[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Ketika Saya Harus Memilih
Jurnal Muslimah - Monday, 26 July 2004

Kafemuslimah.com Ya, saya tahu. Lagi-lagi semua ini akan bermuara pada keikhlasan. Tidak ada suatu pun hal yang dapat terlewati tanpa adanya sebuah perjuangan di dalamnya. Apalagi melakukan suatu hal yang baru, pastinya ia akan butuh usaha yang ekstra keras, kegagalan, masalah-masalah yang timbul, dan segalanya yang patut untuk menjadi batu ujian di masa-masa awal. Saya sudah mengerti tentang itu semua. Tapi mengapa hati ini tetap saja sulit untuk menerima?

Bahwa mengalami kegagalan adalah sebuah perasaan yang sungguh tidak enak? Bahwa memulai sebuah usaha baru adalah dunia tentang ketidakjelasan pendapatan yang akan diterima? Bahwa masalah-masalah yang timbul merupakan pertanda bahwa kerja keras dan kemauan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sedang diuji? Tidak perlu lagi berkomentar, saya juga sudah tahu. Tapi keegoisan saya mengatakan bahwa, saya butuh lebih dari itu!

Tidak dipungkiri bahwa adalah mengagumkan seseorang yang memiliki jiwa seorang pengusaha yang tak peduli seberapa pun kerugian yang mungkin akan ia hadapi. Saya pun mengakui bahwa resepnya adalah kerja keras, pantang menyerah, dan mental yang kuat untuk menghadapi apapun yang akan terjadi. Sungguh sebuah idealisme yang rasanya sudah ada di dalam diri saya.

Tetapi selalu ia akan berbalik, ketika tuntutan hidup berdiri tepat di depan mata dan berteriak lantang kepada saya, “Hei! Idealis tidak harus menjadi tidak realistis!”

Tidak realistis? Apakah benar hal itu yang saya lakukan?

Seorang teman, mengatakan dengan sangat jelas kepada saya bahwa apa yang sedang saya kerjakan adalah satu hal yang mengagumkan dan dapat menjadi besar ketika saya bertahan di sana dan berusaha lebih keras untuk membesarkan usaha tersebut.

Seorang teman yang lain, menjelaskan bahwa setiap perjalanan hidup memerlukan perencanaan-perencanaan. Termasuk urusan penghasilan, berapa jumlah tabungan, profesi yang akan dituju, dan sebagainya.

Seorang teman yang lain lagi, setiap kali saya berkeluh kesah padanya, menyatakan dukungannya agar saya keluar dari pekerjaan itu secepatnya!

Saya pun berpikir, adakah ini semua sebuah kesalahan langkah yang telah saya biarkan terjadi? Mengapa tak juga ada rasa bangga ketika saya harus memperkenalkan pekerjaan yang sedang saya lakukan sekarang, ketika orang lain menanyakannya. Atau sesekali berkata dengan ragu bahwa ini hanya pekerjaan sementara dan beberapa saat lagi saya akan melamar di tempat lain. Lalu setiap hari bersinggungan dengan pekerjaan tersebut, dalam hati hampir selalu ada jeritan kuat, “Hey! I wanna get outta here quick!”

Ya, sesekali saya menyimpulkan dengan seenaknya bahwa, sebuah pekerjaan yang tidak menimbulkan rasa bangga ketika mengerjakannya, mungkin adalah sebuah kesalahan yang harus cepat-cepat diperbaiki. Ups… tapi ternyata sebuah teguran cukup keras datang dari seorang teman, yang mengatakan bahwa rasa bangga yang kita tumbuhkan sendiri akan membentuk karakter baru dalam diri kita. Terkadang ada sesuatu yang memang membuat diri kita ragu, dan seringkali keraguan itu terjawab oleh perilaku diri kita sendiri, yang membuat keraguan itu semakin kuat dengan berbagai keluh dan prasangka buruk yang kita pelihara, atau membuat keraguan itu hilang dengan selalu berpikir positif, optimis terhadap keadaan, dan setiap kali orang menanyakan kita akan dengan senang hati menjawab, “Saya sekarang sedang berwirausaha dengan mendirikan sebuah perusahaan jasa, dan ini pekerjaan yang memiliki prospek cerah.” Atau apapun jenis pekerjaan yang sepertinya tidak kita sukai itu.

Satu hal yang saya sadari betul, bahwa terlibat dalam sebuah pekerjaan tertentu adalah sesuatu yang kita pilih sendiri. Bagaimanapun proses awal ketika kita menerima pekerjaan tersebut, adakah latar belakang pemaksaan atau tidak dari pihak luar, itu adalah pilihan yang kita tentukan sendiri. Toh, bila kita mau, tidak perlu terlibat sama sekali atau dengan kata lain, keluar saja sekarang juga. Atau, jika sampai saat ini kita masih saja menjalaninya, itu juga adalah sebuah pilihan. Yang mungkin berdasarkan pemikiran bahwa, menjalani konsekuensi dari sesuatu yang kita pilih adalah harus. Sebab memilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu adalah bagian dari tanggung jawab, minimal terhadap diri sendiri.

Sungguh beruntung diri saya ini. Memiliki cukup banyak teman yang rela memberikan pendapat dan beragam komentar serta saran terhadap hal yang sedang menjadi uneg-uneg ini. Walaupun saya akui, terkadang pendapat atau saran mereka membuat kepala saya menjadi pusing. Tapi saya menyadari bahwa tiap kalimat yang mereka lontarkan adalah menjadi semangat untuk diri saya. Minimal untuk terus berusaha untuk memperbaiki diri saya ini, yang rasanya terlalu banyak berkeluh kesah terhadap apa yang saya pilih dan lakukan sendiri.

Semuanya adalah tentang keikhlasan. Ketika kita harus memilih, menjalankan, kemudian menerima segala konsekuensi dari pilihan tersebut. Entah berapa banyak kesusahan atau kesenangan yang kita terima, tetaplah hanya keikhlasan yang dapat menjawab, apakah pekerjaan yang kita lakukan tercatat sebagai amal baik ataukan akan terhapus dikarenakan niat yang sudah tak lagi lurus.


Begitulah manusia, yang hanya bisa berusaha, dan terus berusaha.

--------------

Maret 2004
DH_Devita ([email protected])
[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved