertua mau juga mempelajari agama Islam dan berusaha memahami tauhid ataupun keimanan pada Allah yang Esa sebagai landasan dasar tempat berdirinya berbagai ibadah yang dilakukan dalam Islam.

Karena tanpa keimanan pada Allah yang Esa tidak akan bermanfaat doa kita untuk hari akhirat nanti, karena seperti sudah kita ikrarkan saat membaca al-fatihah, "…hanya kepada Engkau (Allah SWT) kami menyembah, dan hanya kepada Engkau (Allah SWT) kami memohon pertolongan.”

Untuk suami anda, harap diingat untuk melihat bahwa keregangan hubungan yang ada saat ini hanyalah sebagai bagian dari cobaan untuk menguji keimanan kita. Karena tidak dapat dikatakan kita beriman tanpa ada ujian dari Allah. Mudah-mudahan ibu EA dan suami dapat melewati cobaan dengan sukses dan mudah-mudahan perkembangan janin ibu EA juga berkembang dengan baik Sehingga semua bisa berjalan lancar, dan ibu EA sekeluarga dapat membentuk keluarga yang bahagia dan berada di bawah naungan ridho Allah. Amiiin.

Mungkin segitu dulu jawabannya ibu EA, kurang lebihnya mohon dimaafkan. Dan jangan lupa berdoa setelah selesai shalat untuk dapat mengatasi cobaan ini, bukan hanya setelah shalat wajib, tapi juga kalau sempat setelah shalat malam. Mudah-mudahan secara perlahan-lahan Allah akan menenangkan jiwa ibu EA dan juga keluarga. Sehingga anak yang lahir nanti dapat menjadi anak yang beriman. Amiin

Semoga bermanfaat
WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kajian Pemberdayaan Anak, Keluarga dan Komunitas FISIP UI

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved