[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Perbedaan Tingkat Pendidikan Dalam Rumah Tangga Dan Usaha Mendalami Islam
Uneq-Uneq - Monday, 26 July 2004

Tanya 1: Dear mbak Ade, langsung saja saya ingin saran dari mbak thd masalah yg sedang saya hadapi. Saya seorang akhwat berusia 29thn (single) yg beberapa bulan lalu baru putus dgn seseorang yg saya kira bisa menjadi imam dlm berumah tangga karena ketidaksukaannya setelah saya berkerudung (berbeda visi ttg kewajiban wanita berkerudung) yang Alhamdulillah baru saya kenakan.

Resah, gelisah karena usia sudah cukup untuk menikah tapi saya memilih putus juga karena perbedaan visi tersebut (krn jelas2 ia mengatakan bahwa lebih senang melihat saya tanpa kerudung karena rambut saya terlihat seksi-Astagfirulloh). Alhamdulillah dari dulu saya berteman selalu saya tekankan 3 hal : no kissing, no hughing & no touching walaupun saya pernah putus juga karena faktor hal2 tsb.

Sekarang ada seorang laki-laki yang mencoba mendekati saya, jujur saya ingin segera menikah karena saya ingin menghindari fitnah karena hidup sendiri tapi saya ragu terhadap laki-laki tersebut karena ia jujur mengatakan bahwa sholatnya bolong2, saya sholat istikharoh namun hingga saat ini belum mendpt jawaban. Apa yg sebaiknya saya lakukan sekarang?Dan apakah bila pendidikan istri lebih tinggi dari suami dapat menjadi 'masalah" dlm sebuah berumah tangga nantinya?

Terimakasih atas perhatiannya.

Wass.wr.wb,
Akhwat

Tanya 2: Assalamualikum wr.wb,
Dear Mba Nita, Saya seorang akhwat yang belum lama ini telah mengenakan jilbab yang Insya Alloh semata-mata mengharap ridho-Nya.Namun disisi lain entah apakah ini yg namanya ujian atau godaan tapi saya berpikir bahwa apa yg saya alami sesudah berjilbab merupakan bukti kasih sayang Alloh yang begitu luasnya. Saya harus berpisah dengan seseorang yg tadinya saya kira mampu menjadi imam dlm kehidupan berumah tangga karena kami berencana menikah p’tengahan thn ini, sedih memang tapi hal tsb hrs saya ambil krn ia tdk suka saya berjilbab.

Sejak putus Feb 03, saya masih sendiri hingga sekarang karena pada dasarnya saya tdk menginginkan proses pacaran yg cenderung menimbulkan fitnah apalagi sampai menimbulkan syahwat, hi....serem, yang saya inginkan adlh pernikahan dengan membentuk RT yang sakinah yang senantiasa mendapat ridho dan barokah dari Alloh SWT. Tapi di sisi lain saya sedih apabila melihat ortu krn blm bisa memenuhi harapan mereka untuk segera menikah walau ortu saya bkn tipe pemaksa, cara pandang & pikir mereka juga tdk terlalu konservatif tapi tetap saja perasaan sedih itu sering datang.

Pertanyaan saya:

1. Salahkah tindakan saya memutuskan teman laki-laki tsb karena ketidaksetujuannya akan jilbab karena setelah sholat istikharoh saya pernah bermimpi melihat 2 sosok laki2 yg salah satunya dia & tiba2 ada suara yg menyatakan bhw dia adlh jodoh yg t’baik bagi saya?
2. Apakah jenjang pendidikan yg berbeda antara suami istri dapat mempengaruhi dalam proses kehidupan berkeluarga

3. Saya pernah mendengar apabila orang terkena ilmu hitam disarankan u/ menyeberang laut dgn maksud agar ilmu hitam yg dikirimkan itu hilang, tergolong perbuatan sirik kah hal tersebut?

4. Saya ingin memperbaiki diri secara bertahap tentunya dari mulai cara sholat yg benar, cara berjilbab yg benar & cara2 berkehidupan secara Islami juga mengaji tapi saya tdk memiliki guru, apakah bisa saya pelajari semua itu hy melalui media buku?

Maaf kalau penulisannya terlalu banyak, terimakasih sebelum & sesudahnya atas perhatian,saran & jawabannya.

Wassalamu’alaiukm. wr.wb,

Jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kedua surat tersebut saya gabung karena memiliki banyak persamaan dalam beberapa sisi. Yaitu, berakhirnya sebuah hubungan yang sedianya akan diteruskan ke jenjang pernikahan hanya karena pihak laki-laki mengundurkan diri dari rencana pernikahan tersebut karena pihak perempuan mengenakan jilbab.

Terus terang, saya sangat bahagia membaca kedua surat tersebut. Karena itu artinya ada semangat dan tekad dai kedua ukhti di atas untuk tetap istiqamah (berpegang teguh pada keyakinan agama) meski ujuan dan cobaan yang datang tidaklah mudah dihadapi. Bahkan mereka berdua tetap memilih Allah meski tawaran keindahan lain juga datang. Untuk itu, saya ucapkan selamat yah Ukhti.. Barakallah… semoga Allah memberkahi apa yang ukhti sudah lakukan. Aamiin.

Dalam hidup ini, memang terkadang kita dihadapkan pada sebuah pilihan-pilihan yang harus kita tentukan. Terkadang pilihan tersebut berada pada satu level yang sama (pilih si A atau pilih B yah, misalnya), tapi tidak jarang pilihan tersebut berada pada dua level/tingkatan yang jelas berbeda.

Seperti ingin meneruskan sekolah lagi ataukah menikah sekarang juga? Artinya, pilihan yang tersedia itu menyebabkan kita harus mengorbankan sesuatu yang gambaran tentang hasil perolehan yang akan kita terima sama sekali belum bisa kita bayangkan seperti apa. Terkadang, pilihan yang datang ini begitu sulitnya sehingga pengorbanan yang harus kita berikan pun sangatlah besar adanya.

Pilihan-pilihan tersebut biasanya adalah pilihan yang terkait dengan keteguhan kita dalam menjalankan perintah syariat yang berbenturan dengan adat isitiadat setempat yang berbeda, atau pilihan yang terkait antara perintah akidah dan harapan serta sistem nilai sosial yang selama iniberkembang di masyarakat. Seperti yang dialami oleh kedua ukhti pada kasus di atas.

Menutupi aurat dengan lembaran kain bernama jilbab, adalah sesuatu yang bersifat wajib hukumnya. Allah memerintahkannya dalam Al Quran dan kita sebagai hamba-Nya wajib untuk mengatakan bahwa kita dengar dan kita patuh terhadap perintah tersebut. Dengan demikian, hal-hal yang menyebabkannya berbenturan dengan pilihan terhadap menjalankan perintah tersebut pun harus dikesampingkan. Sebaliknya, hal-hal yang sekiranya dapat mendorong guna memudahkan kita dalam menjalankan perintah agama tersebut haruslah diusahakan/dikembangkan. Itu sebabnya, saya setuju jika ukhti berdua memutuskan untuk meninggalkan calon suami yang kurang mendukung keinginan kita untuk menjalankan perintah agama kita.

Suami kita kelak, adalah seorang figus yang insya Allah akan menjadi ayah bagi anak-anak yang kita lahirkan. Dia juga insya Allah akan menjadi pemimpin dari rumah tangga yang kita diami. Sekaligus, dia juga insya Allah akan menjadi sahabat, teman ngobrol plus curhat, tempat kita berkeluh kesah dan melepaskan kesedihan sekaligus tempat kita membagi tawa kegembiraan. Artinya, ada sebuah kecocokan yang terjalin dan lebih dari itu, ada sebuah keinginan dari kedua belah pihak (kita dan dia) untuk saling menerima dan menghormati keunikan yang dimiliki oleh pasangannya. Jika sejak awal, ternyata calon teman hidup kita ini sudah berbeda haluan, sudah berbeda visi dan kehendak, tentu sulit untuk membina hubungan yang bersifat timbal balik kelak karena adanya batu sandungan yang telah terlihat sejak awal. Terlebih jika hal ini bersifat sangat prinsipal, yaitu pemahaman untuk menjalankan perintah agama.
Meski begitu. Ada satu hal yang harus diingat oleh kita semua. Yaitu, bahwa ketakwaan seseorang dalam beragama itu adalah sebuah proses. Artinya, kita tidak bisa menilai seseorang baik atau tidak dalam beragama pada saat sekarang karena bisa jadi kelak dia akan menjadi sosok Muslim yang justru lebih baik dari kita. Seperti yang ukhti berdua alami misalnya. Bisa saja, saat ini pria yang sekarang dekat dengan ukhti ini shalatnya masih bolong-bolong. Tapi, kejujurannya ini perlu diberi nilai tersendiri. Karena itu artinya si pria tersebut mengakui bahwa dia masih dalam proses belajar mencintai Islam. Point nilai bagi si pria ini akan bertambah lebih banyak lagi jika saja, kejujurannya ditambah dengan keinginannya untuk belajar dengan giat lagi seperti jika dia saat ini sedang ikut kegiatan keagamaan, atau sedang giat membaca buku-buku agama. Artinya, ada proses yang sedang dia geluti untuk mencapai tahap yang lebih baik dari kondisi yang dia diami saat ini.

Sebaliknya, pada pria-pria yang pernah ukhti berdua temui. Sejak awal dia sudah menolak untuk memberi dukungan pada keinginan calon istrinya untuk berjilbab. Apalagi dia juga menyelipkan komentar bahwa wanita yang tidak berjilbab itu akan lebih terlihat keseksiannya.

Hmm.

Bisa jadi ini hanya komentar sambil lalu saja. Tapi bisa jadi juga ini merupakan cara pandang dia terhadap sistem nilai agamanya. Walau bagaimanapun juga, seseorang yang lebih menghargai sistem nilai agamanya ketimbang sistem nilai pribadi dan masyarakatnya akan lebih mudah memahami dan menjalankan akidah dan syariat agama yang dianutnya. Karena jika dihadapkan pada sebuah pilihan, maka dia insya Allah akan memilih untuk membela dan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh agamanya ketimbang pilihan-pilihan lain. Lebih dari itu, kondisi ini juga akan memudahkan kita yang kelak akan menjadi pasangan hidupnya untuk dapat mengembangkan pemahaman kita dalam belajar agama Islam. Bukankah ketakwaan itu adalah proses yang artinya kita harus terus menerus aktif mengeksplorasi keinginan untuk bertakwa itu dengan berbagai macam cara agar proses yang sudah kita jalani tidak jalan di tempat atau bahkan bergerak mundur?

”Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”> (Qs 7: 26)

Adapun keterkaitan antara perbedaan tingkat pendidikan suami dan istri dengan proses berumah tangga, tentu saja ada kaitannya.

Pendidikan seseorang itu, memberi pengaruh pada cara dia dalam memandang, menghadapi dan menyelesaikan suatu masalah sehari-hari. Wujudnya akan terlihat dari pilihan-pilihan topik yang dia ambil untuk dibicarakan; atau sudut pandang yang dia letakkan dalam melihat sebuah wacana tertentu; atau keberpihakannya dalam memandang sesuatu; atau pada pilhan-pilihan kalimat dan pernyataan yang dia utarakan; dan terakhir (mungkin untuk sementara ini) adalah pilihan-pilihan kebijakan yang dia tawarkan untuk mengakhiri sebuah perdebatan atau mengambil penyelesaian suatu masalah.

Misalnya. Karena tidak menguasai bidang politik, seseorang yang tidak memiliki latar belakang belajar ilmu politik tentu akan menghindar untuk terlibat dalam pembicaraan politik. Kalaupun dia dipaksa atau terpaksa harus terlibat, maka bisa jadi pernyataan yang dia keluarkan itu justru menyebabkan dia menjadi pihak yang terlihat “perlu dikasihani” atau pihak yang “bikin orang lain mengelus dada” atau menjadi pihak yang membuat “orang lain mengernyitkan dahi”. Itu sebabnya, mereka yang tidak menguasai pembicaraan tersebut memilih untuk menarik diri dari pembicaraan tersebut. Seperti dengan cara mengalihkan pembicaraan ke arah lain atau pergi menghindari ruangan.

Kaitannya dengan kehidupan rumah tangga? Seperti yang sudah saya utarakan di atas. Suami atau istri (untuk mudahnya kita sebut saja pasangan hidup kita) selain menjalankan peranannya sebagai ayah atau ibu bagi anak-anak kita, juga menjalankan peranan lain seperti sebagai sahabat untuk bercerita dan berdiskusi, teman curhat, teman bersenda gurau dan berkeluh kesah. Jika pasangan hidup kita, suatu hari membutuhkan teman diskusi dan curhat hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan sehari-harinya (misalnya masalah kantor atua masalah pergaulannya), idealnya dia membutuhkan teman yang bisa mengerti apa yang dia pikir dan rasakan dan lebih jauh lagi, dia juga berharap kita sebagai sahabat dan teman curhatnya bisa memberikan masukan yang cukup berarti bagi dirinya. Adanya kesenjangan yang terlampau jauh antara dirinya dan kita tentu akan mencuatkan friksi-friksi yang tidak diharapkan. Seperti timbul reaksi yang tidak diharapkan (misalnya dia menolak untuk berkomentar atau menarik diri dari kasus yang kita ceritakan karena merasa tidak mengerti), atau harapan kita yang tidak terpenuhi adanya (bagaimana jika dia tulalit tidak mengerti apa yang kita ceritakan), dll.

Tapi… Ada tapinya kok.
Perbedaan tingkat pendidikan ini bukanlah hal atau kendala yang sangat vital dalam membina kekompakan dan keserasian hubungan suami dan istri dalam sebuah rumah tangga. Karena ada komponen tambahan yang sungguh tidak bisa diduga dan diprediksikan hanya dengan melihat tingkat pendidikan seseorang saja.

Komponen tersebut adalah rasa cinta pada pasangan kita. Inilah karunia Allah yang sungguh dasyat adanya dan insya Allah akan diberikan pada pasangan suami istri yang meletakkan pondasi rumah tangga mereka semata untuk mencari keridhaan Allah semata.

Karena merasa mencintai pasangan hidup kita, maka ada kekuatan yang Allah berikan yang mendorong kita untuk semangat mempelajari sebuah bidang yang semula sama sekali tidak kita kuasai sebelumnya semata untuk memberikan kebahagiaan bagi pasangan hidup kita.

Karena merasa mencintai pasangan hidup kita, maka ada tenaga tambahan yang Allah berikan yang memberi motivasi dan semangat kita untuk mengerti dan memahami apa yang tengah digeluti oleh pasangan hidup kita.

Karena merasa mencintai pasangan hidup kita, maka ada sebuah energi tak terduga yang Allah berikan yang membuat kita berkeinginan agar pasangan hidup kita memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan pada sesuatu yang dia senangi dan menjadi pilihannya. Semua hal-hal di atas otomatis akan meruntuhkan jurang perbedaan yang terbentang antara sepasang suami istri yang saling mencintai dan berkehendak bahwa rasa cinta yang mereka miliki tersebut akan membawa mereka untuk menggapai ridha Allah semata. Semoga kita semua termasuk hamba-hamba Allah yang senantiasa saling mencintai semata untuk mencari keridhaan Allah semata. Aamiin.

Untuk pertanyaan lain seperti yang ukhti ke-2 ajukan, ini jawaban singkat dari saya:

- Saya pernah mendengar apabila orang terkena ilmu hitam disarankan u/ menyeberang laut dgn maksud agar ilmu hitam yg dikirimkan itu hilang, tergolong perbuatan sirik kah hal tersebut?: Jawaban saya, yup. Ini adalah perbuatan syirik. Silahkan ukhti lihat Al Quran surat 6: 59; 6: 17; 49: 18; dan 27: 75. Juga lihat Qs 73: 20 – 28.

Intinya adalah, Allah-lah yang Maha berkuasa atas segala sesuatu yang menimpa manusia. Maka dari itulah, senantiasalah mendekati dan bersandar serta mencari perlindungan dari Allah semata.

”Dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan Allah dengan harga yang sedikit (murah), sesungguhnya apa yuang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di Sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Barang siapa yagn mengerjakan ama saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalma keadaanberiman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka telah kerjakan.
Apabila kamu membaca Al Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.
Sesugguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan-nya.
Sesungguhnya kekuasaan (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya kepada Allah.
(Qs 16: 94- 100).

- Saya ingin memperbaiki diri secara bertahap tentunya dari mulai cara sholat yg benar, cara berjilbab yg benar & cara2 berkehidupan secara Islami juga mengaji tapi saya tdk memiliki guru, apakah bisa saya pelajari semua itu hy melalui media buku?

Jawab: Jika ukhti sama sekali tidak bisa mengaji, akan lebih baik jika ukhti memanggil guru mengaji. Mengapa? Memang sekarang sudah disediakan CD-rom atau kaset atau CD untuk belajar membaca Al Quran secara mandiri. Tapi, belajar membaca Al Quran itu berbeda dengan belajar bahasa asing lain meski Al Quran ditulis dengan huruf Arab. Karena sering kali, penafsiran dari penggalan kata yang tertulis di dalam Al Quran juga memerlukan pemahaman yang lebih mendalam lagi. Dengan bisa membaca Al Quran, kita memang bisa melakukan tadarus Quran. Tapi, dengan mengerti arti dari apa yang kita baca, maka akan menambah kecintaan kita untuk membacanya lebih sering dan lebih lanjut. Dan dengan memahami sejarah serta latar belakang dari apa yang kita baca tersebut, maka akan timbul rasa cinta kita bukan hanya pada bacaan Al Quran saja, tapi akan muncul rasa cinta kita pada Islam dan segenap sistem nilai yang ditawarkannya.

Satu hal yang tidak bisa dianggap sepele adalah kondisi kalbu yang kita miliki. Kalbu (hati) yang kita miliki ini, adakalanya kondisinya berbolak balik. Sebentar berada pada kondisi dimana diri ini memperoleh energi tambahan untuk senantiasa bersemangat menjalankan berbagai macam perintah agama. Baik yang wajib maupun yang sunnah. Tapi, adakalanya juga, kondisi sebaliknya terjadi. Dimana akan timbul rasa segan dan malas serta lelah atau jenuh yang tidak diketahui sumber penyebabnya dan tidak diketahui kapan gerangan datangnya. Untuk itu, kita memerlukan lingkungan yang kondusif guna menopang diri kita jika kondisi lemah ini datang menghampiri. Lingkungan ini bisa dibentuk melalui perkumpulan organisasi keagamaan seperti perkumpulan pengajian atau kelompok kajian keagamaan. Dengan melihat lingkungan yang memiliki semangat yang lumayan tinggi dalam beragama setidaknya kita akan terbawa untuk ikut bersemangat dalam mendalami agama kita (artinya kita bisa mengajak kalbu yang sedang Be-Te ini untuk kembali giat bangkit). Kalau ukhti merasa sulit mencari kelompok yang tidak terlalu menyulitkan keseharian ukhti (misalnya kelompok yang dimaksud tidak ada di dekat lingkungan tempat tinggal ukhti), maka ukhti bisa bergabung dengan kelompok yang ada di udara. Seperti pengajian lewat radio, televisi atau internet. Dengan syarat, rajin bertanya jika memang tidak mengerti pada mereka yang menguasi apa yang ingin ukhti tanyakan dan tidak malas untuk memotivasi diri guna mendalami sesuatu yang tidak atau belum ukhti ketahui dengan bimbingan seseorang (atau kelompok) yang ukhti percaya menguasai bidang tersebut. Hal-hal ini insya Allah mudah dilakukan karena saat ini perkembangan teknologi informasi telah memberi kemudahan pada kita semua untuk memperoleh apa yang sulit dijangkau oleh jarak dan waktu.

Semoga kita semua menjadi hamba Allah yang dipertautkan hatinya agar senantiasa memperoleh kemudahan dalam menyelusuri jalan kebenaran yang diridhai Allah SWT. Aamiin.

Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved