[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Lebih Baik Melanjutkan Sekolah atau Berkarir yah?
Uneq-Uneq - Wednesday, 03 March 2004

tanya:Assalamu'alaikum wr wb

Mbak sekarang adik sudah bekerja di sebuah BUMN yang alhamdulillah cukup besar, itu semua tidak lepas dari anugrah Alloh, sungguh sampai di hati rasanya betapa besarnya nikmat Alloh, sedangkan kadang2 diri merasa kurang bersyukur.
oh iya mbak, adik mau curhat tentang sesuatu kepada mbak.
Dulu adik waktu masih sekolah sangat ingin jadi wanita karir yang bisa membagi waktu dengan keluarga, tapi setelah melihat kehidupan sekeliling apalagi sekarang setelah tinggal di Bandung(aslinya Ngawi-Jawa Timur), jauh dari orang tua, dan dengan lingkungan sehari-hari yang bergumul dengan ibu-ibu pekerja, lama-kelamaan jadi menyadari bahwa sangatlah sukar untuk bisa membaginya, jika ingin berhasil haruslah memilih salah satu antara pekerjaan atau keluarga.

Adik jadi berpikir bukankah tanggung jawab keluarga dan pendidikan itu sebagian besar di tangan wanita, jadi harusnya sebagai wanita kita harus menyadari hal itu bahwa keluarga adalah di atas segala-galanya. Adik kadang berfikir bahwa suatu saat bila sudah berumah tangga ingin meninggalkan pekerjaan ini dan benar-benar mengabdikan diri pada keluarga, bertanggung jawab penuh thd pendidikan anak.

Tapi mbak, kalo pas bincang2 dengan ibu gitu terkesan bahwa beliau menginginkan saya tetap bekerja, karena bagaimanapun wanita itu harus mandiri sehingga jika suatu saat ada kejadian apa-apa sdh bisa menghidupi dirinya sendiri tanpa tergantung kepada suami. Selama ini ya saya dengar aja, tapi saya selalu yakin bahwa jika suatu saat saya kehilangan pekerjaanpun masih ada Alloh dan rejeki setiap manusia itu kan sdh ada bagiannya sendiri, jika Alloh sdh menetapkan tidak ada yg bisa menolaknya .

Tapi saya memang mungkin masih terlalu kecil untuk berfikir ke arah itu. Apalagi saya baru 4 bulan mulai bekerja dan alhamdulillah bulan lalu sdh ada pengangkatan menjadi pegawai tetap. O iya mbak, saat2 sekarang ini kan masanya masuk kuliah. Adik kan dulu dari STM jadi paling nggak harus meneruskan kuliah. Seperti keinginan orang tua dan keinginan sendiri juga untuk menambah wawasan.

Cuma tadi sempat ngobrol dengan bibi' kata beliau jika akhirnya ingin jadi ibu rumah tangga buat apa juga kuliah, malahan klo sudah kuliah tinggi2 e akhirnya berhenti juga dari pekerjaan kan malah bisa membuat ibu sakit hati. Belajar juga nggak perlu harus kuliah bisa dengan rajin baca buku dan buka internet. Mbak, terus terang hal itu sempat menyentak hati saya. Dan selama pagi tadi sempat memenuhi seluruh pikiran saya. Mbak, bisa adik minta saran dan pendapat. Terima kasih

WassalamuÂ’alaikum wr wb

Jawab:
AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Subhanallah, baik sekali apa yang adik A pikirkan tentang rencana masa depan. Cita-cita untuk mengabdikan diri pada keluarga dan bertanggung-jawab terhadap pendidikan anak yang Adik M miliki itu sungguh luar biasa. Semoga Allah senantiasa meridhai dan memudahkan jalan bagi cita-cita mulia ini.
Benar sekali Dik A.
Seorang wanita adalah madrasah umat karena dia adalah lembaga pendidikan utama bagi anak-anaknya (penggalan syair penyair Hafizh Ibrahim). Disamping itu seorang wanita juga merupakan bagian terbesar yang menyanggah kesuksesan seorang pria. Hampir semua pria yang sukses di dunia ini adalah para pria yang disekelilingnya ada wanita-wanita yang ikut memberikan dukungan penuh bagi derap langkah yang diambil para pria tersebut. Itu sebabnya, peranan terbesar yang diharapkan dari seorang wanita setelah menikah itu bukanlah di luar rumahnya tapi justru sebaliknya, di dalam rumahnya. Yaitu, peranannya sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya, seorang istri bagi suaminya dan juga seorang pemimpin bagi dirinya sendiri dalam beribadah dan anggota keluarga dalam rumah tangga yang diasuhnya dan juga peranannya dalam berkiprah di masyarakat terdekatnya yang merupakan bagian dari usahanya untuk mencari bekal bagi kehidupan akhiratnya. Semua hal ini, meski tampaknya merupakan hal-hal yang bersifat sehari-hari dan ringan sesungguhnya tidaklah demikian. Dibutuhkan sebuah sikap yang sabar, penuh keikhlasan dan ketulusan untuk mengerjakan semua rangkaian pekerjaan tersebut. Begitu mulianya tugas yang diemban oleh seorang wanita dalam rumah tangganya dan besarnya pengorbanan yang dibutuhkan dalam mengemban tugas tersebut sehingga Allah menjanjikan pahala surga bagi mereka yang mengerjakan tugas-tugas tersebut dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, sebagaimana yang tertera dalam hadits:

“Abu Ya’la dan al-Bazzar merawikan dari Anas bahwa para istri Rasulullah datang dan bertanya, “Wahai Rasulullah, kaum laki-laki pergi mencari keutamaan dan berjihad di jalan Allah. Bagaimana kami kaum wanita, apakah amal kami dapat menandingi pahala jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Profesi kalian di rumah sederajat dengan pahala mujahidin di jalan Allah.”

Untuk menjadi seorang pendidik bagi anak-anaknya, maka bekal dan modal utama yang harus dimiliki oleh seorang wanita selama melakukan tugas tersebut tentu saja bekal pendidikan. Apa yang akan diajarkan pada anak-anak kita jika kita sendiri tidak berpengetahuan? Bagaimana bisa mengajarkan sesuatu jika kita sendiri tidak berpengetahuan? Untuk itu, saya sangat mendukung semua usaha yang dilakukan oleh seorang wanita dalam rangka menuntut ilmu guna meningkatkan kapasitas dirinya.

Sesungguhnya, menuntut ilmu itu tidaklah bersifat terbatas. Ilmu yang bisa dipelajari di dunia ini ada banyak sekali. Dari sekian banyak ilmu yang bisa dipelajari, ada beberapa ilmu yang sifatnya wajib diketahui oleh tiap-tiap individu muslim/ah, dan biasa disebut ilmu yang bersifat fardhu ‘ain (apatah lagi seorang wanita yang akan menisbatkan dirinya untuk kelak menjadi pendidik bagi anak-anaknya) dan ada juga ilmu yang sifatnya tidak wajib diketahui oleh semua orang (jadi jika orang itu tidak mengetahuinya tidak mengapa, dengan catatan bahwa orang lain harus ada yang menguasainya, kemudian jika tidak ada seorangpun yang menguasainya, maka kewajiban itu terkena pada diri sendiri, biasa disebut ilmu yang sifatnya fardhu kifayah bagi tiap muslim). Ilmu yang bersifat fardhu kifayah itu seperti ilmu kedokteran, ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, ilmu bahasa Arab dan bahasa asing lainya, ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushul fiqih, serta ilmu-ilmu duniawi lainnya yang sifatnya untuk memberi kemudahan dalam urusan duniawi. Sedangkan ilmu yang sifatnya fardhu ‘ain itu adalah ilmu yang mempelajari pokok-pokok tauhid dan akidah, Dengan kedua ilmu tersebut maka insya Allah kita akan dapat mengenalkan diri kita (juga anggota keluarga kita) kepada Rabb-nya hingga mencapai batas keyakinan, juga dapat mengenal Nabi Muhammad SAW dan dapat meyakini kebenaran kenabian dan kesahihan risalah Muhammad saw. Selain juga dapat meyakini Al Quran.

Selain itu, seorang muslim diharuskan untuk mempelajari hukum-hukum dan syariat Islam yang ia butuhkan, seperti ilmu Thaharah, ilmu shalat yang lima waktu dan shalat sunnah lainnya, ilmu puasa, ilmu zakat, dan hukum halal dan haram dari sesuatu yang biasa dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari serta ilmu akhlak dan ilmu etika (yaitu ilmu yang dapat mengatur perilaku seorang muslim dengan aturan syariat agama).

Semua ilmu yang sifatnya wajib itu insya Allah bukan hanya berguna dalam rangka membekali anak-anak kita dalam mengenal Tuhannya, dalam mengenal agamanya, tapi juga insya Allah sangat berguna bagi diri kita agar kita bisa senantiasa berpegang teguh pada tali agama Allah dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan ujian hidup yang datang menghampiri silih berganti. Pun insya Allah berguna dalam menjaga seluruh anggota keluarga agar dalam setiap geliat kehidupan selalu berada di dalam koridor ke-Islaman dan menjauhkan dari segala macam kemunkaran dan kebatilan apalagi keluar dari Islam. Semoga kita semua dijauhkan dari ketiganya. Aamiin.

Sedangkan ilmu yang sifatnya tidak wajib itu, insya Allah juga berguna untuk memudahkan pengambilan keputusan dalam menghadapi sisi teknis persoalan sehari-hari; insya Allah mengefisienkan waktu dan tenaga dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan yang harus dikerjakan; dan insya Allah juga bisa memberi jalan keluar yang cukup efektif dalam mencari jalan keluar sebuah persoalan pekerjaan sehari-hari disamping bisa meningkatkan kedudukan kita dalam strata sosial dan ekonomi. Terlebih perkembangan pendidikan yang diterima anak-anak kita kelak sudah jauh bertambah dari apa yang kita peroleh di waktu kita sekolah dahulu. Dengan begitu, mempelajari berbagai macam disiplin ilmu insya Allah juga berguna dalam memberi pendidikan bagi anak-anak dan sekaligus juga menjadi teman berbincang yang menyenangkan bagi suami kita.

Dengan kata lain, jika kita memperlakukan semua ilmu yang kita pelajari dengan bijak, sebenarnya tidak ada ilmu yang bersifat sia-sia atau mubazir. Jadi, jika kamu memang ingin melanjutkan sekolah agar bisa memperoleh ilmu yang baru dan memperkaya ilmu yang sudah terlebih dahulu kamu miliki saat ini, lakukanlah dengan bijaksana. Dengan bijaksana disini artinya, kamu sudah mempertimbangkannya bahwa ilmu yang akan kamu pelajari itu memang cukup dibutuhkan untuk satu, dua atau beberapa tahun ke depan, baik bagi peningkatan karirmu ataupun untuk mengembangkan cakrawala berpikirmu saat ini. Disamping itu, ada pertimbangan lain, yaitu tidak terlalu memaksakan dirimu dalam mempelajarinya. Jadi misalnya, untuk bisa sekolah lagi maka kamu harus kehilangan banyak waktu untuk beristirahat, kehilangan waktu untuk beribadah dan kehilangan waktu untuk bersosialisasi baik bersama keluarga maupun dengan teman dan masyarakat, atau bahkan kamu jadi mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi pada pekerjaan utama kamu saat ini, mungkin ada baiknya kamu pikirkan lagi apakah benar ini saat yang tepat untuk menimba ilmu tersebut.

Untuk itu, coba kamu buat dahulu perencanaan yang matang tentang pengaturan penggunaan waktu untuk sekolah, bekerja dan sebagainya; lalu tentang pengaturan keuangan (sekolah itu memerlukan biaya yang tidak sedikit loh) dan terakhir membuat prediksi (perkiraan) tentang proyeksi masa depan. Yang terakhir ini merupakan perkiraan apakah ilmu ini kelak memang bermanfaat untuk satu, dua atau beberapa tahun yang akan datang, jadi sesuaikan dengan perencanaan karir yang akan kamu bina mulai dari sekarang lalu minat yang akan kamu kembangkan nantinya serta kesempatan yang sekiranya terbuka untuk kamu masuki. Karena kamu bercita-cita untuk mengabdikan diri pada keluargamu dan mendidik anak-anakmu di rumah, mungkin bisa dimasukkan rencana untuk memenuhi cita-cita itu. Termasuk kemungkinan jika sekiranya kamu bisa membina sebuah karir yang menggunakan rumah sebagai basis utama pekerjaanmu. Misalnya, kemungkinan untuk membuka sebuah usaha rumahan atau bekerja dari rumah. Dengan begitu, fokus perhatian utama pada keluarga tetap bisa kamu pertahankan tapi kamu tidak kehilangan potensi untuk terus berkarya dan bermanfaat bagi orang lain.

Demikian semoga bermanfaat.

WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

Sumber bacaan :
- Dr Yusuf Qaradhawi, “Fiqih Praktis bagi kehidupan Modern”, Penerbit: PT Gema Insani Press.
- Abdul Halim Abu Syuqqah, “Kebebasan Wanita”, jilid 3, Penerbit PT Gema Insani Press.
- DR. Ali Abdul Halim Mahmud, “Fiqih Dakwah Muslimah: Buku Pintar Aktivis Muslimah”, Penerbit: Robbani Press.

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved