|
Tentang Khitan Pada Anak Perempuan Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004
tanya: Assalamu'alaikum Wr.Wb,
Alhamdulillaaah...saya di USG kemarin dan setelah dikonfirmasi 2 kali Insya Allah kemungkinan besar bayi dalam kandungan saya adalah perempuan. Di Amerika, banyak dokter yang menentang bayi perempuan agar tidak disunat. Bagi bayi laki-laki kebanyakan disunat dari bayi. Suami saya, yang muallaf-pun menanyakan apa hukumnya dalam Islam agar bayi perempuan disunat? Apa manfaatnya? Apakah berdosa jika bayi perempuan tidak disunat? Tolong bantuannya. Terima Kasih Banyak!
Wassalamu'alaikum,
E.A., Austin, Texas-USA
Jawab:
AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yang dimaksud sunat disini lazim dalam Islam dikatakan dengan sebutan “khitan”. Dalam buku “Fiqih Kontemporer” karangan Dr. Yusuf Qardhawy, dikatakan bahwa masalah khitan bagi anak perempuan ini diperselisihkan oleh para ulama bahkan oleh para dokter sendiri, dan terjadi perdebatan panjang mengenai hal ini di Mesir selama beberapa tahun.
Sebagian dokter ada yang menguatkan dan sebagian lagi menentangnya, demikian pula dengan ulama, ada yang menguatkan dan ada yang menentangnya.
Dari beberapa sumber yang saya peroleh, didapat keterangan tentang hukum berkhitan sebagai berikut:
1. Pendapat pertama: Sunnah bukan wajib
Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi (lihat Hasyiah Ibnu Abidin: 5-479;al-Ikhtiyar 4-167), mazhab Maliki (lihat As-syarhu As-shaghir 2-151)dan Syafi‘i dalam riwayat yang syaz (lihat Al-Majmu‘ 1-300).
Menurut pandangan mereka khitan itu hukumnya hanya sunnah bukan wajib, namun merupakan fithrah dan syiar Islam. Bila seandainya seluruh penduduk negeri sepakat untuk melakukan khitan, maka negara berhak untuk memerangi mereka sebagaimana hukumnya bila seluruh penduduk negeri tidak melaksanakan azan dalam shalat.
Sedangkan mengkhitan anak wanita hukumnya mandub menurut mazhab Maliki, mazhab Hanafi dan Hanbali.
Dalil yang mereka gunakan adalah hadits Ibnu Abbas marfu‘ kepada Rasulullah SAW,”Khitan itu sunnah buat laki-laki dan memuliakan buat wanita.” HR Ahmad dan Baihaqi.
Selain itu bereka juga berdalil bahwa khitan itu hukumnya sunnah bukan wajib karena disebutkan dalam hadits bahwa khitan itu bagian dari fithrah dan disejajarkan dengan istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak. Padahal semua itu huumnya sunnah, karena itu khitan pun sunnah pula hukumnya.
2. Pendapat kedua, Wajib bukan sunnah:
Pendapat ini didukung oleh mazhab Syafi‘i (lihat almajmu‘ 1-284/285 ; almuntaqa 7-232), mazhab Hanbali (lihat Kasysyaf Al-Qanna‘ 1-80 dan al-Inshaaf 1-123).
Mereka mengatakan bahwa hukum khitan itu wajib baik baik laki-laki maupun bagi wanita. Dalil yang mereka gunakan adalah ayat Al-Quran dan sunnah:
“Kemudian kami wahyukan kepadamu untuk mengikuti millah Ibrahim yang lurus” (QS. An-Nahl: 23).
Dan hadits dari Abi Hurairah ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersbda,”Nabi Ibrahim as. Berkhitan saat berusia 80 dengan kapak”. (HR. Bukhari dan muslim)
Kita diperintah untuk mengikuti millah Ibrahim as. Karena merupakan bagian dari syariat kita juga”.
Dan juga hadits yang berbunyi,”Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah” (HR. HR As-Syafi‘i dalam kitab Al-Umm yang aslinya dri hadits Aisyah riwayat Muslim).
3. Pendapat ketiga: Wajib bagi laki-laki dan mulia bagi wanita.
Pendapat ini dipengang oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, yaitu khitan itu wajib bagi laki-laki dan mulia bagi wanita tapi tidak wajib. (lihat Al-Mughni 1-85)
Lebih lanjut, kembali menilik tulisan Qardhawy dalam buku “Fatwa Kontemporer”nya, dikatakan bahwa barangkali pendapat yang paling moderat, paling adil, paling rajih dan paling dekat kepada kenyataan dalam masalah ini ialah khitan ringan, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits –meskipun tidak sampai ke derajat shahih—bahwa Nabi saw, pernah menyuruh seorang perempuan yang berprofesi mengkhitan wanita ini, sabdanya:
“Sayatlah sedikit dan jangan kau sayat yang berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami.”
Yang dimaksud degnan isyman (dalam hadits asli yang berbahasa arab terdapat tulisan demikian, hanya karena kekurangan teknis hingga tak bisa ditulis tulisan aslinya disini;penj) ialah taqlil (menyedikitkan), dan yang dimaksud dengan laa tantahiki ialah laa tastaÂ’shili (jangan kau potong sampai pangkalnya). Cara pemotongan seperti yang dianjurkan itu akan menyenangkan suaminya dan mencerahkan (menceriakan) wajahnya, maka inilah barangkali yang lebih cocok.
Mengenai masalah khitan pada anak perempuan, keadaan di masing-masing negara Islam tidak sama. Namun bagaimanapun, bagi orang yang memandang bahwa mengkhitan wanita itu lebih baik bagi anak-anaknya, maka hendaklah ia melakukannya, dan saya (Qardhawy; penj) menyepakati pandangan ini, khususnya pada zaman kita sekarang ini. Akan hal orang yang tidak melakukannya, maka tidaklah ia berdosa, karena khitan itu tidak lebih dari sekedar memuliakan wanita, sebagaimana kata para ulama dan seperti yang disebutkan dalam beberapa pendapat di atas.
Dari sebuah Asbabul Wurud yang saya (Ade Anita, penj) baca (terbitan Kalam Mulia), saya menemukan hikmah dari khitan bagi anak perempuan:
“Pendekkan, jangan kau rusak sebab khitan itu dapat mempercantik wajah dan lebih menikmatkan jimak” (Diriwayatkan oleh At Thabrani dalam “Al Kabir”, oleh Al Hakim dari Ad Dhuhak Al Fahri). Sababul wurudnya: Ad Dhuhak bin Qais meriwayatkan: Di Madinah ada seorang wanita yanga baisa dipanggil Ummu ‘Athiyah akan mengkhitankan anak tetangga. Bersabdalah Rasulullah kepadanya: “Pendekkan…. Dan seterusnya.”
Kata Al Hafidz Ibnu Hajar, Hadits ini mempunyai dua thuruq (jalur hadits) keduanya dha’if sebagaimana di dhaifkan Al Hafidz Al Iraqi. Menurut Mundzir tidak ada kabar atau sunnah Rasul yang bisa dijadikan dasara untuk khitan wanita, demikian pula pendapat Munawi dalam “Al Jami’us Shaghiir”.
Keterangan:: “Laa tanhikii” maksudnya jangan berlebih-lebihan dalam memotong bagian yang akan dikhitan. Hikmah daripada khitan di antaranya dapat mempercantik wajah, menambah kenikmatan senggama.
WallahuaÂ’lam.
Demikian semoga bermanfaat.
WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|