[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Artis Idola yang mengecewakan
Uneq-Uneq - Sunday, 18 July 2004

Tanya: Assalamualikum. Wr. Wb,

Mbak Ade yang baik, Saya sudah lama...sekali pingin ngeluarin uneg2 ini, tapi gak tau sama siapa? Gak sengaja, saya menemukan website ini.

Saya cuma ingin cerita pengalaman saya aja, barangkali bermanfaat buat muslimah yang lain, atau barangkali ada muslimah yang lain yang punya pengalaman seperti saya. Saya pernah mengidolakan seorang tokoh. Tokoh ini saya idolakan sejak belasan tahun yang lalu. Selain karena karirnya yang bagus, saya mengidolakan dia karena iman Islamnya. Karena ketakwaannya pada Allah, yang selalu ditunjukkannya di setiap penampilannya. Dia juga seorang Haji Mbak Ade.

Pendek kata. Saya sempat kenal dengan dia lewat SMS kira2 2 tahun yang lalu. Awalnya hubungan pertemanan kami lewat SMS berjalan baik2 saja.

Sampai suatu saat, ada sebuah kesalahpahaman yang terjadi diantara kami. Kesalahpahaman ini
disebabkan oleh orang lain yang gak suka dengan pertemanan kami. Sejak saat itu, dia gak pernah lagi membalas SMS2 saya. Saya dicuekkin dan dianggap tidak ada. saya sudah ratusan kali meminta maaf pada dia, tapi gak pernah ada tanggapan. Saya selama 2 tahun tetap berusaha menyambung tali silaturahmi saya dengan dia. Lewat surat yang puluhan, lewat SMS juga, tapi tetap tidak ditanggapi. Padahal mustahil menurut saya, kalau dia tidak tau saya sakit hati dengan
kebisuannya itu. Karena beberapa kali saya pernah mengatakan pada dia tentang sakit hati saya lewat surat/SMS. Sebenernya saya bukannya tidak tau kalau semua itu berarti dia gak mau melanjutkan pertemanannya dengan saya. Masalahnya ya Mbak, kalo misalnya dia itu, bukan
seorang artis yang saya kenal sebagai seorang muslim yang sangat baik, saya mungkin juga udah cuekkin dia dari kemaren2.

Tapi, tindakan dia yang menurut saya sangat tidak Islami, dimana dia memutuskan tali silaturahmi secara sepihak, sangat mengganggu saya Mbak Ade. Saya seperti gak terima, seorang yang saya idolakan karena tingkat keagamaannya, kok melakukan hal seperti ini? sementara temen2 sesama tokoh dia yang laen, yang kurang pengetahuan Islamnya saja gak bersikap seperti ini. Dia seperti orang yang gak perduli dengan perasaan orang lain.

Terus terang, saya merasa direndahkan Mbak. Soalnya sikap dia ama temen2 saya yang laen yang notabene orang2 media, dia sangat baik. Sering telponan/SMS an. Padahal dia tau persis, orang2 media itu temen2 baik saya. Dia bersikap seperti orang yang tidak mengenal saya. Sampai kejadian 4 minggu yang lalu, yang sangat melukai perasaan saya Mbak, ceritanya gini, Salah satu temen saya yang orang media itu, kebetulan dapet job untuk tampil bareng dia, di salah satu TV swasta. Disanalah, dia menjelek2kan saya habis2an sama temen saya itu. dia bilang saya begini begitu, bahkan dia memfitnah saya. Dia pesen2 banget sama temen saya itu untuk gak bilang ama saya, tapi karena temen saya itu kasihan ama saya, dia menyampaikan semua kalimat yang dibilang oleh tokoh bergelar Haji itu.

Mbak Ade, saya gak bisa menggambarkan sakit hatinya saya saat itu. Saya gak pernah menyangka, orang seperti dia, bisa berkata2 seperti itu.

Saya mengungkapkan rasa sakit hati saya itu lewat surat yang saya kirimkan padanya,
saya ceritakan secara baik2 perasaan saya. Tapi sampai masuknya bulan suci Ramadhan, dia tetap tak bergeming. Bahkan semalam ( 27 Oktober 2003 ), dia dateng ke kantor tempat saya magang sebagai penulis, untuk suatu keperluan yang mana saya juga terlibat di dalamnya. Disana dia bertemu dengan teman baik saya (dia juga tau lho kalo itu teman baik saya), tapi dia gak ngomong apapun tentang permasalahan saya dengan dia ini.

Mbak Ade, manusia macam apakah dia sebenernya? Dikalangan temen2nya , juga temen2 saya, dia dikenal sebagai orang yang sangat baik dan sangat beriman. Tapi kenapa dia memperlakukan saya seperti ini? Mbak Ade, salahkah saya kalo jauh di dalam lubuk hati saya, saya menginginkan dia meminta maaf pada saya. Salahkah saya Mbak?

Apa yang harus saya lakukan Mbak? Hati saya sakit...sekali. Saya ingin menemuinya, tapi saya takut dia gak mau ketemu sama saya. Saya takut dosa kalau menyimpan perasaan sakit hati ini terlalu lama. Menurut Mbak Ade, apa ya kira2 maksud orang ini? apakah sikap seperti ini yang dimaksud munafik dalam Islam Mbak? Saya tunggu banget jawabannya ya Mbak.

Buat para muslimah yang membaca email saya ini, mungkin pengalaman saya ini bisa dijadikan manfaat. jangan terlalu memuja orang, bisa jadi apa yang kita lihat, lain dengan kenyataannya. Sebelum memuja, kenalilah orang tersebut lebih dahulu. Saya sengaja tidak menyebutkan nama tokoh tersebut, untuk menghindari adanya ketersinggungan. tapi apabila diantara pembaca ada yang mengetahuinya, saya tidak sedikitpun bermaksud membuka aib seseorang. Saya hanya ingin mengeluarkan uneg2 yang menyesakkan ini pada Mbak Ade.

Trima kasih banyak Mbak Ade.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Jawab:

Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ada sebuah nasehat yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadits Nabi Muhammad saw, yang bunyinya: “Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika ia menjadi seterumu. Dan bencilah seterumu secara wajar juga, siapa tahu suatu hari ia menjadi kekasihmu.”.

Nasehat di atas ditujukan kepada manusia, demikian juga kekasih dan seteru (musuh) yang dimaksud. Manusia memiliki kalbu, yang dalam bahasa aslinya berarti, “bolak-balik”. Hati manusia dinamai kalbu karena ia sering berubah-ubah, sekali ke kiri dan sekali ke kanan. Apalagi bila ia tidak memiliki pegangan hidup dan tokok ukur yang pasti. Dan sesungguhnya segala sesuatu yang ada di atas dunia ini, memiliki sifat yang tidak pasti juga memiliki sifat yang tidak abadi.

Yang cantik pada masanya akan berubah menjadi tidak cantik lagi. Yang segar cepat atau lambat akan menjadi layu. Yang sehat suatu saat pasti akan sakit. Yang sukar jika dilatih akan menjadi mudah. Yang jelek bisa berubah menjadi bagus. Yang sakit bisa jadi sehat dan pada akhirnya semua akan bermuara pada satu hal: semua yang hidup akan menemui kematian.

Dari pelajaran yang Allah berikan pada kita semua tentang ketidak abadian segala sesuatu itu, ada sesuatu yang seharusnya kita semua memetiknya sebagai sebuah pesan Allah yang bersifat menyeluruh, yaitu bahwa keabadian hanya dimiliki oleh Allah semata. Dan bahwa dunia ini hanyalah tempat persinggahan yang bersifat sementara saja, hanya pelabuhan sementara sebelum kita semua melanjutkan perjalanan menuju ke kampung keabadian, yaitu kampung akhirat.

Begitu juga dengan apa yang dialami oleh ukhti kali ini.
Bisa jadi apa yang ukhti alami kali ini sebenarnya merupakan sebuah pelajaran dari tausiyah (nasehat) kehidupan tentang ketidak abadian segala sesuatunya yang ada di dunia ini, yang bisa jadi terlupakan oleh ukhti ketika ukhti meng-idolakan seseorang yang ukhti kagumi.

Meng-idolakan seseorang; entah itu artis, tokoh politik, seorang senior di tempat kita belajar/bekerja, seorang ustad/dzah, atau siapa saja; memang adalah sebuah hal yang wajar. Tapi hendaklah dalam meng-idolakan seseorang itu kita haruslah tetap mampu bersikap adil. Yaitu, kita tetap harus mengakui bahwa biar bagaimanapun orang yang kita idolakan itu tetap hanyalah seorang manusia biasa seperti halnya kita sendiri. Artinya, selain semua sisi positip dan hal-hal yang semakin membuat hati kita berbunga-bunga ketika melihat kemunculannya di hadapan kita, kita tidak boleh lupa bahwa dia juga punya sisi negatif berupa kekurangan-kekurangan yang tidak kita ketahui. Sering kali, karena begitu besarnya rasa kagum yang kita miliki pada seseorang, menyebabkan kita menutup mata dari semua kekurangan yang mereka miliki. Tanpa sadar, hal ini menyebabkan kita “mengharapkan” idola kita tersebut dapat selalu tampil dengan semua kelebihan-kelebihan yang kita kagumi tersebut.
Misalnya: Kita kagumi kelembutan tutur katanya, dan kita mengharapkan dia agar dimana saja, kapan saja, dalam kondisi apapun, dapat terus bertutur kata dengan lembut seperti yang kita kagumi dan ketahui darinya selama ini. Pengharapan ini pada akhirnya menjadi sebuah kehendak yang bersifat memaksa. Kita tidak mau tahu, pokoknya dia harus begitu dan begini. Apapun kondisinya. Bagaimana jika si lembut yang kita idolakan itu sedang marah dan tidak enak hati? Kita mengharuskan dia untuk tetap bertutur kata dengan lembut!! Tidak mau tahu.
Ini tentu saja tidak adil baginya juga tidak adil bagi kita sendiri. Kita sudah menempatkan dia sebagai sebuah figur yang harus berubah jadi malaikat, bukan lagi manusia. Akhirnya, kita kecewa dan sakit hati. Buah terakhir yang akan kita peroleh dari kekecewaan tersebut adalah lahirnya sebuah prasangka buruk terhadap yang kita idolakan tersebut dan ini membawa kita mendhalimi diri sendiri. Dhalim disini yaitu, kita jadi menilai bahwa apa yang kita lakukan untuknya sudah maksimal dan seharusnya, sepatutnya, dia membalas apa yang kita lakukan padanya dengan lebih baik lagi; kita juga jadi mudah tersinggung dan sakit hati dengan semua ketidak-transparanan dari apa yang kita lihat separuh-separuh. Jika kita lihat dia sedang tertawa, kita sedih karena menyangka dia sedang mentertawakan kita. Melihat dia berbisik kita berpikir bahwa dia sedang mempergunjingkan kita. Begitu seterusnya hingga hidup ini jadi terasa begitu panas dan sempit.

Sudahlah.
Punya tokoh idola itu boleh kok. Sama seperti bolehnya kita menyukai seseorang karena sesuatu hal. Sama seperti halnya kita memilih untuk dekat dengan seseorang karena sebuah pertimbangan tertentu. Hanya saja, satu hal yang harus diingat. Yaitu, hendaknya kita tetap bisa berlaku adil padanya. Bukti kita menyayangi dan menyukai itu, terkadang dari semangat untuk memberi dan memupusnya kehendak untuk menerima. Jadi, jika kita meng-idolakan/menyukai/mencintai seseorang, berikan padanya apa yang dia sukai dan apa yang kitapun suka jika kita memilikinya. Perihal dia akan membalas dengan hal yang sama, lupakan saja. Kita serahkan pada Allah kelanjutan kebaikan yang kita lakukan. Allah punya keabadian dan kenikmatan dan kesenangan yang bersifat abadi hanya dimiliki oleh Allah, jadi mari berharap itulah yang akan kita peroleh kelak sebagai upah kebaikan kita pada mereka yang kita idolakan.

Jadi, maafkan saja si idolamu itu jika dia memang memperlakukanmu dengan buruk. Tidak usah memperbesar rasa sakit hati. Lebih baik kamu maafkan kesalahannya dan memohon pada Allah agar membantumu membukakan pintu hatinya agar dia mau memaafkan kesalahanmu (jika kamu sudah puluhan kali meminta maaf dan dia tampaknya enggan menerima maafmu, ya sudah, serahkan pada Allah. Jangan ikut-ikutan jadi terbakar oleh marah lagi. Karena sesungguhnya kedudukan orang yang memaafkan dan mengikhlaskan kesalahan itu lebih mulia daripada mereka yang keras hati tidak mau memaafkan). Sedangkan untuk seterusnya, kamu tetap saja terus berlaku baik pada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Dengan begitu, semua fitnah yang melandamu akan hilang. Karena orang lain selain diberi kemampuan mendengar juga diberi kemampuan melihat. Jadi, jika mereka mendengar gosip dan fitnah yang beredar tentangmu, tapi mereka melihat pada kenyataannya kamu tidak demikian adanya, mereka akan berpikir dan mengambil kesimpulan sendiri tentang apa yang sesungguhnya.

Sekali lagi saya katakan. Apa yang ukhti alami ini jadikan saja sebagai introspeksi diri. Sebuah ujian yang datang dari Allah untuk menguji apakah ukhti masih mampu menggunakan rasa bersyukur dan bersabar dalam menghadapi permasalahan hidup seperti ini. Juga sebagai sebuah nasehat bahwa biar bagaimanapun tidak ada yang bersifat abadi di dunia ini kecuali cinta Allah. Karena Allah SWT berfirman, ”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al Baqarah: 286)

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:
”Janganlah kaliam merasa kagum terhadap seseorang, sampai kalian melihat dengan apakah ia mengakhirinya. Sesungguhnya ada orang yang dalam waktu lama dari usianya melakukan amalan yang shalih, yang sekiranya ia mati dalam keadaan begitu, niscaya masuk syurga; akan tetapi ia berubah melaksanakan amalan buruk. Sebaliknya ada pula seorang yang dalam satu periode dari masa yang dilaluinya melakukan amalan yang buruk, yang sekiranya ia mati dalam keadaan demikian, niscaya masuk neraka; tetapi kemudian ia berubah melakukan amalan shalih. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi Hamba-Nya, niscaya mempekerjakannya sebelum mati.”
Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimanakah Dia mempekerjakannya?”
Beliau saw bersabda, “Dia memberikan taufik kepada-Nya itu untuk melakukan amal shalih, lalu mewafatkannya dalam keadaan demikian.


Jadi, daripada ukhti sibuk berpikir orang Islam seperti apakah tokoh idola, yang sudah bertitel haji dan sebagainya, yang ukhti kagumi tapi kini mengecewakan ukhti itu, lebih baik ukhti mulai membenahi diri. Mampukah ukhti memperbaiki dan mempertahankan kualitas ke-Imanan dan ke-Islaman ukhti agar jika maut datang menjemput ukhti bisa wafat dalam kondisi khusnul khotimah.

Demikian. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

Bahan bacaan:
- Muhammaf Muhyidin, “Memikat Sahabat”, penerbit Lentera.
- Dr. Abdul Halim Mahmud, “fiqih Ukhuwah: Merajut Benang Ukhuwah Islamiyah”, penerbit: Era Intermedia.
- M. Quraish Shihab, “Lentera Hati”, penerbit: Mizan.

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved