[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Bagaimana Caranya Menolak Jodoh Yang Bukan Tarbiyah
Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004

ass.wr.wb.
Saya seorang muslimah berumur 23 tahun,langsung saja saya cerita. Beberapa bulan yang lalu saya berkenalan dengan seorang pria berumur 28 tahun sebut saja A. Singkat cerita kami saling bertukar no.telp.

Selang 2 minggu kemudian A mengejutkan saya dengan meminta saya untuk menikah dengan dia. Saya kaget. Karena kami baru berkenalan 2 minggu dan sejak pertemuan kami yang pertama kami hanya berkomunikasi melalui telp(saya selalu menolak jika A meminta untuk bertemu, saya ingat akan suatu hadis : jika ada 2 orang yang bukan muhrim berada dalam satu tempat maka yang ketiganya adalah setan.

Setelah beberapa hari saya berfikir, lalu saya menolak tawaran A dengan memberikan alasan kepada A bahwa ada seseorang yang saya harapkan. Dengan memberikan alasan seperti itu saya berharap A akan menjauh dari saya(Padahal alasan sesungguhnya adalah A tidak "tarbiyah" ,karena saya mengharapkan laki2 yang akan mendampingi saya harus "tarbiyah" seperti saya).

Tapi ternyata alasan yang saya kemukakan kepada A tidak dapat membuat A menjauh dari saya, justru usaha A untuk mendekati saya semakin gencar. Akhirnya saya meminta bantuan ikhwan untuk berbicara kepada A agar menjauhi saya. Tapi ternyata langkah ini pun tetap tak berhasil. lalu saya gunakan langkah terakhir yaitu memutuskan komunikasi dengan A, yaitu setiap kali A telp kerumah, saya meminta orang rumah untuk mengatakan kepada A berbagai alasan bahwa saya tidak ada(padahal saya ada!!).tapiiiii .... ternyata A tidak putus asa dia tetap meghubungi saya sampai saya menuliskan email ini.

Mbak, saya bingung...harus dengan cara apa lagi saya menghindar dari A???. Saya sudah shalat istikharah.Dan pada suatu malam sebelum tidur saya salat istikharah untuk meminta pada allah agar diberikan petunjuk ttg jodoh saya,tiba2 jam 3 pagi teman saya yang dijepang (sebut saja B dan dia seorang ikhwan)mengirim sms tausyiah,tidak seperti Biasanya dia mengirim sms pada dinihari seperti itu.lalu saya berfikir apakah sms dari B merupakan sinyal dari Allah bahwa B adalah jodoh saya. Tapi selama ini saya dan B tidak pernah berbicara yang berhubungan dengan pernikahan.

Agaknya cerita saya sudah terlalu panjang ya Mbak. Tapi yang ingin saya tanyakan adalah:

1. Cara apalagi yang harus saya lakukan agar A menjauh dari saya? karena saya berfikir A tidak baik untuk saya. Rasul menyarankan agar ketika memilih jodoh, pilihlah yang baik agamanya. Sedangkan saya tidak tau ttg A,agamanya,ataupun keluarganya.

2. Apakah sikap saya baik dengan mengajak orang rumah saya berbohong, setiap A telp?

3. Saya sudah rutin melakukan salat istikharah sebelum tidur tapi sampai saat ini saya belum mendapatkan kemantapan,jawaban,petunjuk ataupun sinyal dari Allah. Saya masih merasa plinplan, karena saya bingung seperti apa jawaban dari Allah itu?? apakah melalui mimpi? jika melalui mimpi saya belum pernah memimpikan ttg B . atau melalui apa?

4. Sampai berapa lama sebaiknya kita shalat istikarah agar diberikan kemantapan, jawaban, petunjuk ataupun sinyal dari Allah?

Mungkin itu saja mbak yang bisa saya sampaikan. Dengan besar harapan dalam diri saya mbak dapat menjawab pertanyaan saya melalui email saya agar dapat mengurangi permasalahan yang saya hadapi ini. Saya menunggu jawaban dari mbak.

Wass.wr.wb

Akhwat M

Jawab:
Assalaamu'alaikum Wr Wb

Dari email yang dikirim oleh ukhti M, tampaknya ukhti M adalah seorang akhwat yang sholehah insya Allah, juga memiliki kepribadian yang menyenangkan orang lain. Hal ini terlihat dari kemantapan hati yang dimiliki oleh A, yang baru seminggu berkenalan dan berkomunikasi hanya di telepon dengan ukhti M, langsung memperoleh kemantapan bahwa ukhti M adalah wanita yang cocok untuk dijadikan teman pendamping hidupnya (istri) dan ibu bagi anak-anaknya kelak (langsung mengajak menikah dalam kurun waktu seminggu tanpa mau tahu bagaimana pandangan fisik itu sungguh luar biasa, subhanallah). Artinya dari informasi yang terkumpul melalui percakapan saja sudah cukup memadai untuk memberikan gambaran seperti apa ukhti M ini dan ternyata memenuhi kriteria balon (bakal calon) istri yang diinginkan oleh A.

Sayangnya, ukhti M ternyata sudah memiliki kriteria tersendiri siapa yang layak memenuhi balon (bakal calon) suaminya (entah disadari apa tidak, sebenarnya Ukhti M cenderung menginginkan sosok B-lah yang akan menjadi calon suaminya). Dengan kecenderungan yang dimiliki tersebut, maka dalam shalat-shalat istikharah yang dipanjatkannya, sebenarnya ukhti M mengharapkan Allah memberikan jawaban bahwa B-lah calon jodohnya, bukan A.

Hmm.. ukhti.
Ada satu yang harus ukhti ingat (terkait dengan pertanyaan nomor 3 & 4). Yaitu, Allah itu Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Artinya, jika Allah menghendaki kebaikan tercurah pada seseoranga, maka siapapun dan apapun di dunia ini tidak dapat menghalangi datangnya kebaikan itu pada orang tersebut dan begitu juga sebaliknya, jika Allah menghendaki keburukan pada seseorang, maka siapapun dan apapun tidak dapat menghalangi datangnya keburukan tersebut pada seseorang. Dan Allah, pengetahuan-Nya meliputi banyak hal dan sangat luas sekali akan sesuatu dan terutama sekali adalah, Dia tidak akan memberikan cobaan di luar kemampuan hamba-Nya.

Dengan apa yang ukhti lakukan dalam shalat istikharah ukhti, sebenarnya, ukhti bukan sedang berusaha meminta bantuan Allah untuk menentukan apa yang terbaik pada dua pilihan yang ukhti hadapi saat ini, tapi lebih seperti sedang meminta Allah untuk memberikan legitimasi pada sesuatu yang sudah ukhti putuskan baik bagi ukhti. Ah. Ukhti; apakah ukhti sudah begitu yakin bahwa segala sesuatu yang baik menurut ukhti tentu baik di hadapan Allah ?

Jika memang ukhti sedang meminta agar Allah mengabulkan permintaan ukhti, sebaiknya yang ukhti lakukan itu adalah shalat hajat. Tapi ingat, sekali lagi, jika dalam shalat hajat inipun permintaan ukhti tidak dikabulkan-Nya, itu artinya apa yang baik menurut pandangan ukhti ternyata belum tentu baik dalam perhitungan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.

Jadi, kalau memang ingin meminta petunjuk dari Allah, jangan berspekulasi bahwa petunjuk Allah itu melulu datang melalui sesuatu yang kasat mata (--ini entah ada hubungannya apa tidak, tapi cara berpikir yang ukhti terapkan dalam menyikapi shalat istikharah tersebut sudah digunakan sebagai akal-akalan oleh orang-orang komunis dalam cara mereka untuk meniadakan Tuhan; mereka minta para murid sekolah dasar untuk berdoa pada Tuhan agar diberi kue, dan ternyata setelah ditunggu setengah jam kue tidak datang, tapi setelah meminta pada guru mereka, dalam beberapa menit kue datang sehingga dikatakan bahwa Tuhan itu hanya ilusi yang tidak dapat mengabulkan semua permintaan. Naudzubillah min dzaliik--).

Kemampuan manusia itu sungguh sangat terbatas dalam memahami kehendak Allah. Sebaliknya, kebanyakan manusia selalu tidak sabaran dalam membaca dan menyimak petunjuk dan hikmah yang terpancar dari kehendak Allah tersebut.

Celah inilah yang digunakan oleh syaitan untuk memperdaya manusia. Mereka datang melalui mimpi dari orang yang mengharapkan akan memperoleh petunjuk melalui mimpi; mereka datang dalam bentuk keraguan pada seseorang yang berada di sebuah “persimpangan” pilihan. (lihat Qs Al-An’am: 112-113). Harus diakui bahwa memang ada orang yang diberi kemampuan oleh Allah untuk bisa mentakwilkan mimpi dan pandai menyikapi petunjuk dan hikmah yang tersembunyi, tapi semua itu juga disertai dengan pemahaman dan pengetahuan yang tidak main-main dan katakwaan yang tinggi (karena tanpa disertai oleh kedua hal tersebut maka hanya akan menyeret pada perbuatan syirik).

“Jika engkau diasut oleh syetan dengan suatu asutan, maka berlindunglah engkau kepada Allah. Sesungguhnya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs Haamiin As-Sajdah: 36)

Pendek kata, bersihkan dulu hati dari semua kecenderungan “mendahului kehendak Allah” dalam meminta petunjuk dari Allah. Karena Allah adalah Sang Khaliik sedangkan kita adalah Hamba yang punya banyak keterbatasan dan kekurangan.

Lalu pertanyaan kedua, silahkan ukhti cari sendiri jawaban pertanyaan itu, saya sertakan sebuah hadits yang berhubungan dengan hal itu.
“Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan itu menenangkan jiwa dan menenangkan hati, sedangkan perbuatan dosa meresahkan jiwa dan menimbulkan keraguan-raguan di dalam hati.” (Diriwayatkan oleh: Imam Ahmad dan Ad Darimi dari Wabishah bin Ma’bad dengan sanad yang hasan. Keterangan dari Sababul Wurud: kata Wabishah: “Aku telah datang kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw bertanya kepadaku: “engkau datang untuk menanyakan tentang kebaikan?”. Jawabku: “ya”. Kemudian Rasulullah bersabda: “Mintalah fatwa kepada hatimu.. dan seterusnya.” Dalam hadits riawayat Muslim, disebutkan bahwa “kebaikan itu keluhuran budi pekerti dan dosa itu ialah yang menggoncangkan hatimu dan engkau tidak senang hal itu dilihat dan diketahui manusia.”

Abu Umamah, seorang laki-laki telah bertanya kepada Rasulullah tentang iman. Dijawab oleh Rasulullah, “Jika terasa telah menggembirakan kebaikanmu dan telah menyusahkanmu keburukanmu pertanda engkau seorang yang beriman.” Orang tersebut bertanya, “Ya Rasulullah, apakah dosa itu?”. Jawab Rasulullah: “Jika sesuatu menggoncangkan jiwamu. Tinggalkanlah.!” (HR Imam Ahmad dari Abu Umamah).

Untuk jawaban pertanyaan pertama, maka ada baiknya untuk ukhti terlebih dahulu mencari tahu bagaimana A itu sebenarnya, karena kita tidak tahu rencana Allah di masa yang akan datang. Boleh saja kamu mengharapkan seseorang (B misalnya) tapi jangan kecewa jika dia menolakmu atau dia sudah punya pilihan hati sendiri (jika seseorang baik/penuh perhatian pada kita belum berarti bahwa dia menyukai kita, tapi bisa jadi karena sudah tabiatnya baik dan penuh perhatian pada semua orang).

Betul sekali Rasulullah meminta kita untuk memilih yang paling baik agamanya sebagai kriteria dalam memilih calon pendamping hidup dan adalah hak ukhti untuk memilliki kriteria tersendiri siapa yang sekiranya sepadan dengan ukhti untuk jadi pendamping hidup kelak.

Wallahu a‘lam bis-shawab.Semoga bermanfaat
WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved