|
Malas Menulis Skripsi Uneq-Uneq - Wednesday, 18 February 2004
Assalamualaikum wr.wb
Mba saya seorang mahasiswi difak. kedokteran di jogja. Dan saat ini saya tengah menyusun karya tulis untuk syarat kelulusan. Namun yang menjadi kendala saya hingga saat ini adalah rasa MALAS dari dalam diri saya sendiri. Sampai sekarang saya masih belum juga menyelesaikannya. Bahkan sampai2 saya stress berat dan susah tidur gara2 memikirkannya. Rencananya saya ingin segera ikut wisuda bulan maret tahun ini tapi saya pesimis mba.. “apakah saya mampu untuk menuntaskannya???”
Sekarang aja saya masih suka melalaikan waktu untuk hal2 lain yang mungkin kurang perlu. Gara2 saya ingin wisuda bulan maret saya jadi seperti terburu2 karna saya sama sekali belum membuat satu bab pun. Rasanya sampai sekarang ide saya gak juga keluar dan saya suka sulit untuk memulainya.
Gmn ya mba cara ngilangin malas saya ini??? dan apakah saya harus tetap ngotot ikut wisuda maret sementara temen2 saya banyak yang selesai bulan tsb, karena bulan juni temen2 saya gak ada yg pada wisuda dan saya takut ga ada temen pas ko-ass. Gimana jalan terbaiknya ya mba??? Sampe saat ini saya masih tetap terus mencoba mengerjakan KTI saya tersebut.Tolong balasannya ya mba? dan terima kasih sebelumnya.
Wassalam wr wb
Jawab :
AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hmm..
Dulu waktu saya hamil, hal yang paling sulit dilakukan itu ternyata bukan masa-masa ngidam (meski semua orang bilang itu adalah masa terberat), juga bukan masa ketika melahirkan (meski banyak provokator {hehehe} yang mengatakan sakitnya tak terkirakan). Sebagai seorang muslimah, ternyata hal yang paling sulit dilakukan itu adalah mencari dokter kandungan wanita (syukur-syukur jika dia seorang dokter wanita muslimah). Padahal katanya wanita muslimah di Indonesia itu jumlahnya lebih banyak daripada jumlah lelakinya. Tapi tetap untuk urusan mencari dokter wanita muslimah yang menjadi “dokter kandungan” itu tidaklah mudah. Eh.. bukannya saya ingin menyampaikan pesan bahwa dokter lelaki itu tidak boleh didatangi loh. Bukan itu. Hanya saja, saya malu rasanya jika yang memeriksa adalah dokter pria. ^_^ (tapi kalau terpaksa yah apa boleh buat, tapi tetap saja malu).
Tapi rasanya apa yang saya alami masih lebih mendingan sih (alhamdulillah) ketimbang yang dialami oleh tetangga saya. Dia seorang ibu muda (usia 30 tahun) yang mengidap penyakit jantung dan hamil anak kedua. Suaminya seorang kuli bangunan yang saat itu bekerja di pembangunan jembatan layang. Suatu hari, ibu muda itu mendapat serangan jantung padahal usia kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan. Anaknya yang tertua baru berusia dua setengah tahun langsung berteriak menangis ketika ibunya jatuh di lantai dapur. Tetangga langsung berdatangan membantu dan membawanya ke rumah sakit. Ibu muda itu mendapat pertolongan. Disitulah baru ketahuan bahwa sebenarnya, sejak awal ibu muda itu seharusnya mendapat pengawasan dokter karena penyakit jantungnya itu tapi karena keterbatasan ekonomi (mereka termasuk kaum dhuafa), tidak ada biaya untuk itu. Ibu itu hanya mengkonsumsi berbagai macam jejamuan untuk mengobati penyakitnya. Akhirnya, karena kondisi kritis ibu itu dioperasi caesar. Bayinya selamat tapi ibu muda itu tidak bisa diselamatkan. Perlu waktu beberapa hari untuk mengeluarkan sang bayi yang lahir piatu itu karena sang ayah yang kuli bangunan tidak punya uang yang cukup. (Ah, mahalnya biaya kesehatan zaman sekarang.)
Ada teman saya yang punya kemampuan lumayan, baru-baru ini gagal masuk fakultas kedokteran. Sedihnya dia jangan ditanya. Saya juga ikutan sedih atas kegagalannya. Terus terang, saya pribadi sangat mengharapkan agar banyak muslim dan muslimah yang bisa mengisi tempat-tempat strategis dimana sesama muslim dan muslimah bisa saling menitipkan rahasianya dengan aman; bisa meminta penyelesaian tanpa ada rasa sungkan; bisa bertanya dan memperoleh jawaban yang sesuai dengan kaidah dan nilai Islami dan lebih dari itu bisa membuka “auratnya” tanpa rasa khawatir bahwa seseorang yang bukan muhrim akan ikut melihatnya. Hal ini rasanya sulit diraih jika semua bidang strategis tersebut belum diisi oleh para muslim dan muslimah (lebih miris lagi jika melihat kenyataan di masyarakat saat ini karena ternyata banyak bidang strategis yang diisi oleh pria dan wanita non muslim). Entah itu bidang kesehatan, pendidikan atau kebudayaan (termasuk agama), pemerintahan (termasuk ekonomi) serta bidang kesejahteraan sosial (untuk sementara, karena keterbatasan pengetahuan saya; maka saya membatasi makna bidang strategis hanya pada bidang dimana sering terjadi benturan antara nilai halal dan haram dalam kacamata islam. Jika ada yang ingin menambahkan lebih lanjut, silahkan saja). Kenapa saya sangat menaruh perhatian pada hal tersebut ?
Hmm… Bayangkan jika sesuatu yang seharusnya haram, diputar balikkan oleh logika sehingga akhirnya masuk “wilayah abu-abu” dan akhirnya lama kelamaan berubah menjadi halal? Bayangkan jika sesuatu yang seharusnya halal dipertanyakan bolak balik hingga menimbulkan keraguan dan masuk “wilayah abu-abu” dan akhirnya lama kelamaan berubah menjadi haram? Atau bayangkan jika nilai-nilai Islam yang berisi aturan dan pegangan bagi ummat Islam diporak-porandakan oleh ummat agama lain hanya karena mereka menguasai bidang-bidang strategis ? (Naudzubillah min dzaliik).
Tapi, sangat tidak adil juga bila kita berteriak menuntut keadilan pada masyarakat dunia atas posisi yang tidak bisa kita kuasai jika kitanya sendiri ternyata tidak punya keahlian dan kemampuan untuk menguasai bidang-bidang tersebut ? Sama halnya seperti seorang anak yang merengek minta dibelikan sebuah mainan robot yang canggih hanya karena semua temannya punya mainan robot tersebut. Anak itu sendiri tidak tahu bagaimana memainkan robot tersebut. Terlalu banyak kecanggihan yang dimiliki robot tersebut. Jika saja anak itu tahu memainkannya, sesungguhnya robot itu bisa membantunya membereskan mainan yang berserakan di lantai, bisa juga membersihkan genangan air ringan di lantai, bisa menirukan berbagai macam suara, bisa menyanyikan bermacam-macam lagu bahkan bisa dijadikan kalkulator berjalan. Tapi anak itu tidak tahu semua kecanggihan robot itu. Anak itu ingin memiliki robot tersebut hanya karena semua temannya sudah punya robot tersebut. Dia sudah cukup puas “sama” dengan orang lain. Akhirnya, robot yang mahal itu diperlakukan sama seperti boneka biasa. Hanya ditimang-timang sayang, dibersihkan dari debu agar tetap mengkilap untuk kemudian dijadikan pajangan di dalam kamar. Sungguh sayang sekali.
Ukhti calon dokter yang dirahmati Allah SWT
Ayo ukhti. Motivasi diri ukhti sendiri untuk bisa menyelesaikan skripsi/karya tulis ukhti. Saat ini, ummat kita, masyarakat kita sangat membutuhkan muslim dan muslimah berprestasi untuk membangun negara, menguatkan masyarakat dan menegakkan panji bendera Islam di muka bumi. Ada banyak kaum dhuafa yang membutuhkan uluran bantuan kita dalam berbagai hal agar mereka bisa memberdayakan diri mereka sendiri. Ada banyak persoalan di masyarakat yang membutuhkan pemikiran kita; ada banyak bidang-bidang strategis yang membutuhkan kehadiran kita disana. Jika bukan ukhti dan teman-teman sekalian yang turun tangan maka ummat agama lainlah yang akan turun tangan membantu mereka. Tahukah ukhti apa yang akan terjadi jika ummat agama lain turun tangan ? Mereka bukan hanya membantu tapi juga menyebar luaskan ajaran agama mereka. Mereka akan menyingkirkan ajaran agama islam dari masyarakat kita dan menggantinya dengan agama mereka (lihat qs 3:149; qs 3:196-198). Kalau sudah begitu, entahlah apa yang harus kita semua katakan di hari perhitungan (yaumil hisaab) kelak. Karena sesungguhnya, sudah menjadi kewajiban pada pundak kita semua untuk menyampaikan tentang kebenaran Islam itu sendiri di masyarakat (lihat qs 34:15-17; qs 5:35; qs 3: 104 & 110). Tidak hendakkah kita semua kembali mengalami masa gemilang kejayaan Islam ? Tidak hendakkah kita semua memiliki masyarakat yang damai dan sejahtera ?
Motivasi diri ukhti sendiri untuk menyelesaikan tugas akhir untuk sebuah tujuan yang mulia. Jangan memotivasi diri hanya agar sama dengan semua teman. Jangan memotivasi diri hanya agar dapat teman. Semua tujuan jangka pendek itu hanya bersifat sementara ukhti (artinya kenikmatannyapun hanya sekejab), padahal ada tujuan lain yang lebih mulia yang seharusnya ukhti tuju. Tidakkah ukhti ingin meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat ?
Jika ukhti bertanya pada saya, “apakah saya mampu untuk menuntaskannya ?” saya akan menjawab itu semua tergantung pada ukhti sendiri. Tapi insya Allah ukhti punya kemampuan untuk menyelesaikannya jika saja ukhti mau berusaha lebih giat lagi untuk itu (lihat qs 13:11). Sama seperti seseorang yang akan menyeberang jalan raya yang ramai. Mobil-mobil besar yang berseliweran membuatnya takut tertabrak. Untuk bisa menyeberang jalan, tidak ada jalan lain dia harus memperkuat keyakinan dirinya sendiri bahwa dia mampu berjalan cepat untuk meyeberang jalan. Lebih dari itu, dia tidak akan menyeberangi jalan tersebut jika dia tidak pernah melangkahkan kakinya untuk memulai menyeberangi jalan raya tersebut. Jadi, mulailah dengan menulis dan mengisi bab-bab karya tulis tersebut. Mulailah dari apa yang ukhti kuasai untuk memulainya. Mulailah dari apa yang ukhti senangi untuk mengulasnya. Mulailah sekarang juga.
BTW, hehehe, perumpamaan menyeberang jalan itu perumpamaan. Karena sekarang lebih baik menyeberang jalan raya yang ramai lewat jalan yang semestinya yaitu lewat jembatan penyeberangan atau zebra cross.
WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita [ 0 komentar]
|
|