[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Puasa Dengan Hisab
Wanita Bertanya Ulama Menjawab - Wednesday, 18 February 2004

kafemuslimah.com Tanya: Mulai puasa,berbuka dan sembahyang, bolehkah dengan hisab saja?

Jawab: Sabda Rasulullah saw:
Artinya: “jangan kamu puasa hingga kamu lihat bulan, dan jangan kamu berhari raya, hingga kamu lihat dia. Maka sekiranya gelap cuaca di pihak kamu, hendaklah kamu gunakan perhitungan.” (HR Bukhari)

Hadits ini maksudnya bahwa kita tidak boleh puasa melainkan sesudah terlihat bulan, yakni sesudah masuk bulan puasa dan tidak boleh berhari raya, melainkan sesudah terlihat bulan juga, yakni sesudah masuk bulan syawal.

Jadi, yang sebenarnya dipentingkan di sini, ialah masuknya bulan, bukan melihat bulan.

Di akhir hadits tersebut, bahwa kalau tidak terlihat bulan, hendaklah kita puasa dan berhari raya dengan hitungan saja. Ini menunjukkan bahwa yagn diperlukan itu, ialah masuknya bulan, bukan melihatnya.

Ada orang berkata: kita wajib turut hadits itu yakni di waktu cuaca baik, kita puasa dengan melihat bulan dan di waktu gelap kita gunakan perhitungan.
Kepada orang yang berpendapat seperti itu kita akan terangkan: Hadits itu mengatakan bahwa tak boleh kamu puasa melainkan sesudah kamu lihat bulan. Perkataan lihat bulan itu, kalau diartikan lihat betul-betul, niscaya tiap-tiap seseorang dari kita tidak boleh puasa melailnkan sesudah kita sendiri melihat bulan; dan kalau di antara kita tidak melihat bulan, maka orang itu tidak boleh puasa dengan dapat kabar dari orang yagn lihat bulan. Begitu juga waktu hendak berhari raya. Begitu juga di waktu menggunakan hitungan di waktu mendung.

Lalu ada lagi orang bertanya: Sekiranya boleh puasa dengan menggunakan hitungan (hisab) mengapakah Nabi saw menyuruh kita melihat bulan, dan kalau ada mendung disuruhnya pakai hitungan? Apakah perkataan itu tidak berarti, bahwa di waktu tidak mendung harus puasa dengan melihat bulan?”
Kepada orang tersebut kita jawab; bahwa Nabi saw menyuruh melihat bulan di waktu cuaca baik dan menyuruh kita menggunakan hitungan di waktu mendung itu, bukan sebagai ketetapan. Tetapi sebagai suatu ajaran saja, karena ummatnya di waktu itu belum dapat berhitung secara falak dengan tepat, sebagaimana sekarang.

Sabda Rasulullah: ”Sesungguhnya kami ini satu ummat yang ummi (tidak pintar di dalam tulis menulis dan hitung menghitung). Kami tidak dapat menulis dan tidak dapat menghitung; bulan itu sekian dan sekian, yakni sebulan 29 hari dan sebulan lain 30 hari.” (HR Bukhari)

Orang yang memperhatikan hadits ini dengan sungguh-sungguh bisa mendapat keyakinan, bahwa sekiranya ummat Islam di zaman Nabi itu pandai di dalam urusan falak, tentulah Nabi menggunakan perhitungan itu saja untuk puasa dan untuk hari raya.

Sungguhpun Nabi kita tidak menggunakan semata-mata perhitungan, tetapi pernah ia membenarkan ummatnya menggunakannya.

Sabdanya: “Janganlah kamu mendahului bulan (puasa) itu, hingga kamu lihat bulan atau kamu sempurnakan hitungan; kemudian puasalah sehingga kamu lihat bulan atau sempurnakan hitungan.” (HR Nasa’I)

Selain dari hadits-hadits dan riwayat-riwayat tersebut, ada satu riwayat:
Artinya: Telah berkata Ibnu Umar: “Orang-orang pernah melihat bulan, lalu saya kabarkan kepada Rasulullah saw, yang saya telah melihat dia, maka Rasulullah (menetapkan mau) puasa dan ia menyuruh orang-orang semua puasa.” (HR Abu Dawud)

Riwayat ini menunjukkan bahwa kalau kita dikabarkan oelh seseorang yang telah melihat bulan, sudah boileh kita puasa dan boleh pula kita menyuruh orang lain puasa.

Dengan ini nyata lagi kepada kita, bahwa yagn dimaksud betul-betul ialaha masuknya bulan bukan melihat bulan.

Ringkasan dan timbangan:
Hadits yang pertama itu maksudnya, bahwa hendaklah kamu mulai puasa sesudah melihat bulan, yakni sesudah masuk bulan Ramadhan, dan hendaklah kamu berhari raya sesudah melihat bulan, yakni sesudah masuk bulan Syawal.

Hadits yang kedua menunjukkan bahwa Rasulullah mengaku bahwa ia dan kaumnya, ketika tidak mengetahui hisab (perhitungan).

Hadits yang ketiga membolehkan kita puasa dan berhari raya dengan melihat bulan dan membenarkan juga kita puasa dan berhari raya dengan pakai hisab (perhitungan).

Hadits yang ke empat membolehkan kita puasa dengan diberi kabar oelh orang yang melihat bulan dan boleh pula orang lain puasa dengan sebab mendengar kabar dari orang yang tidak melihat bulan.

Dengan demikian, kalau kita perhatikan semua keterangan itu, nyatalah bagi kita bahwa puasa dengan pakai hisab (perhitungan) itu tidak terlarang,malah dibenarkan.

-----sekian, semoga bermanfaat----

Diambil dari buku A.Hassan, “Soal Jawab tengan berbagai Agama Islam”, penerbit: cv. Diponegoro, Bandung.

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved