[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Kecewa dengan Perilaku Orang Islam, Ayah Ingin Pindah Agama
Uneq-Uneq - Monday, 26 July 2004

Tanya
Assalamu'alaikum Wr. Wb. mba Adeanita. Saya ada masalah nih mba ade. Kemaren sewaktu amrozi divonis mati di pengadilan ayah saya mengomentari hal tersebut. Pada akhir komentarnya beliau bilang "kalo sampai islam itu menjadi agama yg jahat buat apa saya menjadi seorang muslim" lalu saya bilang "terus kenapa? bapak ingin pindah agama?" dia balas berkata "memang knapa? toh semua agama sama saja...sama2 berorientasi menuju suatu kebaikkan....kalo ada yg berkelakuan lbh baik knapa tdk....spt kejawen itu juga mengajarkan kebaikkan".

Pada saat itu serasa ada petir menyambar. Hati saya seperti diiris2 mendengar ayah kandung saya berucap seperti itu. Sebenarnya msh panjang lagi dialog yg kami lakukan....tp intinya spt itu....ayah saya memang bkn seorang yg mengerti benar tentang agamanya.....saya jg tdk ingin takabur kalau saya lbh tau agama dr beliau.....pengetahuan agama saya memang masih sangat dangkal tp mendengar ucapan beliau.....ada satu ketakutan tersendiri dlm diri saya....

sekarang saya hanya bisa berharap mudah2an ayah saya khilaf dlm berucap....atau mgkn dlm keadaan emosi....semoga Allah SWT mau mengampuni kekhilafan beliau....
yang ingin saya tanyakan apa hukumnya bila ada seseorang berucap spt ayah saya?
saya bingung mba.....saya harus bagaimana? tindakkan apa yg hrs saya lakukan stlh mendengar ucapan ayah saya?.....
tolong mba dijawab... sebelumnya saya ucapkan terima kasih...wassalam....

jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Teringat kisah Nabi Ibrahim ketika mencari siapa Tuhannya. Ketika malam tiba dan bintang-bintang bertaburan di angkasa raya dengan sangat cantik dan terangnya terlihatlah Rembulan yang bundar dan terang benderang. Bintang-bintang yang bertebaran seakan patuh pada sang Rembulan. Mereka bagaikan para punggawa bagi sang Rembulan. Berpikirlah Ibrahim as bahwa itulah Tuhan yang dicarinya. Maka, diapun berikrar untuk mempertuhankan Bulan. Dalam ketertakjubannya itu, pagi pun datang menjelang. Bintang-bintang yang bertebaran di angkasa raya hilang dan bersamaan dengan pagi itu, Rembulan yang bersinar di malam hari pun kalah sinarnya dengan Matahari fajar. Bahkan di siang hari rembulan sama sekali hilang dari pandangan. Aih. Bagaimana mungkin Rembulan yang bundar, terang dan bersinar itu bisa hilang dari pandangan. Lalu siapa yang menyinari bumi agar hangat, terang ketika beraktifitas? Apakah mungkin Tuhan pergi begitu saja dan mengalah pada kedatangan Matahari yang kian siang kian perkasa? Ibrahim terus melakukan dialog dengan dirinya sendiri. Kekecewaan yang bertumpuk pada rembulan yang tidak setia itu menyebabkan dia akhirnya mencabut ikrarnya untuk bertuhankan Rembulan dan kini beralih memilih matahari sebagai Tuhannya.

Sungguh banyak jasa matahari. Sinarnya yang hangat menyehatkan tubuh. Cahayanya yang benderang menjadi penerang bagi seluruh alam raya. Memudahkan semua makhluk untuk melakukan apa saja dengan aman. Ibrahim sangat kagum pada Tuhan Mataharinya. Hingga suatu saat datanglah kabut tebal pertanda badai hujan akan datang. Angin keras berhembus dan cuaca sangatlah buruk. Semua orang berlari mencari perlindungan, semua makhluk berlari tunggang langgang, dan sang Matahari yang perkasapun ikut bersembunyi di balik awan kelabu.
Oh.
Bagaimana mungkin Tuhan takut pada sang badai?
Jika Tuhan adalah sesuatu yang mesti disembah, mengapa dia tidak ikut ambil dalam melindungi makhluk ciptaannya? Mengapa Tuhan yang perkasa ternyata justru yang pertama kali mencari perlindungan ketika terjadi sebuah kesulitan yang melanda makhlukNya? Dimana Tuhan sebenarnya?
Dalam perenungan itulah malam datang menjemput dan Rembulan datang kembali. Ibrahim kian berpikir. Ternyata, Matahari pun tidak dapat mempertahankan keperkasaannya dalam menguasai malam. Apakah mungkin Tuhan berbagi tempat dengan Tuhan yang lain? Seharusnya Tuhan itu satu, dimana kekuasaannya meliputi apapun dan keperkasaannya mengalahkan apapun. Dan itulah awal pertemuan Ibrahim dengan keyakinannya untuk bertauhid. Allah telah membimbingnya sedemikian rupa, dengan mengajaknya untuk berpikir pada segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Keyakinan inilah yang membawa Ibrahim berani menghancurkan berhala-berhala di Mesopotamia sana, dahulu kala.

Jika Tuhan yang disembah ternyata bisa dihancurkan kemudian dibuat lagi, bukankah itu kebohongan besar?

Jika Tuhan yang disembah punya banyak wajah yang bisa direkayasa bentuknya oleh manusia semau mereka, lalu dimana letak kewibawaan Tuhan?

Jika sesuatu yang besar ternyata bisa dikalahkan oleh sesuatu yang lebih besar lagi, tentu ada sesuatu yang Maha besar yang tidak terkalahkan oleh apapun yang lebih besar lagi?

Jika sesuatu yang besar ternyata bisa dikalahkan oleh sesuatu yang sangat kecil dan sepele, tentu ada sebuah campur tangan yang Maha Perkasa yang memiliki kekuasaan yang tidak terbatas dalam mengatur segala sesuatunya dan tentunya memiliki kekuasaan tunggal dalam mengatur segala sesuatunya. Sifat Maha inilah yang dimiliki oleh Tuhan. Karena sifat inilah sudah sepantasnya jika seluruh manusia merasa membutuhkan Tuhan guna menuntun mereka dalam keteraturan dan keharmonisan, sebagaimana Tuhan telah membuktikan dalam Kuasa-Nya mengendalikan keteraturan dan keharmonisan seluruh Jagat Raya

Agama-agama di muka bumi ini, memang pada dasarnya dianut oleh manusia karena diyakini menyimpan kebenaran dan akan mengajarkan pada kebaikan. Tapi ada sebuah perbedaan besar dan sangat mendasar yang harus dipahami oleh orang-orang yaitu kita harus membedakan antara penganut agama dan ajaran agama itu sendiri. Keduanya, meski dalam sebuah wadah yang sama (yaitu agama) tapi punya satu perbedaan besar. Agama berisi nilai-nilai spiritual dan norma-norma yang mengatur kehidupan manusia, baik hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun manusia dengan manusia lain dan lingkungan sekitarnya. Sedangkan penganut agama adalah orang yang memilih untuk memeluk sebuah agama dan mencoba untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh agama yang telah dipilih untuk dianutnya itu, meninggalkan apa yang dilarang oleh agama yang telah dipilihnya tersebut dan percaya pada segala sesuatu yang bersifat ‘gaib” maupun “non gaib” dalam agama yang dianutnya tersebut (sering disebut dengan istilah beriman yang artinya percaya).

Mengapa kedua hal tersebut harus dipandang berbeda? Karena yang satu (ajaran agama) biasanya berisi peraturan (atau perjanjian antara manusia dengan Tuhannya) guna mengatur manusia (yang diturunkan oleh Allah melalui para RasulNya); sedangkan yang lain (penganut agama) adalah manusia yang masih punya kebebasan individu untuk taat atau tidak taat pada peraturan dari ajaran agama pilihannya. Kebebasan individu yang dimiliki oleh manusia ini semata karena Allah ingin kita menggunakan kemampuan diri kita sendiri untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk disamping memberi petunjuk dalam ajaran agama (termaktub dalam kitab suci agama). Dengan satu catatan khusus bagi umat Islam yaitu bahwa mereka yang pada akhirnya memilih untuk taat pada perintah Allah dan berpegang teguh pada segala sesuatu yang disyariatkan dalam Islam itulah mereka yang dikatakan beruntung. Mengapa beruntung? Karena dengan keyakinannya dan pilihannya itu mereka sudah membuktikan bahwa mereka percaya sepenuhnya pada kekuasaan Allah dan keberadaan Allah sebagai Sang Khalik yang melebihi keberadaan makhluknya.

Saya sendiri dan sebagai penganut agama Islam maka selayaknya kita semua, harus yakin bahwa Islam adalah agama yang paling benar di antara agama yang lain. Allah sudah memberi jaminan pada hal tersebut (artinya, jaminan bahwa agama ini adalah agama yang sudha sempurna datang dari Sang Khalik langsung). Terlebih jika kita melihat pada isi agama yang lain.

Sebelum Islam, ada agama2 tauhid lain yang dibawa oleh Nabi2 Allah pilihan. SepertiNabi Daud dengan kitab Zaburnya dan Nabi Musa dengan kitab Tauratnya serta Kitab Injil yang dibawa oleh Nabi Isa. Tapi, semua agama ini sebenarnya hanya diperuntukkan untuk umat pada masa itu saja. Mengapa? Karena isi ajaran agamanya yang belum sempurna. Jadi istilahnya, masih menyelesaikan kasus per kasus saja. Itu sebabnya di semua kitab-kitab Allah sebelumnya itu, disebutkan bahwa suatu saat kelak, akan turun Rasul penghabisan yang akan membawa ajaran agama (risalah) yang terakhir dan sempurna (dan khusus untuk agama Islam, Allah sudah memberi jaminan bahwa inilah agama yang sempurna yang pernah dijanjikan akan diturunkan Allah di kitab-kitab sebelumnya).

Tapi meski semua ajaran agama Tauhid ini benar adanya, belum tentu petunjuk kebenaran (risalah agama tauhid) yang diberikan Allah lewat para rasul pilihan-Nya ini akan terus diterima dan dilaksanakan oleh manusia. Ada banyak sekali contoh di Al Quran tentang ketidak-sanggupan manusia (yang lebih banyak disebabkan karena kepentingan pribadi manusia itu sendiri di masa lalu, yang menyebabkan mereka akhirnya tidak dapat memenuhi perjanjian dengan Allah berkenaan dengan keimanan mereka.
Mengapa hal ini terjadi?

Karena manusia itu sesungguhnya makhluk yang tidak sabaran menghadapi segala sesuatunya. Jikapun manusia memperoleh sesuatu, manusia punya kecenderungan untuk membusungkan dada mengakui bahwa karena dirinyalah maka kesuksesan itu dia peroleh. Akibat terparah dari kedua hal ini adalah, diada-adakanlah pemahaman dan penafsiran yang cenderung lebih banyak memuaskan kesenangan dan mengkekalkan kegembiraan dan kekuasaan yang dimilikinya pada hal-hal yang bersifat keduniaan. Muncul interpretasi terhadap ajaran agama Tauhid sehingga terjadi penyimpangan dari ajaran agama-agama Tauhid tersebut. Penyimpangan mana dilakukan manusia agar mereka memperoleh keuntungan pribadi. Caranya yaitu dengan cara menyembunyikan ajaran ini sebagian dan mengemukakan sebagian lain dicampur dengan interpretasi masing-masing pihak.

Seperti karena tidak mampu meng-analogikan kejadian munculnya Isa al-Masih dari ibundanya yang perawan, maka umat Nasrani menafsirkan bahwa Allah-lah bapak dari Nabi Isa as. Maka Tuhan merekapun terpecah sebagaimana sebuah keluarga inti yang dimiliki oleh manusia pada umumnya, ada bapak ada anak dan ada ibu. Karena ketidak-mampuan memenuhi ketentuan Allah untuk berburu di hari sabtu, maka kaum Yahudi meng-akali ketentuan Allah dengan trik lain agar mereka tetap dapat memperoleh daging buruan untuk dimakan di hari sabtu. Aturan Allah dilanggar dan diakali sehingga ajaran Allah tidak lagi murni adanya. Sebagian lain, karena mempertimbangkan keringanan-keringanan tertentu akhirnya menciptakan agama sendiri-sendiri. Seperti agama Hindu dan Budha yang lahir karena keinginan untuk memperoleh keringanan beribadat tapi tetap dapat tertib dalam aturan baku tata susila. Begitu juga dengan kepercayaan-kepercayaan lain termasuk dalam hal ini aliran Kejawen. Yang terakhir ini marak di kalangan suku Jawa di Indonesia. Ajarannya sendiri sebenarnya adalah kepercayaan animisme/dinamisme yang pada perkembangannya terpengaruh oleh Islam. Artinya, aliran ini mengambil sebagian ajaran Islam yang ringannya saja, dicampur dengan ajaran Hindu yang ringannya saja dan dicampur dengan kepercayaan nenek moyang. Entahlah. Saya ada membaca sebuah buku di masa yang lalu, bahwa aliran Kejawen ini sebenarnya dahulu adalah aliran kepercayaan animisme.dinamisme yang berkembang di Jawa yang pada waktu Islam berkembang; karena khawatir di’gerocoki” oleh Islam maka mereka memperlihatkan sikap seperti menerima Islam. Padahal sebenarnya mereka hanya menempel Islam sebagai kulit luarnya saja tapi di dalamnya tetap mempertahankan ajaran nenek moyangnya. Wallahua’lam.

Itulah yang menegaskan, mengapa kita harus membedakan antara penganut agama dan ajaran agama dan harus tetap ingat akan janji jaminan langsung dari Allah bahwa Islam adalah agama yang sempurna.

Dengan jaminan tersebut, kita harus percaya dan yakin bahwa Islam adalah agama yang terbaik. Hanya saja, bagi pemeluk agama Islam, ada sebuah kendala yang sering kali justru menyebabkan seseorang mengalami sandungan dalam meng-interpretasikan ajaran agamanya. Kendala ini bersumber dari kemampuan manusia yang memang serba terbatas dalam memahami ilmu-ilmu agama yang luas. Ada perbedaan tingkat kemampuan manusia (baik dalam inteligensinya, pengendalian diri, “derajat keberimanannya/ketakwaannya” dll) dalam memahami sebuah ayat/fenomena tertentu. Artinya, sebuah fenomena tertentu sering kali dipahami dengan memandang Al Quran sebagai pegangannya secara kontektual saja tapi ada juga yang memandang Al Quran sebagai tekstual saja. Itu sebabnya ada penganut Islam yang tampil beragam-ragam. Ada yang keras, ada yang lembut, ada yang sangat permisif (longgar) ada yang sangat hati-hati (ketat), ada yang ramah, ada juga yang galak, ada yang pemaaf ada juga yang pemarah, ada yang optimis ada juga yang selalu pesimis, dll. Tentu saja, yang terbaik adalah mereka yang tidak terlalu condong ke kanan (berketat-ketat) tidak juga terlalu condong ke kiri (berlonggar-longgar) dalam beragama. Yaitu mereka yang selalu berusaha untuk berada di pertengahan.

Tapi penting untuk disadari bagi kita semua adalah, bahwa kerusakan di muka bumi ini, baik itu kerusakan yang berhubungan dengan kondisi alam ataupun pergaulan dengan sesama makhluk hidup, tidak cuma (atau melulu) dilakukan oleh orang Islam, tapi juga dilakukan oleh orang-orang non muslim. Kamu tentu ingat kasus pembunuhan bom di Terowongan Kereta Api bawah tanah di Jepang yang menewaskan puluhan orang, dilakukan oleh penganut agama Shinto. Penembakkan misterius yang terjadi di Inggris sana ternyata dilakukan oleh orang-orang nasrani dari kelompok pemberontak Irlandia Utara. Begitu juga pemboman di kedutaan Amerika di beberapa manca negara, ternyata terbukti dilakukan oleh orang non muslim. Untuk kasus terakhir, yaitu kasus pemboman gedung WTC yang terkenal dengan istilah tragedi 11 september itu, sampai sekarang belum terbukti siapa pelakunya, meski Pihak Amerika sendiri mengklaim bahwa pelakunya adalah kelompok Al Qaidah (dan menyebabkan musnahnya pemerintahan Taliban di Afghanistan). Mereka yang disangka pembajak (dan sudah pasti mati karena ikut terbakar besama pesawat yang dibajaknya), ternyata kedapatan masih sehat wal afiat berkumpul bersama keluarga dan beberapa sisanya bahkan sudah meninggal jauh sebelum tragedi itu terjadi. Artinya, tuduhan itu sama sekali tidak dapat dibuktikan, dan tampaknya sekarang akan dipeti-eskan alias penyelidikan tidak diteruskan lagi. Kecurigaan tinggal kecurigaan, tidak ada proses pembuktian. Belum lagi tindakan Israel yang semena-mena terhadap Palestina. Bahkan sebuah penelusuran sejarah mengungkapkan bahwa ternyata Vlad Draculla (yang karena sangat jahat dan sangat senang memancang –menusuk dengan sebongkah kayu tepat di tengah dada dan kayu itu lalu dipancang di atas tanah hingga tubuh yang tertusuk itu kelak perlahan akan melorot ke tanah dan menyebabkan kematian yang sangat tragis dan menyakitkan— rakyat yang membangkang peraturannya, dijuluki Vlad Tepes, artinya Vlad si Pemancang. Kelak oleh Bram Stokker kisah manusia kejam ini diadopsi menjadi novel terkenal, yaitu Vlad Draculla, si Vampire dari Transilvania), ternyata adalah seorang Nasrani yang sangat taat.

Jika mau jujur, coba pikirkan, apakah pemabuk yang digiring ke bui karena memperkosa itu dipenjara karena kedapatan beragama Islam ataukah karena perilaku kejahatannya? Dalam tindakan kejahatan, seharusnya tidak ada pembedaan atas status agama yang dianut, yang ada adalah sudut pandang pada tingkat kejahatan yang dia lakukan. Apapun agamanya. Begitu juga dengan perilaku terorisme.

Hanya saja, usaha untuk memburukkan citra islam terus dilakukan oleh para musuh islam yang tidak menginginkan kejayaan islam kembali berkibar di muka bumi. Dan sedikit demi sedikit tampaknya hal ini telah membuahkan hasil, karena pendangkalan akidah terjadi di mana saja di muka bumi ini. Itu sebabnya, ada sebuah anekdot yang mengatakan bahwa kaum Yahudi di Palestina itu, sangat yakin bahwa kiamat tidak akan segera datang. Alasan mereka, “karena kiamat datang ketika umat Islam bisa bersatu dan menjadi ummat terbaik di muka bumi ini”. Sebuah sindiran yang khas yah?

Semoga Allah menunjukkan siapa sesungguhnya yang teroris di muka bumi ini, semoga Allah memperlihatkan pada kita semua bahwa yang hak itu adalah hak dan yang batil akan tumbang.
Aamiin.

Saya sendiri sungguh sangat tidak setuju dengan segala perilaku kejahatan dan kekerasan yang ditampilkan oleh orang Islam. Baik itu dengan alasan untuk membela agamanya (entah agama entah hak pribadinya sangat tipis dinding pembatasnya; wallahu’alam) atau untuk alasan lain. Padahal Islam sendiri berarti kedamaian, sementara iman adalah rasa aman. “Seorang Muslim adalah yang memelihara orang lain dari gangguan tangan dan lidahnya.” Demikian sabda Nabi saw . Inilah agama Islam yang sesungguhnya.
Dan untuk peristiwa terorisme yang terjadi di muka bumi ini, siapapun pelakunya, saya sangat mengecamnya karena dia lahir dari seseorang yang membungkus nafsu membunuhnya atas nama hal lain (termasuk agama).

Dengan demikian, saya harap, sebelum kamu berbicara dengan ayah kamu, satu hal yang harus disepakati oleh ayah kamu itu adalah, bahwa yang rusak itu bukan agama Islam tapi orang-orang yang kebetulan menganut agama tersebut. Penyebabnya, apalagi jika bukan karena ketidak mampuan orang-orang tersebut untuk memahami Islam secara keseluruhan. Bebas dari berbagai nilai dan keinginan/persepsi individu yang bersifat subjektif.

Selanjutnya, yang ingin saya sampaikan adalah, ghirah (semangat) ber-Islam pada masing-masing kita ternyata tidaklah sama (dan ini merupakan PR untuk saya, keluarga saya dan kita semua untuk berdakwah terus, dimulai dari diri sendiri, pada keluarga dan seterusnya pada kelompok yang lebih besar lagi sebelum akhirnya ke seluruh dunia). Sungguh hidayah itu datang dari Allah tapi kita semua tetap tidak bisa hanya menunggu saja, tapi harus berusaha untuk mendapatkannya.

Jadi ukhti.
Coba mulai dari ukhti sendiri. Coba belajar mencintai Islam dengan cara mencoba menjadi seorang Muslimah yang kaffah dahulu. Selain menerapkan semua syariat yang diperintahkan oleh Islam ukhti juga harus belajar tentang Islam itu sendiri. Sesungguhnya, ilmu tentang Islam itu sangatlah luas. Jangan jemu untuk terus mengkaji Islam. Setelah itu coba amalkan apa yang ukhti dapatkan itu pada kehidupan ukhti sehari-hari. Islam itu adalah nasehat dan nasehat tidak hanya disampaikan dengan kata-kata saja tapi juga lewat perilaku dan pemikiran. Insya Allah, jika ukhti istiqamah dalam menjalankan semuanya, maka semuanya ini bisa memberi inspirasi bagi siapapun yang melihatnya. Ukhti adalah duta Islam, dan orang lain di sekitar ukhti akan melihat Islam dari apa yang ukhti lakukan sebagai muslimah sekaligus duta Islam (sudah banyak contoh betapa banyak mereka yang keras hatinya, akhirnya lembut setelah melihat duta Islam yang istiqamah menjalankan Islam dalam keseharian tanpa melepaskan sedetikpun kebajikan yang mereka tebarkan pada lingkungan sekelilingnya).

Selain itu, teruslah berdoa untuk ayah ukhti agar Allah menuntun hatinya agar kembali cenderung pada agama Allah, Islam. Insya Allah doa anak yang shaleh didengar oleh Allah.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita dan Kajian Anak, Keluarga dan KOMunitas Ilmu Kesejateraan Sosial FISIP UI

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved