|
Dijauhi Sahabat Uneq-Uneq - Thursday, 26 February 2004
AssalamuÂ’alaikum
Saya punya teman, cewek. Dia baik anaknya dan saya bisa belajar nyar’I sama dia. Ya ngaji, apa saja dech…! Pertama-tama saya sich nyaman-nyaman aja berteman ama dia, dan saya sempat berfikir, kalau melalui dia saya bisa berubah jadi lebih baik. Tapi masalahnya lama-lama dia kaya ngga senang kalau lihat saya. Kelihatan kok dari matanya dan tingkah-lakunya. Pernah saya tanya, “Kamu sebel and marah sama aku yah ?” tapi jawaban dia, “nggak kok”. Ya udah, saya nyante-nyate saja. Tapi lama-lama saya risih juga, saya udah coba sabar, saya baik-baikin mungkin dia berubah. Tapi ternyata nggak. Saya jadi trauma sama yang namanya teman atau sahabat. Karena saya udah 2 kali punya masalah sama sahabat saya yang bikin kami renggang. Dan saya sampe sekarang benci sama teman-teman saya. Saya pikir mereka temenan sama saya itu nggak tulus. Ouugghh…. Gimana nich ? Saya udah coba introspeksi diri sich..
Tolong bantu ya. Jazakillah.
WassalamuÂ’alaikum wr wb
Jawab:
AssalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dari sebuah milis, saya mendapati sebuah cerita yang menarik tentang persahabatan. Mari kita simak bersama:
Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir.Ditengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir; HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENAMPAR PIPIKU.
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu; HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU.
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, "Kenapa setelah saya melukai hatimu,kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu ?" Temannya sambil tersenyum menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya diatas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya diatas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin."
Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masalah yang telah lalu. Saripati pesan yang ingin disampaikan dalam cerita di atas adalah bagaimana caranya untuk mudah memaafkan seseorang. Maafkan lalu lupakan apa yang pernah terjadi.
Islam, dalam mengatur pergaulan antar ummatnya sangat menjunjung tinggi perilaku saling memaafkan dan mencintai persaudaraan dan perdamaian.
“Sesungguhnya orang-orang mukminin itu sebagai saudara, maka damaikanlah diantara saudara-saudaramu, dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Qs 49:10) (lihat juga Qs 90:12-17; 48:29; 3: 103).
“Dan tidak dapat disamakan kebaikan dengan kejahatan, tolaklah kejahatan itu dengan cara yang baik, tiba-tiba orang yang antaramu dengan dia bermusuhan berubah menjadi kawan yang akrab.”(Qs 41:34).
Begitu tinggi penekanan untuk selalu membudayakan perilaku saling memaafkan dan menciptakan perdamaian ini dalam Islam sehingga kedudukan mereka yang selalu pandai memaafkan dan mengikhlaskan kesalahan orang lain itu ditempatkan di sebuah posisi yang mulia insya Allah. Mungkin kamu pernah mendengar kisah berikut ini:
Anas bin Malik ra mengisahkan, “Kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw. Beliau bersabda. “Akan berlalu saat ini seorang ahli surga.” Saat itu juga seorang sahabat dari Anshar muncul sembari menyela-nyela jenggot menghilangkan bekas-bekas wudhu. Tangan kirinya menenteng sendal. Keesokan harinya Rasulullah saw kembali mengatakan hal yang sama dan muncul sahabat Anshar itu. Di hari ketiga Rasulullah berkata seperti yang beliau ucapkan sebelumnya. Dan masih sahabat itu juga yang datang. Ketika Rasulullah beranjak pergi, sahabat Abdullah ibn Umar membuntuti orang itu. Ia berkata padanya. “Aku berselisih dengan ayahku. Aku bersumpah tidak akan tinggal bersamanya selama tiga hari. Jika kau izinkah, boleh aku tinggal bersamamu selama itu?” Sahabat itu menjawab, “Baiklah.”
Abdullah ibn Umar bercerita bahwa ia tinggal bersama sahabat itu selama tiga hari. Tapi ia tak melihatnya bangun tengah malam beribadah kecuali ketika bangun ia selalu berdoa dan bertakbir hingga menjelang shubuh. Abdullah mengisahkan, “Aku hanya mendengar ia selalu mengucapkan kebaikan. Selama tiga malam itu, hampir saja aku remehkan semua yang ia lakukan. Akhirnya kuputuskan untuk bertanya padanya, “Wahai hamba Allah, sebenarnya tak pernah terjadi perselisihan antara aku dan ayahku, tapi aku mendengar Rasulullah saw berkata sebanyak tiga kali, ‘Saat ini akan berlalu seorang ahli surga”. Aku perhatikan ternyata kamulah orangnya. Aku lantas bermaksud tinggal bersamamu untuk mengetahui lebih dekat semua yang kamu lakukan. Tapi sampai saat ini aku tak melihat kamu melakukan sesuatu yang besar dan berharga. Aku bertanya-tanya apa sebenarnya yang menyebabkan Rasulullah saw mengatakan demikian.”
Sahabat itu menjawab, “Diriku hanyalah seperti yang kamu lihat.” Mendengar jawabannya, aku lalu beranjak meninggalkannya. Tapi selang beberapa langkah ia memanggilku, “Diriku hanyalah seperti yang kamu lihat, tapi memang tak pernah terbetik dalam hatiku perasaan dengki pada orang-orang muslim yang lain, atau iri terhadap semua yang Allah anugerahkan pada mereka.” Abdullah ibn Umar menimpali, “Ini dia yang menyebabkan kamu menjadi ahli surga.” (Hadits riwayat Ahmad degnan sanad menurut syarat Bukhari,, Muslim dan an-Nasa’I). Riwayat lain menyebutkan, sahabat itu menambahkan, “Aku setiap malam menjelang tidur selalu tidur dalam keadaan mengikhlaskan dan meaafkan kesalahan semua orang yang pernah berbuat salah padaku baik sengaja maupun tidak sengaja dan berdoa agar Allah mau membantuku untuk membukakan pintu hati orang-orang yang tanpa sengaja atau dengan sengaja telah aku sakiti hatinya agar mereka mau memaafkan dan mengikhlaskan kesalahanku pada mereka.”
Hmm, ukhti yang dirahmati Allah.
Cobalah berusaha untuk pertama; memaafkan apa yang pernah terjadi antara ukhti dan sahabat ukhti tersebut.”Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra, bahwa seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, saya memiliki beberapa kerabat, saya jalin hubungan dengan mereka, tetapi mereka memutuskan hubungan denganku, saya berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka menyakitiku; dan saya bersikap lembut kepada mereka namun mereka justru berlaku kasar padaku.” Baliau SAW pun bersabda, “Jika benar apa yang telah engkau katakan, engkau seakan-akan menimpakan kejemuan kepada mereka, sedangkan di sampingmu terdapat seorang pembela dari Allah SWT selama engkau dalam keadaan demikian.” Allah SWT memerintahkan agar kita memaafkan orang yang pernah menyakiti, berupa cercaan atau penghinaan. Allah SWT berfirman,
“jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf:199). Dalam buku Fiqh Ukhuwah, “Merajut Benang Ukhuwah Islamiyah” karangan DR. Abdul Halim Mahmud, disebutkan bahwa para mufasir berkata firman Allah: “jadilah engkau pemaaf….”, yakni perangai dan tingkah laku seseorang.
Disebutkan pula dalam shahih Al-Bukhari dengan sanadnya dari Abdullah bin Zubair ra., ia berkata bahwa sesungguhnya perintah untuk memaafkan itu diturunkan berkenaan dengan perangai orang. Artinya, hendaklah engkau memaafkan orang yang telah menzhalimimu, memberi orang yang enggan memberi kepadamu, dan menjalin hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu.
Batas akhir seorang muslim marah pada saudara muslimnya itu kan hanya tiga hari, nah, meski ukhti tidak tahu “siapa salah apa”, setelah lewat tiga hari itu cobalah untuk menjadi figur pemaaf terlebih dahulu. Kalau bertemu dengan mereka cobalah untuk memberi salam terlebih dahulu, kalau kebetulan lebih akrab lagi suasananya, cobalah untuk tersenyum terlebih dahulu. Mereka yang memberi salam terlebih dahulu pada saudaranya itu, insya Allah pahalanya lebih baik loh ukhti. “Tidaklah dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga malam. Keduanya saling bertemu namun satu sama lain saling berpaling. Orang yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai degnan salam.” (Hadits riwayat Muslim dari Anas ra). Anggap saja kejadian yang lalu itu tidak pernah terjadi.
Kedua, hilangkan prasangka buruk dalam diri ukhti terhadap figur image teman-teman ukhti tersebut. “Dan saya sampe sekarang benci sama teman-teman saya. Saya pikir mereka temenan sama saya itu nggak tulus.” Kalimat yang ukhti katakan ini sarat dengan sebuah prasangka buruk. Artinya, ada sebuah kecurigaan dalam diri ukhti bahwa mereka seperti itu. Hmm, mungkin kecurigaan itu benar tapi besar kemungkinan sama sekali tidak benar. Cobalah untuk selalu berpikir positif. Tidak usah ditanya apakah dia marah atau tidak ke kamu; apakah dia sebal atau tidak ke kamu, anggap saja tidak terjadi apa-apa di antara kalian. Pokoknya perbuatan baik terus dilakukan di antara kalian. Nah, ini artinya terkait dengan apa yang ingin saya utarakan di nomor tiga. ^_^
Ketiga, saya kutip dari apa yang kamu katakan di imel yah,
“Dia baik anaknya dan saya bisa belajar nyar’I sama dia. Ya ngaji, apa saja dech…!
Pertama-tama saya sich nyaman-nyaman aja berteman ama dia, dan saya sempat berfikir, kalau melalui dia saya bisa berubah jadi lebih baik.”
Bagaimana belajar ngaji dan belajar “nyar’I-nya sekarang? Tetap jalan terus atau ikut berhenti dengan berhentinya persahabatan kamu dengan temanmu itu? Belajar itu bisa darimana saja selama kamu memang berniat untuk belajar. Cobalah bergabung dengan perkumpulan remaja masjid di sekolah/kampusmu atau di masjid di dekat rumahmu. Kamu bisa meneruskan keinginan kamu untuk belajar ngaji dan belajar “nyar’I” di tempat-tempat seperti itu. Artinya, kamu tidak terlalu bergantung pada satu orang saja. Ada kemungkinan temanmu itu merasa terbebani dengan besarnya harapan kamu padanya padahal dia sendiri merasa masih harus belajar dan mengerjakan tugas-tugas lain; harapan kamu yang hanya tertuju padanya saja membuatnya sulit bergerak. Jadi, tidak ada ruginya kok kalau kamu belajar dari sumber lain dan mendiskusikan apa yang kamu peroleh dengannya sebagai sebuah wacana yang akan memperkaya pengetahuan masing-masing. Komunikasi yang berlangsung dua arah itu lebih baik ketimbang komunikasi yang berlangsung satu arah. Jadi, jika selama ini temanmu merasa dia saja yang melulu menyuplai kamu dengan masukan baru sekarang gantian kamu memberi reaksi dan itu menunjukkan padanya adanya semangat kamu untuk maju bersama sehingga insya Allah akan memberi semangat pada temanmu untuk maju bersama berlomba-lomba dalam kebaikan dan takwa.
Hmm.. mungkin segitu dulu untuk dicoba. Semoga bermanfaat.
WassalamuÂ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita [ 0 komentar]
|
|