|
Menyetir Hobbi Anak Melalui Media Massa Muslimah & Media - Sunday, 18 July 2004
Kafemuslimah.com Mana yang lebih memiliki sumbangsih terbesar pada perkembangan seorang anak yang menjelang remaja? Faktor genetik ataukah faktor lingkungan? Tampaknya ada satu faktor lagi yang juga harus diperhitungkan oleh para orang tua, pendidik dan siapa saja yang punya perhatian terhadap keberlangsungan generasi masa depan ini. Faktor lain itu adalah peranan media massa. Mulai dari gaya bicara, gaya berpakaian, cara bertutur kata, bahkan hingga gaya bersikap mereka menghadapi sebuah situasi. Terkadang sulit untuk membedakan siapa mempengaruhi siapa. Apakah gaya anak jaman sekarang yang mempengaruhi bentuk informasi yang tersaji di media massa yang memang ditujukan untuk mereka ataukah justru bentuk informasi inilah yang mengilhami perkembangan pergaulan anak-anak jaman sekarang. Terlepas dari itu semua, ada sebuah fenomena media massa yang tampaknya dimanfaatkan dengan sangat jeli oleh beberapa pihak.
Saya tidak akan berbicara tentang acara yang tersaji di media-media Massa Indonesia. Terlalu buang waktu. Bukan apa-apa. Tapi rasanya mereka yang terlibat di pembuatan acara tayangan bagi anak-anak ini sebagian besar saya yakin bukanlah manusia yang punya keluarga, tapi hanya kumpulan manusia yang di kepalanya hanya terdapat kalkulator guna menghitung sudah berapa banyak uang yang mereka raup dari karya mereka di pasaran. Masa bodoh dengan moral generasi muda yang menjadi target konsumen mereka; tak peduli dengan masa depan generasi muda yang menjadi korban akibat keganasan tayangan yang mereka sodorkan.
Tapi saya tertarik mengangkat fenomena kreatifitas negara Jepang dalam menyetir hobbi dan cita rasa generasi muda mereka melalui tayangan kartun dan komik. Memang ada kartun-kartun animasi yang terbilang sangat kasar dan kurang cocok untuk pendidikan anak (sebenarnya; tayangan-tayangan seperti ini diperuntukkan untuk orang dewasa, hanya saja para pengatur acara televisi selalu menyama-ratakan bahwa semua kartun itu untuk anak-anak; akhirnya kartun-kartun dengan tema dewasa inipun ditonton oleh anak-anak kita).
Dimulai dengan tayangan film animasi robot-robot perkasa. Mulai dari Megaloman, Power Rangers hingga bermacam-macam film robot yang ada sekarang ini yang namanya sudah terlalu banyak untuk diingat satu persatu. Dimulai dari film kartun lalu mereka mengeluarkan figur robot mainan. Setelah banyak anak-anak yang gandrung dengan mainan tersebut; lalu diadakan kompetisi bagi mereka yang bisa membuat bongkar pasang robot sejenis. Tahu sendiri kan. Robot-robot Mainan khas Jepang ini selalu punya ciri yang khas. Awalnya adalah manusia sederhana yang punya banyak ketrampilan di seni bela diri; lalu kemajuan teknologi menyebabkan mereka dilengkapi dengan berbagai macam senjata ringkas yang bisa berfungsi ganda. Sepatu yang jika dibongkar pasang bisa menjelma menjadi roda sepeda motor. Sarung tangan yang setelah dibongkar pasang bisa berubah jadi senjata pamungkas super canggih dan… HOP ..LA… ketika sepatu dan sarung tangan itu digabungkan, dibongkar pasang tiba-tiba berubah jadi kendaraan bermotor lengkap dengan senjata canggih. Anak-anak menyukai fantasi ini. Ketika rasa asyik membongkar pasang telah melahirkan keranjingan untuk dapat membongkar pasang secara nyata; maka diadakan lagi kompetisi lebih canggih lagi. Diadakan perlombaan membuat robot beneran.
Fuih.
Saya sering berdecak kagum dengan kreatifitas yang dihembuskan oleh orang Jepang pada generasi muda mereka. Jadi jangan heran jika dari negara yang benar-benar terpuruk akibat kekalahan telak di perang dunia kedua, kini Jepang telah menjadi raksasa yang secara diam-diam telah menggenggam teknologi dan ekonomi dunia dengan tangan guritanya.
Resep keberhasilan industri film robot dan mainannya ini kini juga diterapkan pada bidang lain. Salah satunya adalah bidang olah raga dan permainan. Baik itu olah raga sepak bola, basket, seni bela diri yang memang beragam disana seperti kung fu, karate, dll, juga seni budaya kuno Jepang sendiri yang unik seperti Su Mo dan permainan Igo. Entah sudah berapa banyak film animasi Jepang yang mengangkat tema-tema di atas dan diterima dengan baik oleh pemirsanya. Begitu juga dengan komik-komik mereka. Kegandrungan anak-anak muda pada tema-tema yang diangkat ini tanpa mereka sadari membawa mereka untuk melakukan apa yang mereka lihat dan kagumi itu. Ada banyak anak muda yang pada akhirnya mendalami olah raga basket, sepak bola, seni bela diri, dan sebagainya.
Tapi tentu saja ada kerja sama yang erat antara para penggagas ide menyetir selera anak muda ini dengan pemerintah. Pemerintah Jepang tampaknya sudah mengantisipasinya dengan menyediakan berbagai fasilitas yang memadai bagi mereka yang ingin menyalurkan hobbi yang dibentuk lewat media massa ini. Mulai dari penyediaan tempat pertandingan; tempat berlatih dan kemudahan mendapatkan dan mengembangkan hobbi tersebut. Itu sebabnya, ketika Pertandingan sepak bola tingkat dunia yang lalu dilakukan di Jepang dan Korea, di tayangan-tayangan televisi dimana diperlihatkan acara selingan yang berisi tentang adu keahlian bermain bola di lahan sempit, anak-anak muda Jepang dan Korea ternyata menunjukkan ketrampilan yang mengundang decak kagum.
Oh ya.
Resep mujarab Jepang dalam menyetir hobbi generasi mudanya ini memang ditiru oleh negara-negara Asia yang menjadi tetangga dekatnya seperti Korea, China dan Taiwan. Industri media massa di negara-negara ini juga berperan aktif dalam menyetir hobbi generasi muda mereka. Bukan hanya hobbi sebenarnya tapi juga motto hidup. Memang jika dilihat sekilas, tayangan-tayangan animasi anak-anak ini hanya tayangan biasa; tapi jika diperhatikan ternyata ada sebuah pesan yang diselipkan yang bisa menjadi sebuah alat penanaman idiologi.
Coba lihat, bagaimana kapten Tsubasa yang berpirinsip, akan berjuang keras dan bahkan rela mengorbankan dirinya sendiri demi kemajuan sepak bola dan posisi nomor satu di olah raga yang digelutinya. Atau Pemain basket yang tak tak peduli dengan cemoohan orang demi bisa berlatih terus hingga bisa jadi juara. Atau Koki cilik yang tak gentar dengan keahlian lawan dan terus melihat bahwa dirinya mampu bersaing asalkan punya sesuatu yang berbeda dengan orang lain. YUP. Etos kerja inilah yang memang ditanamkan oleh budaya Cina pada masyarakatnya; yaitu etos kerja yang tidak kenal lelah, tidak kenal kata putus asa, etos kerja tak peduli dengan diri sendiri karena yang penting adalah nama baik keluarga/kelompok dan prestasi.
Mungkin ini sebabnya orang-orang Cina yang tersebar di seluruh penjuru dunia (Bahasa Cina menduduki peringkat kedua di dunia sebagai bahasa yang terbanyak di gunakan oleh orang di dunia; yang berarti penyebaran orang Cina yang sangat tersebar di seluruh dunia) selalu dapat bertahan hidup dan cukup makmur di tempat mereka berusaha.
Bagaimana dengan Islam?
Ada satu majalah-majalah anak-anak yang sangat kreatif dalam menanamkan nilai-nilai agama pada anak-anak. Yaitu majalah Irfan (bukan bermaksud untuk promosi loh). Baik animasi kartunnya, ide cerita dan jalinan ceritanya sangat asyik diikuti hingga pesan yang disampaikan sangat samar. Jauh dari kesan menggurui seperti yang lazim ditemui di majalah anak-anak Muslim lainnya (sayang sekali yah…). Sayangnya untuk tayangan-tayangan animasi anak, hal ini belum bisa ditemui.
Eh…
Ngg….
Ada sih film-film untuk anak-anak seperti Jendral Kancil dan Putri Malu; atau Bulan dan Bintang; tapi… terkadang ini sebenarnya film yang dimainkan oleh anak-anak tapi konflik yang ditawarkan adalah konflik yang umumnya terjadi di kalangan orang dewasa. Bukan di kalangan anak-anak.
Ahhhh…
Kapan yah ada tayangan Islami untuk anak-anak yang sekaligus bisa menyetir hobbi anak-anak agar kelak bisa menjadi generasi masa depan yang selain memiliki IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) juga memiliki IMTAK (Iman dan Takwa)?
-------2 Januari 2004
Ade Anita ([email protected])
[ 0 komentar]
|
|