[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Kerasa Kekanak-kanakan Tapi Sebel Dengan Jika Jadi Orang Dewasa
Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004

Tanya: Saya cewe umur 18 tahun. Tapi walaupun umur saya tambah terus, tapi sifat dan sikap saya kayak anak kecil aja. Childisk banget deh!!!.
Sampe mama saya ngomong “kamu udah gede tapi kaya anak kecil ajah!” Saya begitu karena saya berpendapat kalau orang dewasa itu menurut saya mengerikan, orang dewasa itu... ngg..pokoknya gitu deh pendapat saya.
Giaman ya ?! Biar saya nggak berpikiran gitu terus? Dan saya sadarkalao hal itu bikin saya nggak berkembang! Saya udah coba tapi....
Please, hel me! Jazakillah atas jawabannya.

Jawab:

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

AlhamdulillahÂ… ukhti yang selama ini selalu dikatakan kekanak-kanakan oleh ibu berkeinginan untuk merubah pandangan itu. Itu artinya ukhti telah memiliki inisiatif untuk merubah diri sebab ukhti menyadari bahwa jika ukhti tidak merubah diri dari saat ini, nanti ukhti tidak akan bisa berkembang. Namun ukhti mengemukakan pendapat bahwa menjadi orang dewasa itu mengerikan, ya? Mengapa ukhti merasa seperti itu? Dan sebenarnya menurut ukhti sendiri arti kedewasaan itu apa? Apakah benar menjadi orang dewasa itu mengerikan? Atau sebaliknya? Atau bahkan, ternyata, menjadi orang dewasa itu memberikan banyak sekali keuntungan bagi kita?

Purwanto, dalam buku psikologi pendidikannya mengatakan bahwa pada dasarnya kedewasaan itu memiliki bentuk dan wujud. Itulah sebabnya, orang lain bisa menilai kita apakah kita dewasa atau tidak. Wujud dan bentuk kedewasaan pada diri seseorang dapat dilihat dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Mengenal siapa dirinya dan mengetahui apa yang dapat serta tidak dapat dikerjakannya
Memiliki sifat proaktif
Tahu mengambil dan memutuskan jalan (tidak bergantung pada orang lain)
Memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dan peraturan dilingkungannya
Bertanggungjawab, artinya mau mempertanggungjawabkan keadaannya dan segala perbuatannya

Nah, yang selama ini menilai ukhti seperti anak kecil itu ibu, ya? Biasanya jika ibu yang menilai, berarti hal ini berkaitan dengan peran ukhti di rumah, bukan? Dengan demikian, seperti yang telah disebutkan pada poin pertama, untuk bisa menjadi seseorang yang dewasa, ukhti harus mengenal siapa diri ukhti sehingga ukhti mengetahui apa yang dapat serta tidak dapat dikerjakan, khususnya sehubungan dengan peranan yang diharapkan dari ukhti. Insya Allah, dengan pemahaman kita yang baik terhadap peran kita, insya Allah kita akan menjadi merasa nyaman karena kita bisa memposisikan diri kita secara tepat di rumah. Peran ukhti di rumah adalah sebagai anak. Dengan demikian, apa saja peran seorang anak di rumah? Apa saja yang dapat dikerjakan oleh seorang anak? Kemudian apa saja yang tidak boleh dikerjakan seorang anak? J tentunya ukhti paham ya? Yang pasti peran seorang anak dan orang tua memiliki perberdaan yang jelas, bukan?

Kedua, untuk menjadi seorang yang dewasa, kita tidak hanya memahami apa saja yang harus kita lakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan. Orang dewasa juga dilihat dari sikapnya yang proaktif. Untuk kasus di rumah ada banyak contoh sederhana mengenai sikap proaktif ini. Misalnya, suatu hari ukhti melihat ibu sedang mengulek sambal. Coba ukhti hampiri ibu, kemudian tanyakan: “ibu, ada pekerjaan yang perlu saya bantu?” ibu pasti akan merasa senang. Karena, subhanallah, tanpa menunggu perintah, ukhti mau membantu ibu.

Kemudian, tidak hanya itu, ibu pun bisa melihat wujud dan bentuk kedewasaan ukhti melalui kemandirian ukhti yang tercermin dalam diri ukhti karena ukhti tahu mengambil dan memutuskan jalan (tidak bergantung pada orang lain), memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dan peraturan di rumah, dan bertanggungjawab, artinya mau mempertanggungjawabkan keadaannya dan segala perbuatannya. Sikap mandiri yang bisa ukhti buktikan dirumah pun bisa dimulai dari hal-hal yang sederhana. Misalnya, kemandirian ukhti dalam menjaga semua benda yang ukhti miliki pribadi seperti membereskan tempat tidur, mencuci dan menyetrika baju sendiri, merapikan kamar sendiri, tanpa diperintah lagi... Itu semua tentu saja sebaiknya ukhti lakukan dengan gembira hati dan bukan dengan setengah hati. Mengapa? Karena ukhti tahu, itu adalah tanggung jawab ukhti sebagai seorang anak yang sudah dewasa. Selain itu, ukhti melakukan itu semua dengan senang hati pun karena ukhti paham bahwa Allah akan memberikan ridho-Nya jika ukhti melakukan segala sesuatunya dengan ikhlas (terlebih itu termasuk perilaku berbuat baik pada kedua orang tua) dan Ukhti paham bahwa Allah menyenangi hamba-Nya yang mau bersegera (tidak menunda pekerjaan). Tidak perlu mengandalkan pembantu dalam mengerjakan pekerjaan seperti ini karena jika ukhti mau, mampu dan ada waktu, mengapa tidak? J

Allah TaÂ’ala berfirman:
“Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.” (QS Al-Maidah: 35)

Saudariku.
Insya Allah, menjadi dewasa, mandiri, bersikap proaktif dan bertanggung jawab memberikan kita keuntungan yang berlipat ganda. Jika ibu menginginkan perubahan pada diri kita, mengapa kita tidak mencoba dan kemudian berusaha keras untuk memenuhi permintaannya? Kapan lagi kita membalas kebaikan ibu? Ibu yang telah mengandung kita selama 9 bulan lamanya... melahirkan kita dengan perjuangan antara hidup dan mati, bersimbah darah.... menyusui kita ... memandikan kita... menjaga kita dari kemungkinan-kemungkinan yang dapat mencelakakan kita... merawat kita sampai besar... dengan kesabaran...

Allah TaÂ’ala berfirman:
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun,. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
(QS. Luqman: 14)

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandung dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnua sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku terasuk orang-orang yang berserah diri.”
(QS. Al Ahqaaf: 15)

Ukhti,
Insya Allah kita akan merasa sangat bahagia melihat senyum ibu yang selalu tersungging karena kita bisa membantunya sebisa mungkin untuk mengerjakan tugas-tugas dirumah ditengah kesibukan kita sebagai pelajar/mahasiswi yang mungkin menumpuk. Bahkan permintaan ibu supaya kita merubah diri pun sebenarnya lebih banyak memberikan keuntungan pada diri kita sendiri. Jika kita sudah membiasakan sikap-sikap kemandirian kita di rumah, maka sikap-sikap itu akan terbawa sampai waktu yang akan datang, ketika kita sudah diharuskan untuk hidup mandiri, berkeluarga, tanpa kehadiran ayah atau ibu. Karena tidak mungkin ukhti selamanya berperan sebagai anak, bukan? Oleh karena itu, ukhti harus bisa bersegera sejak sekarang...
kapan lagi? Karena insya Allah Ukhti, keuntungannya begitu melimpah tidak hanya di dunia tetapi juga diakhirat.
Salam untuk ibu.

WassalamuÂ’alaikum Warahkmatullahi Wabarakatuh
Kajian Pemberdayaan Anak, Keluarga dan Komunitas Kesos- FISIP UI

Sumber:
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu pendidikan: teoritis dan praktis, Remaja Rosdakarya, Bandung: 2000


[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved