[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Bolehkah Wanita Menjadi Pemimpin Organisasi?
Uneq-Uneq - Monday, 26 July 2004

Tanya: Assalamu'alaikum wr.wb. Salam kenal, nama saya Isti. Saya skrg siswi kelas 2 di salah satu smu swasta di Bogor. Oleh teman2, saya dipercaya menjadi ketua organisasi Rohis di sekolah saya. Awalnya saya agak bingung, bukankah pemimpin bergender wanita masih menjadi kerancuan dalam agama kita? Bagaimana menurut mbak? Lalu bagaimana cara saya menjalankan amanat yang sudah kurang lebih enam bulan
saya jalankan ini dan tidak mungkin untuk saya
lepaskan? Terima kasih atas jawabannya.

Wassalamu'alaikum wr.wb
Isti, 16 tahun, Bogor

Jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Islam sesungguhnya memandang tinggi kedudukan wanita. Hal ini berbeda dengan anggapan yang keliru yang menganggap bahwa Islam memperbudak wanita dan selalu mengucilkan mereka dari kehidupan sosial kemasyarakatan dan perkembangan jaman. Satu hal yang disadari, Islam mengakui bahwa baik pria dan wanita, dimana jika mereka berbaur dengan sesamanya yang saleh akan bertambah kesalehannya;n jika bergaul dengan sesamanya yang alim akan bertambah ilmunya; dan jika berteman dengan sesamanya yang aktif di lapangan sosial, akan bertambahlah rasa kepeduliannya. Mengingat kealiman dan aktifitas hidup manusia (dimanapun dan dalam agama atau ras apapun) hampir dikuasai oleh pria, maka salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesalehan, kealiman dan kepedulian para muslimah adalah partisipasi kaum wanita dalam aktifitas pria yang tentu saja aktifitas yang tergolong baik dan mulia. Dan yang penting, lingkungan pria tersebut harus diwarnai oleh kegiatan yang bermanfaat dan bersih, baik menyangkut ibadah dan akhlak, ilmu pengetahuan dan pemikiran atau menyangkut kegiatan sosial dan politik.

Seperti contoh hadits berikut yang menceritakan tentang ikut sertanya kaum wanita bersama kaum pria dalam berperang: Dari Anas bin Malik dia berkata: “Rasulullah berperang bersama Ummu Sulaim dan wanita-wanita Anshar apabila dia berperang. Wanita-wanita ini menyediakan air minum dan merawat orang yang terluka.” (HR Muslim).

Atau contoh hadits berikut yang menceritakan tentang kaum wanita berdialog dengan kaum laki-laki seputar ilmu, sebagaimana kisah berikut ini: ”Dari Ummu al-Fardhal al-Harits dikatakan bahwa sekelompok manusia berdebat di sampingnya pada hari Arafah mengenai puasa Nabi saw. Sebagian mereka berkata bahwa Nabi berpuasa dan sebagian lagi berkata Nabi tidak berpuasa. Lantas Ummu al-Fadhal mengirimkan gerabah susu kepada Rasulullah saw, yang sedang wukuf di atas untanya. Lalu Rasulullah saw meminumnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Bahkan, tidak dipandang menjadi hina kaum pria yang minta diajarkan dari wanita, atau meminta pendapat dari kaum wanita seperti hadits berikut ini:

Yaitu hadits yang menceritakan tentang laki-laki belajar pengetahuan tentang sunnah dari ummahatul muk’minin (istri-istri Rasulullah saw), seperti sebagai berikut: ”Dari Anas bin Malik ra, dia berkata: “Datang tiga rombongan (laki-laki) ke rumah istri Rasulullah saw untuk menanyakan ibadah nabi saw….” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Tsumamah (Ibnu Haznil Qusyairi), dia berkata: “Aku bertemu dengan Aisyah, lalu aku tanyakan hukum perasan anggur”. Lantas Aisyah memanggil budak (perempuan) Habsyi dan berkata: “Tanyakanlah kepada budak ini, sebab dia pernah membuat perasan anggur untuk Rasulullah saw.” (HR Muslim)

”Dari Thawus, dia berkata: “Aku sedang bersama Ibnu Abbas ketika Zaid bin Tsabit berkata: “Kamu memfatwakan bahwa wanita haid harus pulang sebelum masa terakhirnya dengan Baitullah?” Ibnu Abbas menjawab: “Boleh jadi tidak. Coba tanyakan kepada wanita Anshar itu, apakah Rasulullah saw menyuruhnya demikian?” Thawus berkata: “Maka kembalilah Zaid bin Tsabit kepada Ibnu Abbas dan berkata aku tidak melihat kecuali kamu benar.” (HR Muslim)

dan masih banyak lagi hadits yang meriwayatkan bahwa kedudukan wanita dan pria itu sama dan Islam sama sekali tidak merendahkan kehadiran wanita apalagi sampai mengucilkan mereka. Hanya saja memang ada rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam pergaulan antara pria dan wanita dalam Islam, dimana rambu-rambu tersebut justru untuk menjaga kemuliaan si wanita dan menjaganya dari gangguan yang tidak diinginkan. Rambu-rambu itu misalnya seperti menjaga adab sopan santun, menutupi aurat, menjaga prilakunya, dan sebagainya.

Adapun tentang amanat menjadi pemimpin wanita di organisasi ROHIS sekolah, saya pikir jika hal ini memang sudah menjadi pilihan teman-teman ukhti, insya Allah memiliki satu arti. Yaitu bahwa mereka percaya ukhti adalah orang yang amanah untuk memimpin mereka. Bisa jadi, hal ini lahir karena cita-cita dan perencanaan di masa yang akan datang yang ukhti miliki yang oleh teman-teman ukhti dipandang bisa membawa mereka untuk memajukan organisasi tersebut. Atau bisa jadi juga karena adanya pengalaman-pengalaman di masa yang lalu yang memberi kesimpulan pada teman-teman ukhti bahwa dengan pengalaman yang telah terbukti tersebut ukhti punya kemampuan untuk memajukan organisasi kalian. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana menjalankan amanah tersebut. Karena di setiap akhir jabatan, maka ada pertanggung-jawaban atas amanah yang kita pegang (baik pertanggung-jawaban pada sesama manusia maupun tanggung jawab di akhirat kelak).

Menjawab pertanyaan terakhir ukhti:
Lalu bagaimana cara saya menjalankan amanat yang sudah kurang lebih enam bulan saya jalankan ini dan tidak mungkin untuk saya lepaskan? Mungkin ukhti bisa melakukan evaluasi sendiri, apa saja yang telah ukhti berikan untuk kemajuan organisasi yang ukhti pimpin dan apa saja yang telah ukhti usahakan selama ini untuk kemaslahatan teman-teman, khususnya dalam melindungi hak-hak teman-teman dalam kebebasan untuk menjalankan akidah dan syariat Islam-nya di sekolah. Pendeknya, selagi ukhti punya diberi kewenangan yang cukup memadai (sehubungan dengan jabatan yang ukhti pegang saat ini), jadikanlah hal ini sebagai sarana untuk berdakwah menegakkan dan mengharumkan Islam di tempat ukhti. Semoga Allah memudahkan semua tujuan kebajikan yang sedang kita semua usahakan. Aamiin.

Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved