|
Berzikirlah Negeriku Agenda Muslimah - Monday, 26 July 2004
Kafemuslimah.com Berita mengenaskan yang menimpa saudara-saudara kita di Langkat telah menghantam qalbu. Betapa tidak, daerah yang terkenal dengan taman Taman Nasional Leuuser-nya yang indah, dalam hitungan detik hancur disapu air bah. Betapa tak berdayanya manusia ketika alam marah, menghantam apa saja. Keindahan taman itu pun luluh lantak.
Berbagai musibah yang bertubi-tubi melanda negeri ini agaknya masih belum menyadarkan kita untuk bercermin diri. Kepanikan penguasa tampak ketika mereka saling menyalahkan. Padahal kerusakan alam merupakan tanggung jawab kita bersama, bukan monopoli pihak tertentu. Tetapi kebijakan mengolah dan mengeksploitasi alam, sering disalahgunakan oleh kekuasaan. Kemarahan alam dipicu keserakahan manusia.
Bagi Mukmin, musibah merupakan peringatan. Seorang ulama generasi salaf berkata, “Kebanyakan manusia merasa gelisah karena turunnya cobaan hingga keluar dari batas-batasnya. Mereka seakan-akan tak tahu, dunia ini memang diciptakan untuk itu."
Bukankah orang sehat sesungguhnya hanya menunggu jatuhnya sakit?
Bukankah orang tua hanya menanti masa tuanya?
Bukankah keberadaannya hanya menunggu ketiadaannya?”
Seorang Mukmin senantiasa mengukur segala permasalahannya dengan standar keimanan. Karena itu, ia yakin bencana dan cobaan adalah karena dosa yang ia perbuat, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleb perbuatanmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu),” (asy-Syuuraa: 30).
Sayangnya, kita tak kunjung menyadari hikmah di balik setiap musibah. Kita malah menyaksikan teater pembelaan dan penudingan para ahli, pakar, cendekia dan politisi di panggung media. Setiap lakon tampil menyuarakan aspirasinya, mereka mencari-cari dalih, saling menyalahkan satu sama lain, bahkan mengeluh serta apatis melihat situasi ini. Anehnya, tak ada satu ‘statemen’ pun yang mengajak kita untuk merenung, mencari tahu dan mengintrospeksi diri kenapa musibah tak kunjung berakhir juga di negeri ini!
Kehidupan dunia telah membelenggu mata hati, sehingga negeri ini telah kehilangan keberkahan. Ingat, sesungguhnya kita sendirilah yang tak menginginkan keberkahan itu. Bagaimana akan berkah kalau korupsi dianggap hadiah, iri/dengki dianggap kompetisi dan bisikan syaitan pun dianggap ilham malaikat? Ke mana perginya akhlak yang diusung oleh Rasulullah saw ke muka bumi ini? Seorang teman dari negeri jiran pernah bertanya, kenapa negeri kita yang mayoritas Muslim, dan setiap tahunnya memberangkatkan rombongan haji paling banyak, tak mampu memberantas korupsi? Dekadensi akhlak adalah jawaban yang tepat! Kita telah menanggalkan akhlak dalam perilaku. Kita bersyari’at tetapi tak menghadirkan hati.
Sebagai umat mayoritas negeri ini, mestinya peran kita sebagai Muslim dapat menjadikan negeri ini selamat, dilimpahkan rahmat dan berkah-Nya. Seorang Muslim adalah penyelamat. Ia menjadi penyelamat bagi orang lain, bahkan bagi yang berbeda keimanan sekali pun. Seorang Muslim harusnya paham benar bahwa setiap musibah yang menyebabkan kesengsaraan bagi diri, keluarga maupun negerinya, dijadikan sebagai sarana ia untuk merintih kepada Allah ‘Azza wa Jalla melalui zikir, istighfar dan ibadah kepada-Nya. Keluhan kepada sesama makhluk menunjukkan kelemahan dan ketidakberdayaan, sedangkan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi setiap musibah adalah bukti kekuatan dan keteguhan seorang Muslim.
Karena itu, jangan sampai negeri ini kehilangan kehormatan, hanya karena kita tak mau menghormatinya. Jangan kita terjebak pada skenario besar yang dikemukakan negara-negara adidaya di bidang ekonomi dan militer, yang akan menguasai sistem sosial dan budaya kita, dan pada akhimya akan membelenggu penerapan syari’at Allah di negeri ini. Ketcrgantungan ekonomi pada utang luar negeri yang pernah secara semu mengangkat perekonomian Indonesia ternyata membuahkan hasil seperti yang kita rasakan saat ini. Lihatlah, kebijakan masa lalu kita telah melahirkan generasi-generasi muda gaul yang tak mengindahkan syari’at. Penampakkan aurat dianggap mode, seks bebas dianggap gaya hidup, dan celakanya, kemaksiatan pun ramai-ramai diusung. Anak-anak kita pun jauh dari kehidupan Islami, jauh dari ketaatan kepada-Nya dan jauh dari mengingat kepada-Nya!
Salah satu penyebab kcnapa bangsa ini tak juga bisa bangkit dari keterpurukan di berbagai bidang, barangkali karena para pemimpin bangsa ini—sejak kemerdekaan hingga saat ini—tak pernah membudayakan zikir dalam ritual ibadahnya sehari-hari. Saat ini sedikit sekali kita jumpai pemimpin bangsa yang peduli dengan rakyatnya, sebagaimana Rasulullah saw sangat peduli dengan umatnya. Padahal seorang pemimpin yang berzikir, sejatinya akan mendapatkan curahan keberkahan dari Allah dan Ia akan memberkahi manusia di setiap tempat yang disinggahinya, dan akan menyebarkan kebaikan. Ingat, kunci keberkahan dimulai dari membiasakan diri mendirikan shalat subuh berjamaah di masjid. Bayangkan, jika setiap Muslim di negeri ini melakukan shalat subuh berjamaah di masjid dan mereka rajin mendawamkan zikir, maka keberkahan akan muncul di mana-mana.
Sudah saatnya kita bersatu membenahi persoalan bangsa ini dengan kembali kepada-Nya, kembali mengingat kepada-Nya, Dzat Yang Maha Kuasa, Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi. Kita bertaubat dan memohon ampunan-Nya atas semua yang telah kita lakukan, terutama yang dilakukan oleh para pendahulu kita atas negeri ini. Dengan berzikir kita bentuk pribadi-pnbadi berzikir, mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sampai dengan terbentuknya negeri yang berzikir. Kita bentuk pribadi-pribadi yang selalu asyik melakukan kebaikan dan perbaikan atas dirinya, yang sama sekali tak tertarik mencari kekurangan apalagi aib orang lain. Kita bentuk pribadi-pribadi yang ber-akhlakul karimah agar kelak kita menjadi bangsa yang berakhlak. Bukanlah suatu mimpi, syariat Allah akan tegak di negeri ini jika dari sekarang kita mulai membentuk pribadi-pribadi yang berzikir. Berzikirlah negeriku!
"BERZIKIRLAH NEGERIKU!"
Oleh: Muhammad Arifin Ilham
Pimpinan Majelis Az-Zikra
RABU, 18 FEBRUARI 2004
PK 16.00 WIB DI MASJID AGUNG SUNDA KELAPA, MENTENG JAKARTA
[ 0 komentar]
|
|