[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Akhwat Yang Suka Pulang Malam Dan Mabid Tanpa Disertai Mahramnya
Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004

Ass wr wb, mba ade aku pernah baca (tapi lengkapnya aku lupa) hadits bahwa muslimah bila berpergian harus disertai mahramnya walaupun tidak bermalam/mabid, mba bisa memberikan hadits yang lengkapnya? lalu bgmn jika ketika kita ingin berpergian tdk ada mahramnya? aku lihat banyak akhwat2 pulang malam2 tanpa disertai mahramnya dan bahkan sampai mabid berhari2? tolong penjelasannya ya mba. jazaakillah.
Wass wr wb.
jeany

Jawab:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bunyi hadits yangn ukhti Jenny maksud itu lengkapnya demikian:
“Dari Ibnu Abbas ra berkata bahwa Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali bila ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya. Ada seorang yang berdiri dan bertanya,”Ya Rasulullah SAW, istriku bermaksud pergi haji padahal aku tercatat untuk ikut pergi dalam peperangan tertentu. Rasulullah SAW bersabda,”Pergilah bersama istrimu untuk haji bersama istrimu”. (Hr. Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Kewajiban harus adanya mahram di atas adalah sebuah pendapat yang dipegang dalam mazhab Hanafi dan para pendukungnya dalam melihata masalah bepergian haji bagi para muslimah. Juga pendapat An-Nakha`i, Al-Hasan, At-Tsauri, Ahmad dan Ishaq.

Sebenarnya, ada dua pandangan yang cukup berbeda dalam memandang larangan tersebut. Pendapat kedua, berbeda dengan pendapat pertama di atas yang mengharuskan ada mahram secara mutlak, sedangkan pendapat kedua tidak mengharuskan secara mutlak. Dikatakan bahwa seorang wanita boleh saja bepergian untuk haji asal ada mahram atau suami atau ada sejumlah wanita lain yang tsiqah (dipercaya). Ini adalah pendapat yang didukung oleh Imam Asy-SyafiÂ’I. Bahkan dalam satu pendapat beliau tidak mengharuskan jumlah wanita yang banyak tapi boleh satu saja wanita yang tsiqah, bahkan dalam riwayat yang lain seorang wanita boleh pergi haji sendirian tanpa mahram asal kondisinya aman. Tapi yang harus diingat adalah, semua itu hanya berlaku untuk haji atau umrah yang sifatnya wajib, sedangkan yang sunnah tidak berlaku hal tersebut.

Para ulama lalu berbeda pendapat pula bila bukan dalam rangka ibadah haji yang wajib atau keluar rumah dalam rangka keperluan lainnya. Namun sebagian ulama ada yang menyebutkan bahwa alasan utama dari tidak diperkenankannya para wanita bepergian jauh adalah masalah keamanan dan fitnah. Sehingga bila tidak ada masalah tersebut, maka alasan larangan itu tidak ada. Karena sesungguhnya, semua orang Islam, terkena kewajban untuk ber-amar maÂ’ruf nahi (mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran) sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah TaÂ’ala:

“Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang makruf, mencegah dari yang munkar.” (Qs At-Taubah:71).

Bahkan Umar Bin Khatab yang melarang istrinya pergi ke masjid untuk menjalankan shalat berjamaah (semata karena cemburu) ditegur oleh istrinya yang mengingatkan bahwa Umar tidak punya hak untuk melarangnya ake masjid, dengan menyitir sebuah hadits yang berbunyi:
“Janganlah kamu mencegah hamba-hamba Allah pergi ke masjid-masjid Allah.” (Muttafaq Alaih).

Jika melihat konteks pada waktu kejadian tersebut di atas terjadi, dulu, masjid merupakan satu-satunya sarana yang memberikan ikesempatan bagi kaum wanita pada masa kenabian untuk memperdalam agamanya, mengikuti perlaksanaan shalat JumÂ’at dan jamaah serta berkenalan dengan saudara-saudara muslimah mereka yang shalihah.

Pada masa sekarang, masjid berfungsi sebagai tempat untu pertemua-p[ertemuan keislaman yang memberikan peluang kepada wanita muslimah untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang hakekat-hakekat Islam sebagaimana memungkinkannya ikut terlibat di dalam kegiatan-kegiatan keislaman. Yakni kegiatan untuk menghidupkan Islam di dalam diri kaum muslimim dan di dalam kehidupan mereka, disamping ia memperoleh kesempatan untk berkenalan dengan para aktivis yang bekerja di bidang ini, serta saling bahu membahu dengan mereka dalam menjalankan kebajikan dan ketakwaan. Sebab kalau tidak, akan hilang Islam dan ikut hilang pula umatny serta akan turun pula panjinya. Belakangan, kegiatan tersebut meluas dilakukan bukan hanya di masjid-masjid tapi juga tempat-tempat pertemuan lain yang memungkinkan untuk dijadikan tempat pertemuan seperti sekolah-sekolah, ruang rapat dll.

Dengan demikian, selama kegiatan tersebut tidak memberatkan pihak lain (saku orang tua/suami; menelantarkan kewajiban utama dalam rumah tangga atau pada orang tua) dan dilakukan dalam rangka ber-amar maÂ’ruf nahi munkar (bukan untuk pertemuan lain yang bersifat keduniaan/pemborosan) maka kegiatan-kegiatan tersebut diperbolehkan diikuti oleh muslimah.

WallahuÂ’alam.

WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved