|
Aurat Muslimah di Rumahnya Sendiri Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004
Tanya: Alhamdulillah sudah hampir 3 bulan ini saya mengenakan jilbab dan berusaha untuk menjalankan sesuai syariat Islam.
Saya sudah membaca mengenai aurat wanita dari uneg2 yang judulnya "Aurat Muslimah Bolehkah Dilihat oleh Non Muslimah " dan telah dijawab bahwa yang boleh melihat aurat wanita ada 12 golongan...
Dengan 12 golongan yang saya baca itu apakah berarti saudara kandung Ayah atau Ibu baik yang kakak ataupun adik yang laki2 (Paman / Om)... tidak boleh melihat aurat wanita. Karena dirumah saya sering kedatangan Paman / Om dari pihak Ibu. Lalu bagaimana dengan wanita yang non muslimah namun masih saudara kandung Ayah atau Ibu (Tante) ataupun yang masih termasuk saudara (sepupu, keponakan) namun non muslim baik pria maupun wanita?
Jazakillah atas jawabannya
-M- Jakarta
Jawab:
AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
1. ‘Telah berkata Anas: Bahwasanya Nabi saw pernah memberi kepada Fathimah satu hamba laki-laki, sednag Fathimah berpakaian yang apabila ia tutup kepalanya, terbuka kakinya, dan apabila ia tutup kakinya terbuka kepalanya. Tatkala melihat keadaan itu, Nabi saw berkata : Tidak mengapa karena dia itu tidak lain melainkan (seperti) bapakmu dan hamabmu.’ (HR Abu Dawud)
2. Firman Allah: “Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, melainkan kepada (1) Suami-suami mereka, (2) Bapak-bapak mereka, (3) bapak-bapak bagi suami-suami mereka, (4) anak-anak mereka, (5) anak-anak bagi suami-suami mereka, (6) saudara-saudara laki-laki merkea, (7) anak-anak bagi saudara-saudara laki-laki mereka, (8) anak-anak bagi saudara wanita mereka, (9) wanita-wanita islam, (10) hamba-hamba mereka, (11) orang-orang gajihan yang tidak berkemauan kepada waniata, (12) atau anak-anak yang belum mempunyai keinginan kepada wanita. (Qs An-Nur: 31)
Keterangan ke 1 dan 2, menunjukkan bahwa wanita boleh menampakkan auratnya yang biasa terbuka di dalam rumah, yaitu lebih dari muka dan dua tangan di hadapan beberapa golongan famili yang tersebut di keterangan ke 2 dan di hadapan hamba laki-lkakinya dan di hadapan orang-prang gajihan yang sudah tua dan di hadapan anak-anak yang belum ada kemauan pada wanita.
Bagaimana dengan paman dan bibi serta wanita non muslimah yang masih saudara kandung ayah?
Untuk paman dan bibi, lihat kedudukan mereka. Umumnya jika bibi boleh tapi jika paman, harus dilihat dahulu kedudukannya apakah termasuk ke dalam golongan yang 12 itu ataukah tidak. Jika masih termasuk maka boleh tapi jika tidak maka tidak boleh. Khusus untuk bibi, bisa jadi pada mereka kita boleh membuka aurat tapi bagi suami mereka belum tentu. Ketimbang kamuj repot harus bongkar-pasang jilbab (memakai jilbab jika suami bibi ada dan melepasnya jika suami bibi pergi), saya pikir lebih baik kamu memakainya saja terus. Sekarang sudah ada kok model jilbab model sarung/kolong (sudah terjahit sehingga tinggal dipasang secara praktis) dari bahan kaus yang tidak panas dan sangat praktis memakainya. Jadi, kamu tidak usah repot memakai peniti dan juga tidak kepanasan memakainya di rumah. Lagipula, kalau kamu memakainya ketika ada tamu yang datang tidak dengan cara “bongkar pasang” jilbab juga akan terpakai lebih rapih dan manis.
Khusus untuk saudara kandung ayah/ibu yang non muslimah; yang harus dilihat itu bukan kedudukannya sebagai saudara kandung ayah/ibu tapi posisinya sebagai non muslimah. Jika dilihat dari kedudukannya sebagai saudara kandung ayah/ibu yang saudara kandung tentu saja dia boleh tapi karena dia dalam hal ini berlainan akidah denganmu (non muslimah) maka dia menjadi terlarang untuk melihat auratmu. Jadi, kenakan jilbab di hadapan mereka. Bagaimana dengan saudara kandung ayah/ibu yang non muslim dan berjenis kelamin laki-laki? HmmÂ…otomatis mereka jadi terlarang, karena saudara kandung non muslimah saja terlarang apalah lagi yang non muslim (pria).
Demikian, semoga bermanfaat.
WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita dan Kajian Pemberdayaan Anak, Keluarga dan Komunitas Kesos-FISIP UI
Sumber bacaan:
- A. Hassan, “Soal Jawab: Tentang berbagai Persoalan Agama”, Penerbit: CV Diponegoro, bab, Nikah.
[ 0 komentar]
|
|