|
Cemburu Pada Mantan Kekasih Suami Yang Jadi Tetangga Dekat Rumah Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004
assalamu alaikum wr. wb.
saya adalah seorang ibu muda dengan satu orang anak berusia 4 bulan, permasalahan saya begini :
suami saya sebelum menikah dengan saya pernah punya cewek/pacar tak jauh dari rumahnya. yang menjadi permasalahan cewek tersebut sudah hamil ketika menikah dengan suaminya, dan waktu itu cewek tersebut sudah pisah dengan suami saya. yang mengganjal perasaan saya, ada yang bilang bahwa cewek tersebut hamil dengan suami saya, dan ketika saya konfirmasikan kepada suami saya dan juga cewek tersebut bukan. Jadi hamilnya dengan pacar yang sekarang jadi suaminya.
Yang ingin saya tanyakan bagaimana mengatasi rasa cemburu saya ketika saya melihat dan bertemu cewek mantan pacar suami saya itu, padahal rumahnya tak jauh dari rumah kami, saya sering kali menangis bila memikirkan hal tersebut, ada perasaan benci dan muak dengan cewek tersebut. untuk saya ingin bantuan dan solusi mengenai rumah tangga saya, saya ndak ingin rumah tangga saya berantakan. atas bantuannya kami ucapkan banyak terima kasih.
wassalam.
Jawab:
AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Di dalam Al Quran, ada sebuah peringatan dari Allah SWT, yang bunyinya sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan jangan (pula) sebagian dari kamu menggunjingkan sebagian yang lain.” (Qs Al Hujurat: 12).
Mengapa menyimpam sebuah prasangka itu termasuk perbuatan dosa? Padahal dalam hal ini tidak ada pihak lailn yang akan terdzalimi dari prasangka yang kita bangun dalam diri kita sendiri? Jika kita curiga pada seseorang yang menampilkan perilaku menawan pada orang lain sebagai seorang musang berbulu domba misalnya; orang yang kita curigai tersebut akan terbebas dari fitnah (pengrusakan nama baik) yang kita sebarkan pada orang banyak jika kecurigaan tersebut kita simpan di dalam hati. Orang tersebut juga terbebas dari kebohongan yang bisa jadi bersumber dari kecurigaan (prasangka) dalam diri kita sendiri. Tapi tetap; kita terejerumus dalam perbuatan dosa. Mengapa? Hal ini karena Allah tidak menginginkan manusia , merusak dirinya sendiri. Dengan menyimpan sebuah prasangka di dalam diri (meski tidak untuk disebar-luaskan, apalagi jika disebar luaskan), sebenarnya kita sedang menelusuri proses merusak pikiran dan diri kita sendiri. Karena curiga yang tidak beralasan akibat sebuah prasangka buruk pada seseorang, jika orang tersebut hadir di hadapan kita; kita merasa bahwa dunia ini menjadi sempit dan “panas” karenanya. Makan tidak terasa enak, duduk terasa duduk di atas duri; dan dada ini terasa terhimpit oleh sebuah rasa yang mengiris-iris kepedihan. Mereka yang menjadi “dicurigai” tidak merasa apa-apa dan tetap dapat “menjalankan kehidupannya dengan normal” tapi sebaliknya kita, yang menyimpan prasangka terhadapnya akan selamanya terpenjara dengan prasangka buruk yang kita simpan tersebut.
Mau datang ke suatu tempat yang sebenarnya memberi manfaat bagi kehidupan sosial kita tidak bisa karena “si dia yang tercela” berada di sana juga. Mau mengikuti suatu kegiatan yang berguna bagi ruhiyah kita, menjadi tidak bisa karena kembali “si dia yang tercela” juga ikut kegiatan tersebut. Bahkan suasana hati yang semula cerah cerita tiba-tiba berubah 180* menjadi tak menentu dan kelabu hanya karena bertemu si dia di persimpangan jalan. Wah. Dunia rasanya menjadi sempit karena kesulitan yang kita bangun sendiri. Dan kian lama, tembok penjara kebebasan diri kita sendiri semakin tinggi menjulang dan terpancang dimana-mana akibat prasangka yang bersemayam di dalam diri kita sendiri. Tanpa kita sadari, kita telah berbuat dzaliim pada diri kita sendiri. Telah kita siksa diri kita untuk menerima sesuatu yang sebenarnya belum tentu benar adanya. Telah kita hukum diri kita sendiri untuk menjalani kesempitan dan kesusahan dalam hidup ini atas sesuatu pikiran yang sebenarnya masih berupa sebuah perkiraan belaka. Muara dari semua kesengsaraan ini tidak lain dan tidak bukan bermuara pada lautan tidak dapat mensyukuri nikmat Allah.
Yah. Dengan menyimpan prasangka buruk dalam diri kita, cepat atau lambat maka kita akan terjermus untuk menafikkan semua karunia dan kenikmatan yang diberikan Allah pada diri kita. Dan lebih bahaya lagi, sebuah prasangka buruk akan membawa kita untuk menafikkan kebesaran Allah dan pada akhirnya ber-prasangka buruk pada Allah. Naudzubillah min dzaliik.
Ukhti yang sedang merasa cemburu pada mantan suami.
Kenapa harus cemburu pada seseorang yang telah nyata ditinggalkan oleh suami ukhti dahulu karena suami ukhti nyata pada akhirnya memilih ukhti sebagai istrinya.
Artinya, meski ukhti melihat si mantan suami tersebut lebih cantik daripada ukhti, lebih pandai atau lebih berada daripada ukhti (dengan satu penekanan disini bahwa semua itu bersifat sangat subjektif. Karena bisa jadi seseorang yang dipandang lebih oleh A bisa jadi dipandang biasa-biasa saja oleh B); tapi tentu bagi suami ukhti dia punya sesuatu yang tidak dapat dianggap cocok untuk menjadi teman yang akan mengiringinya dalam bahtera rumah tangga, bisa jadi dia dianggap kurang pantas untuk menjadi ibu bagi anak-anaknya, bisa jadi dia dianggap tidak sepadan untuk menjadi kekasih tempat suami ukhti menjalani kehidupannya hingga akhir hayat kelak (insya Allah). Itu sebabnya suami ukhti dulu meninggalkan dia dan akhirnya justru memilih ukhti sebagai istri, kekasih dan ibu bagi anak-anaknya. Ini semua adalah takdir dari Allah sekaligus karunia bagi ukhti yang sepatutnya ukhti syukuri.
Lalu mengapa sekarang kehadiran wanita mantan suami tersebut membuat ukhti melupakan semua karunia Allah tersebut?
Saya yakin ada pertimbangan yang diambil oleh kebanyakan lelaki ketika dia memilih seseorang untuk menjadi istrinya. Pertimbangan tersebut adalah, bahwa lelaki itu melihat ternyata dia menemukan lebih banyak hal positif yang bisa dia peroleh dari wanita tersebut ketimbang hal negatif yang disandang oleh si wanita tersebut. Artinya, ada kelebihan-kelebihan yang ukhti miliki yang membuat suami ukhti pada akhirnya memilih ukhti dan bukan wanita lain yang tersebar di seluruh dunia ini sebagai istrinya. Apa kelebihan-kelebihan tersebut, ukhti bisa mencarinya sendiri. Bisa jadi keramahan ukhti dalam pergaulan, sopan-santun ukhti dalam tata krama, kepintaran ukhti dalam mengelola sesuatu, atau pelembutan ukhti dalam berkepribadian, atau apa saja. Hal mana memberikan kecenderungan pada suami ukhti bahwa ukhti “layak” menjadi istrinya. Hal mana memberikan keyakinan pada suami ukhti bahwa ukhtilah “orangnya yang tepat untuk menemaninya menjalani sisa hidup ini insya Allah.” Apalagi belakangan ternyata wanita yang ukhti cemburui tersebut menikah setelah dirinya hamil (Married By Accident). Hmm… Secantik apapun seorang wanita jika dia mengalami kasus seperti ini biasanya “nilainya” sebagai wanita jatuh di hadapan para lelaki karena si wanita tersebut telah kehilangan “nilai mampu menjaga kehormatan dirinya”.
Coba ukhti ingat-ingat lagi, waktu berkenalan dahulu, kira-kira apa yang membuat suami ukhti dulu memilih ukhti dan bukan wanita lain? Atau jika sedang duduk/berbaring santai berduaan saja dengan suami, cobalah kenang kenangan masa lalu yang indah ketika masih baru berkenalan. Tanya suami ukhti apa yang membuat dia menjatuhkan pilihan pada ukhti. Jika ukhti sudah tahu, maka cobalah untuk memperbarui cinta kalian dengan menghadirkan kembali “sosok ukhti di masa lalu”; mungkin itu adalah sosok ukhti yang selalu ceria, atau selalu lembut manja, atau apa saja. Jangan biarkan rasa cemburu justru malah membuat ukhti menampilkan sosok wanita yang tidak disukai oleh suami ukhti (biasanya, wanita cemburu itu akan tampil menjadi wanita yang cengeng, pemarah, suka merajuk, berpikiran sempit dan membosankan karena yang dibicarakan hanyalah rasa cemburunya. Siapapun orangnya, baik lelaki maupun perempuan tidak menyukai sifat negatif yang hadir dari sosok pencemburu seperti ini).
Jika rasa cemburu itu hadir kembali, saran saya, istighfar dan ambil wudhu dirikanlah shalat atau baca Al Quran (berikut terjemahannya agar kita mengerti apa yang sedang kita baca). Jangan biarkan prasangka buruk akibta cemburu itu menguasai diri ukhti. Masih banyak hal lain yang jauh lebih bermanfaat untuk dikerjakan ketimbang membenamkan diri dalam kesedihan akibat rasa cemburu tersebut. Ada anak-anak yang butuh perhatian ukhti, ada suami yang butuh “kehadiran” ukhti, ada rumah tangga yang perlu dibina dan ada ummat yang butuh sumbangsih dari ukhti.
WallahuaÂ’lam bishshowwaab
Semoga Bermanfaat
Wassalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|