[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Not Gone With The Wind
Muslimah & Media - Monday, 26 July 2004

Kafemuslimah.com Dahulu ketika saya masih duduk di bangku SMU. DI sekolah saya ada seorang guru yang mengajar pelajaran sejarah. Dia berasal dari Bali, bahkan fresh from Pulau Dewata. Jadi, dialek bicaranya masih kental dengan dialek Bali meski sudah berusaha untuk senantiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kekhasan dialek Bali akan langsung terdengar setiap kali dia mengucapkan kata “itu”. Dan ternyata, tiga huruf yang membentuk kata ini kerap kali dia gunakan dalam hampir sebagian besar kalimat yang tertutur dari mulutnya. Perlu beberapa waktu bagi kami untuk dapat menyesuaikan telinga kami dengan apa yang dia ucapkan.

Entah bagaimana ceritanya, suatu hari setelah guru kami ini selesai mengajar, di selang jeda waktu sebelum guru pelajaran lain masuk ke dalam kelas kami, ketua kelas maju ke depan sambil membawa sehelai kertas. Lalu dengan suara lantang dia meminta perhatian karena akan membacakan sebuah pengumuman. Semua kelas langsung terfokus perhatiannya pada sang ketua kelas.

“Pengumuman. Pagi ini, ada sebuah catatan penting yang berhasil dikumpulkan. Ternyata, selama bapak --(sensor ah namanya)—mengajar di depan kelas, bapak ini telah mengucapkan kata ITU sebanyak … (sekian, saya lupa, tapi jumlahnya mencapai di atas seratus kali). Setelah saya kalikan dengan jumlah bapak ini mengajar di hampir tiap kelasnya pada hari ini saja, maka diperoleh data bahwa dalam sehari bapak ini bisa mengucapkan kata ITU sebanyak…. (jumlahnya sudah bertambah menjadi ribuan kali)… dan kalau dikalikan dalam seminggu, maka kata ITU bisa mencapai … (jumlahnya kian banyak, hingga ratusan ribu kali)… jadi, teman-teman bisa mengetahui bagaimana dasyatnya kata ITU telah mempengaruhi bapak ini dalam sehari-harinya. Pengumuman selesai.”

Satu kelas bengong.
Satu kelas terperangah.
Satu kelas tidak mengerti, lalu apa pentingnya pengumuman ini bagi seantero penghuni kelas? Mungkin kalau mengikuti bahasa gaulnya, dikatakan : “Segitu ajah?? Nggak guna banget!!”. Akhirnya kejadian ini berlalu begitu saja. WUSSSS.. seperti angin yang berlalu. Tapi ternyata tidak langsung dilupakan. Istilahnya, Gone, But Not Forgotten. Terbukti sejak itu, jika guru sejarah kami ini mengajar, kami sering tersenyum sendiri setiap kali dia mengucapkan kata “ITU”… Hitung-hitung, intermezo daripada ngantuk di kelas. Dan ketika kami lulus dari SMU, ternyata ingatan yang paling melekat tentang sosok guru yang mengajar ini adalah keunikan si guru sejarah ini.

“Waw, subhanallah. Dia sanggup mengucapkan kata “ITU” sebanyak ribuan kali dalam sehari!!!. “ (Asli informasi yang tidak berguna tapi melekat erat di ingatan sebagai kenangan tersendiri)

Sebenarnya, inilah replika mini peta informasi dari berbagai media yang kita terima dalam sehari-hari. Ada banyak sekali dalam sehari informasi yang hilir mudik masuk ke dalam otak kita lewat mata dan telinga. Banyak yang berguna dan memberi manfaat tapi ada lebih banyak lagi yang sebenarnya sama sekali belum menampakkan kegunaannya. Celakanya, ternyata yang belum (sebenarnya pingin bilang tidak) berguna ini jauh lebih melekat di ingatan ketimbang yang berguna. Mungkin karena efek hiburannya, atau bisa jadi juga karena efek kehebohannya. Entahlah. Mungkin karena kurang kerjaan, atau bisa jadi juga karena lebih enak ajah dijadikan bahan obrolan lagi. Entahlah. Tapi kelihatannya, ngomongin gosip para artis lebih enak ketimbang ngomongin film dokumenter tentang pengetahuan alam. Ngomongin kasus kriminal yang sedikit berbau mistik lebih asyik ketimbang ngomongin isi ceramah agama. Padahal keduanya ditayangkan tiap hari loh.

”Duh, gosip artis tuh berguna, tahu. Jadi kita tahu bahwa ternyata kehidupan artis tuh seperti itu.”
“Terus.. kalau sudah tahu kenapa?”
“Yah, nggak papah, lagi. Nah, kehidupan di alam liar itu kalau udah tahu buat apa coba?”
Nah loh. Jadi senjata makan tuan deh.

Seringnya ada pertanyaan berbalik seperti itu, membuat saya selalu berpikir, “iyah yah.. buat apa?”. Al Quran selalu mengingatkan kita bahwa sesungguhnya segala sesuatu di alam ini, semua kejadian dan fenomena yang terjadi, semua benda yang terhampar dan tersebar, tidak ada yang diciptakan dengan kesia-siaan. Semuanya punya maksud dan tujuan. Selalu ada hikmah yang menyertainya. Itu semua pada akhirnya mengajak kita untuk memandang bijaksana pada segala sesuatu sebelum kita menemukan hikmah yang tersembunyi tersebut. Mungkin salah satunya bisa dilihat dari tayangan acara “TOMORROW TODAY” yang diputar di Metro TV tiap hari rabu. Saya penggemar acara yang dibuat oleh jaringan televisi Jerman ini.

Nah, rabu kemarin, ada sebuah tayangan yang menarik hati saya. Ketika itu, diceritakan tentang kegiatan seorang ilmuwan Rusia yang selalu menyusuri padang pasir di gurun sahara untuk mencari ikan pasir (sand fish). Sebenarnya binatang ini jenis kadal gurun, tapi kulitnya bersisik keemasan seperti layaknya ikan emas. Gerakannya pun seperti sedang berenang di lautan padang pasir. Timbul, tenggelam, menggeliat dan meliuk-liuk di antara pasir mencari makan. Ikan pasir inilah yang diburu oleh ilmuwan Rusia tersebut selama bertahun-tahun. Sepintas hal ini tidak berguna sama sekali.
Buat apa coba susah-susah nangkepin ikan pasir selama bertahun-tahun?
Apa menariknya coba?
Biasa ajah deh.
Tunggu dulu.
Hal yang menarik dari ikan pasir ini ternyata dari sisiknya yang selalu berkilat bersih. Sebuah botol minuman kemasan plastik yang masih baru dan licin saja, setelah ditinggal selama tiga minggu di padang pasir akan berubah menjadi barang yang kusam dan sulit dibersihkan. Tapi, ikan pasir, yang selalu timbul tenggelam di tengah pasir, bergelut dengan pasir sepanjang waktu, kulitnya tetap bisa bertahan licin dan mengkilat. Itu sebabnya dia bisa mudah meluncur seperti berenang di atas pasir. Hal inilah yang menarik ilmuwan tersebut. Mengapa? Karena jika saja struktur kimiawi dari kulit ikan pasir ini bisa diketahui, boleh jadi manusia akan mampu membuat prototipe sejenis yang bisa berguna untuk kemaslahatan orang banyak. Seperti misalnya menciptakan lempengan besi licin yang bisa digunakan untuk dapat meluncur di atas daratan tanpa harus menggunakan tenaga dorong yang menggunakan bahan bakar. Bukankah lima puluh atau seratus tahun lagi diperkirakan sumber daya minyak bumi kita akan habis? Jadi, sejak dini harus mulai dipikirkan alternatif untuk bahan penggantinya. Atau prototipe ini bisa diterapkan pada pembuatan lempengan aluminium yang anti karat dan debu, sehingga bisa dilakukan penghematan dalam penggunaan bahan baku pembuatan aluminium.

Subhanallah.
Inilah salah satu hikmah yang menyertai semua apa yang diciptakan oleh Allah. Sungguh benar janji Allah, bahwa semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk manusia dan sekaligus untuk menunjukkan kebesaran Allah.
Allahu Akbar.


-----jakarta, 12 Februari 2004
Ade Anita ([email protected])


[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved