[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Rasa Takut Dalam Berdakwah karena Masa Lalu Sebelum Berhijrah
Uneq-Uneq - Thursday, 26 February 2004

AssalamuÂ’alaikum
Langsung aja yah, ana punya masalah. Gini. Ana akhwat yang baru hijrah nah setiap anak coba mo berdakwah ama teman ana, ana selalu jadi pesimis takut kalau ana di bilang sok-lah, cos mereka tahu latar belakang ana yang dulu pernah pacaran lah, cerewetlah, dsb. Nah ana juga bingung kenapa tiap ada teman ana yang pacaran ana sedih ? Ana pengen nasehatin mereka tapi yah itu tadi anak takut duluan. Oh ya satu lagi ana pengen tahu hadits yang menerangkan tentang akhwat tidak boleh bersentuhan dengan ikhwan.
Sekian dulu, Jazakillah.
WassalamuÂ’alaikum

jawab :
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Subhanallah, senangnya menerima kabar bahwa kamu adalah akhwat yang baru saja berhijrah. Hijrah itu kan artinya berpindah yah ? Tentu yang kamu maksud dengan hijrah disini adalah pindah dari yang buruk ke yang baik. Artinya, kamu dengan ketetapan dan kesungguhan hati insya Allah berikhtiar untuk meninggalkan segala kehidupan yang jahil kepada kehidupan yang islami. Ini adalah sesuatu yang sangat baik insya Allah. Tapi yang jadi kerisauan kamu sekarang tampaknya adalah, bagaimana meyakinkan teman-teman bahwa kamu yang sekarang sudah berbeda dengan kamu yang dulu ? Keinginan untuk meyakinkan orang lain dan memperoleh pengakuan dari orang lain inilah yang membuat kamu gentar dan sering pesimis, takut, karena kamu yakin bahwa semua teman sudah tahu tentang masa lalu kamu.

HmmÂ… ukhti. Jika ukhti membaca sirah sahabat, maka bisa dikatakan bahwa hampir sebagian besar sahabat itu sebelum memeluk agama Islam juga mengalami kehidupan jahiliyah. Hidayah Allah-lah yang menuntun mereka untuk dapat dengan mudah menerima Islam dan menegakkannya di muka bumi. Subhanallah.

Satu hal yang mesti diingat setelah menetapkan diri ‘sudah berhijrah’ itu adalah, bahwa masa lalu yang pernah kita alami sebelumnya tidak begitu saja hilang. Mungkin Allah menerima taubat kita karena sesungguhnya Allah Maha Pemurah dan Maha Penerima Taubat, tapi ingatan akan masa lalu itu tidak serta merta hilang begitu saja. Taubat itu kan, keinginan untuk memperbaiki kesalahan dan tidak ingin mengulanginya lagi; taubat itu mencuci hati agar kembali fitri, mencuci hati tidak sama dengan mencuci otak. Memaksakan diri untuk menghilangkan segala kenangan buruk dan masa lalu yang kelabu itu adalah pekerjaan yang sangat melelahkan dan menghabiskan energi. Yang lebih bijaksana adalah, bagaimana kita menyikapi masa lalu tersebut. Yaitu, kita belajar dari pengalaman yang pernah ada agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama, tidak terjerumus dalam perangkap dosa yang pernah kita lakukan dulu. Sikap bijaksana ini lah yang akan menjadi batu ujian untuk mengukur ketetapan hati kita untuk berhijrah di jalan Allah.

Tahukah kamu kisah tentang seorang laki-laki yang sudah membunuh banyak orang ? Kisah ini sangat sering ditulis orang jadi saya yakin kamu pun pernah membacanya. Saya tulis ulang disini yah untuk menyegarkannya kembali dalam ingatan.

“Dahulu, di antara umat sebelum kamu, ada seorang lelaki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Suatu ketika ia bertanya kepada orang-orang di sekitarnya siapakah yang paling berilmu di muka bumi, ia ditunjukkan pada seorang rahib. Si pembunuh itu mendatangi rahib dan mengatakan bahwa ia telah menghabisi sembilan puluh sembilan nyawa. Ia bertanya apakah masih bisa bertaubat ? Si rahib menjawab tidak. Lelaki pembunuh itu lantas menghabisi si rahib dan genaplah jumlah korbannya menjadi seratus orang. Setelah itu ia kembali bertanya kepada setiap orang siapakah orang yang paling berilmu di muka bumi? Kemudian ia ditunjukkan pada seorang lelaki alim. Kepadanya si pembunuh itu mengatakan bahwa ia telah menghabisi seratus orang dan bertanya apakah ia masih bisa bertaubat? Si lelaki alim itu menjawab, “ya, dan siapakah yang bisa menghalangi taubat seseorang ? pergilah ke negeri Anu dan Anu. Di negeri itu banyak orang-orang yang menyembah Allah SWT. Sembahlah Allah bersama mereka dan jangan kembali ke negerimu, karena ia adalah negeri yang buruk.”
Maka si pembunuh seratus orang itu pergi menuju negeri yang ditunjukkan si alim tersebut. Pada saat separuh jarak perjalanan telah ia lalui, maut datang menjemputnya. Malaikat Rahmah dan malaikat Azab bertengkar memperebutkan si pembunuh itu. Malaikat Rahmah berkata, “Orang ini datang untuk bertaubat mengahadap dengan segenap hatinya pada Allah SWT.” Malaikat Azab mencela, “Ia belum melakukan kebaikan sama sekali.” Kemudian datanglah malaikat lain yang menyamar dalam bentuk manusia, lalu kedua malaikat itu menjadikannya sebagai penengah perselisihan mereka. Malaikat ketiga itu berkata, “Ukurlah jarak antara kedua negeri itu (negeri asal dan negeri tujuan si pembunuh), kemana orang ini lebih dekat ke situlah ia tergolong dan mereka pun mengukur jarak antara kedua negeri itu.” Mereka mendapatkan si pembunuh lebih dekat ke negeri yang hendak ia tuju. Maka malaikat Rahmah membawa orang itu. (Muttafaq’alaih). Dalam riwayat lain dalam kitab ash-Shahih, “Allah perintahkan negeri asal si pembunuh untuk menjauh dan ngeri yang hendak dituju untuk mendekat. Ia kemudian berfirman, “Ukurlah jarak antara keduanya”. Maka para malaikat itu mendapatkan si pembunuh lebih dekat satu jengkal ke dengeri tujuan,, Allah pun mengampuninya.”

Ada beberapa hal yang bisa diambil hikmahnya dari kisah di atas.
Pertama, bahwa sebuah usaha merubah diri untuk jadi lebih baik (bertaubat) itu hampir selalu memperoleh ujian ketahanan dahulu. Tidak dipercaya oleh orang lain, diejek, ditolak, itu adalah hal yang lazim dialami oleh mereka yang baru meniti jalan taubat. Â…Si pembunuh itu mendatangi rahib dan mengatakan bahwa ia telah menghabisi sembilan puluh sembilan nyawa. Ia bertanya apakah masih bisa bertaubat ? Si rahib menjawab tidak. Lelaki pembunuh itu lantas menghabisi si rahib dan genaplah jumlah korbannya menjadi seratus orangÂ….

Jika kita tidak kukuh pada pendirian bahwa kita akan berhenti dari kehidupan yang jahil dan gentar menghadapi ujian pertama ini bukan tidak mungkin kita akan kembali melakukan kejahilan ini.

“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan saja jika ia telah mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji. Demi sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka sehingga terbukti bagi Allah orang-orang yang sungguh-sungguh dalam imannya dan terbukti juga orang yang berdusta. “(qs 29:2-3)

Sekarang, kembali pada niat semula. Apakah karena semua ujian ini lalu kita mejadi gentar lalu menyerah kalah ? Apakah hanya karena semua godaan dan ejekan ini lalu kita ragu pada apa yang kita yakini kebenarannya ? Tentu saja jawabnya tidak. Kita tetap harus istiqamah. Seorang sahabat saya, mengumpamakan hidayah itu seperti menggenggam bola api yang sangat panas. Jika kita hanya merasakan hawa panasnya saja, maka kita tidak akan pernah sanggup menggenggamnya. Tapi jika kita merubah cara berpikir kita dengan mengatakan bahwa bola api itu adalah sejuk maka kita tidak akan merasakan panasnya bola api dalam genggaman itu.

Kedua, kita harus percaya bahwa Allah itu Maha Penyayang dan Maha Pengasih dan Maha Penerima Taubat.

…Si lelaki alim itu menjawab, “ya, dan siapakah yang bisa menghalangi taubat seseorang ? pergilah ke negeri Anu dan Anu. Di negeri itu banyak orang-orang yang menyembah Allah SWT. Sembahlah Allah bersama mereka dan jangan kembali ke negerimu, karena ia adalah negeri yang buruk.”….

Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dan apa yang tersirat di dalam diri kita. Jadi, selalu kukuhkan niat dan luruskan niat untuk senantiasa beribadah mencari keridhaan Allah. Artinya, kita selalu menaruh prasangka baik pada Allah karena sebuah kesadaran bahwa Allah tidak akan memberi cobaan di luar kemampuan hamba-Nya dan bahwa di balik semua kesukaran itu ada kemudahan yang menyertainya.

Ketiga, berhijrah. Maksudnya kita harus mencari lingkungan yang mendukung kita untuk memperbaiki diri.

“…. pergilah ke negeri Anu dan Anu. Di negeri itu banyak orang-orang yang menyembah Allah SWT. Sembahlah Allah bersama mereka dan jangan kembali ke negerimu, karena ia adalah negeri yang buruk.”…

Maksudnya, kita juga memerlukan kehadiran orang-orang shaleh lain di sekitar kita. Mereka adalah kumpulan orang-orang yang mengembangkan sebuah pertemanan yang didasari ukhuwah islamiyah. Ada sebuah ikatan yang berdasarkan amal maÂ’ruf nahi munkar (mengerjakan kebajikan dan menjauhi kemunkaran), saling tolong menolong dalam kebajikan dan takwa dan saling mengingatkan untuk menjauhi kemunkaran dan kejahilan.

Dakwah yang baik adalah dakwah yang tidak hanya dilakukan secara lisan saja, tapi juga dipancarkan melalui perbuatan dari si pendakwah itu sendiri. Artinya, kita harus terlebih dahulu mendakwahi diri kita sendiri, kita harus menerapkan apa yang ketahui itu untuk kita laksanakan pada diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum kita mendakwahi orang lain. Insya Allah jika kita senantiasa berbuat baik, orang akan percaya bahwa kita memang baik dan dengan rasa percaya itu mereka akan bersedia untuk mendengar dan mengikuti apa yang kita dakwahkan. Untuk sampai pada tahap inilah kita memerlukan lingkungan yang terkondisikan baik dan kental dengan ukhuwah islamiyah. Kehadiran teman-teman yang shaleh dan baik akan membuat kita senantiasa terpacu untuk saling berlomba-lomba dalam kebajikan. Sebaliknya, jika kita tidak mendapatkan seorangpun sahabat yang shaleh dan baik, maka yang akan timbul di dalam diri adalah sebuah keputus-asaan, kelelahan dalam beribadah, dan yang sangat tidak diinginkan tapi perlahan-lahan akan tumbuh di dalam diri adalah rasa sombong karena merasa diri lebih baik atau bahkan paling baik di tengah lingkungan yang tidak baik. Hmm… yang terakhir ini (rasa sombong) sering tidak kita sadari kehadirannya. Tapi, kadang muncul dari sebuah keinginan untuk memperbaiki lingkungan agar bisa sama baiknya dengan kita. Sebenarnya selama kita memperbaiki lingkungan (berdakwah) ikhlas dilakukan karena Allah maka kondisi ini masih dalam taraf aman-aman saja. Rambu lampu kuning yang memberi peringatan bahwa penyakit sombong mulai muncul yaitu ketika mulai muncul perasaan, “Ah,, orang ini sama sekali jauh dari nilai agama, dia harus didakwahi agar bisa sebaik saya.” Padahal, kita tidak bisa menilai diri kita lebih baik dari orang lain karena kita sendiri tidak tahu kualitas ibadah kita. Allah-lah Yang Maha Mengetahui segalanya jadi hanya Allah sajalah yang berhak untuk memutuskan apakah kualitas ibadah seseorang itu bisa dimasukkan kategori baik, memadai ataukah kurang. Lebih dari itu, penilaian subjektif dari diri kita ini justru akan menghalangi dakwah itu sendiri. Karena orang lain yang sedang kita usahakan untuk menerima kebenaran menjadi merasa sudah dihakimi terlebih dahulu sebelum berusaha apa-apa. Perhatikan cuplikan kisah di bawah ini:

Â…. Ia bertanya apakah masih bisa bertaubat ? Si rahib menjawab tidak. Lelaki pembunuh itu lantas menghabisi si rahib dan genaplah jumlah korbannya menjadi seratus orangÂ…..

Sikap membandingkan kebaikan diri sendiri dan kekurangan yang dimiliki oleh orang lain inilah celah untuk munculnya penyakit sombong. Allah sungguh tidak menyukai sikap sombong. Semoga kita semua dijauhi dari sifat sombong dan riya. Aamiin.

Keempat, bahwa segala usaha itu bukan hanya dinilai dari hasil akhir atau tahap awalnya saja, tapi dinilai dari keseluruhannya sebagai bagian yang utuh.

….“Ukurlah jarak antara kedua negeri itu (negeri asal dan negeri tujuan si pembunuh), kemana orang ini lebih dekat ke situlah ia tergolong dan mereka pun mengukur jarak antara kedua negeri itu.” Mereka mendapatkan si pembunuh lebih dekat ke negeri yang hendak ia tuju. Maka malaikat Rahmah membawa orang itu….

Maksudnya, dalam beribadah dan berdakwah itu, kita tidak usah merasa ragu atau takut atau pesimis akan penilaian atau pandangan dari orang lain karena yang menentukan kualitas amal perbuatan kita hanyalah Allah semata. Padahal Allah itu sungguh sangat menyayangi semua makhluk ciptaan-Nya dan Allah selalu memberikan yang terbaik bagi makhluk ciptaan-Nya. Jadi yakinkan diri bahwa siapa saja yang menolong agama Allah maka Allah akan turut serta dalam usahanya dan akan memberinya pertolongan yang lebih baik lagi. HmmÂ… ada sebuah kalimat indah yang mungkin cukup tepat untuk menambah semangat dalam melakukan perbuatan baik dan amal shaleh. Kalimat indah itu berbunyi sebagai berikut:

“Don’t get worried with difficulties, because it not a sin. Do not whine about with trial, because it isn’t a mistake. But do whine about with sin and do get sad if your wotship is not perfect because it is a mistake… artinya, Jangan dirisaukan dengan kesusahan, ia bukan satu dosa. Jangan merintih dengan ujian, dia bukan satu kesalahan. Merintihlah karena tidak sempurna ibadah karena itu adalah satu kesalahan.”

Demikian ukhti, tanggapan saya bisa bermanfaat. Maaf jika ada kesalahan, itu murni karena kekhilafan saya.

Pertanyaan kedua tentang dalil yang tidak membolehkan akhwat bersentuhan degan ikhwan, jawabannya rada panjang buanget, jadi aya buat sebuah postingan khusus untuk itu. Silahkan lihat bahasan uneg-uneg : “Tentang bersentuhan pria dan wanita”. Semoga bermanfaat.

WassalamuÂ’alaikum Warahkmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved