[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Pemerkosaan Terhadap Anak Kandung
Uneq-Uneq - Monday, 26 July 2004

Tanya:
Assalamu'alaikum wr wb
Yth Adeanita, saya mau nanya tentang perkosaan terhadap anak kandung yang sering terjadi akhir-akhir ini. yang ingin saya tanyakan, bagaimanakah sanksi bagi sang pemerkosa padahal ia adalah ayah kandung korban menurut hukum pidana islam dan bagaimana status anak seandainya korban sampai melahirkan akibat dari perkosaan tersebut. terima kasih.

wassalamu'alaikum wr wb


Jawab:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tindak Pidana perkosaan, baik itu dilakukan oleh orang lain yang dikenal maupun yang tidak dikenal, terlebih oleh ayah kandung sendiri, merupakan tindak pidana kejahatan yang di Indonesia sangatlah berat hukumannya (meski bagi saya tetap belum setimpal) karena hanya diberi ancaman hukuman maksimal sekitar 12 tahunan (dalam pelaksanaannya lebih sering hukuman yang diberikan hanya berkisar 3 – 5 tahun saja). Mengapa saya sampai merasa bahwa sebuah hukuman yang diberikan itu belum setimpal? Karena sesungguhnya, dengan terjadinya sebuah tindakan perkosaan terhadap wanita, maka kejadiannya bukan hanya berhenti sampai disitu saja. Trauma bagi si korban akan membekas seumur hidupnya dan derita sikorban akan terbawa seumur hidupnya.

Masyarakat akan memperbincangkannya.
Koran akan menyorotnya.
Keluarga akan menjauhinya.
Pasangan hidup akan turut susah, karena trauma si korban yang sering muncul dan memang tidak pernah bisa hilang seumur hidupnya.
Belum lagi jika kelak ada anak yang dihasilkan dari perkosaan itu, maka derita si korban akan juga dialami oleh si anak. Dia akan dicap sebagai anak haram; si ibu akan selalu terkenang dengan kejadian yang menakutkan tersebut dan suami serta keluarga jadi tidak bisa melupakan dengan ikhlas kejadian tersebut.

Itu sebabnya, sebuah perkosaaan dalam kacamata Islam, yang patut diberlakukan bagi pelakunya adalah setimpal dengan hukuman yang diberikan bagi seorang pezina. Yaitu, hukuman rajam. Dan karena status hukumannya sama dengan hukuman bagi pezina, maka ada sebuah nilai lebih yang diberikan bagi terhukum.
Jika hukuman bagi seorang pezina yang sudah menikah lebih berat daripada hukuman bagi pezina yang belum menikah. Dengan begitu, hukuman bagi seorang pemerkosa yang terjadi antar anggota keluarga tentu lebih berat daripada hukuman bagi pemerkosa di luar anggota keluarga.

Saya ada bertanya pada pada seorang ustad di DDI (Dewan Dakwah Indonesia) dan mereka mengatakan bahwa dalam Islam jika ada seorang ayah yang memperkosa anak kandungnya sendiri, atau seorang kakak yang memperkosa adik kandungnya sendiri, atau seorang kakek pada cucunya sendiri, maka kepala si pemerkosa haruslah dipenggal. Mati. Itulah hukuman yang paling adil bagi mereka dalam pandangan Islam. Lalu bagaimana status anaknya?

Perkosaan antar anggota keluarga yang lebih dikenal dengan istilah perkosaan incest ini, selain merupakan sebuah tindakan kejahatan perzinahan dengan penganiayaan, juga membawa sebuah kejahatan lain yang juga terjadi bersamaan dengan kejahatan pemerkosaan ini. Yaitu kejahatan penghancuran atau pengacauan silsilah keluarga.

Silsilah keluarga yang normal terdiri dari ayah, ibu dan anak (ada adik ada kakak). Jika si anak mempunyai anak maka ayah dipanggil kakek, ibu dipanggil nenek, anak dipanggil ibu/ayah, kakak dipanggil paman/bibi. Jika terjadi sebuah incest (hubungan seksual dalam anggota keluarga), maka terjadilah kekacauan. Dan ini adalah sebuah kejahatan dan pelanggaran susila dan silsilah keluarga. Ayah si anak yang dihasilkan dari tindakan pemerkosaan ini bisa jadi sekaligus menjadi kakek bagi si anak; atau merupakan paman kandungnya sendiri; dsb. Dengan dihukum penggalnya si pelaku, maka kekacauan ini bisa dihentikan. Si anak yang tak berdosa tidak perlu mengalami kebingungan dalam hal pemanggilan, tapi sebaliknya ada sebuah kenyataan yang harus dia ambil hikmahnya. Bahwa kakeknya, atau pamannya, atau buyutnya, adalah seorang yang tidak bermoral dan pantas dihukum. Disinilah letak betapa adilnya syariat Islam dalam menerapkan hukuman. Hanya saja, ada sebuah kenyataan lain yang terhampar di hadapan kita. Negara kita tidak mengadopsi hukum Islam dalam banyak hal.

Dalam KUH Pidana, tindakan perkosaan tidak dibedakan antara tindakan dalam keluarga atau di luar keluarga. Pembedaan yang diberlakukan dalam KUH Pidana Indonesia adalah pembedaan tindakan perkosaan berdasarkan kelompok usia. Yaitu yang terjadi pada usia di bawah umur dan tindakan yang terjadi pada usia di atas 18 tahun. Dari sini, ada turunannya lagi. Yaitu apakah itu terjadi berdasarkan paksaan ataukah tidak berdasarkan paksaan. Lalu ada pertimbangan lain yang meringankan hukuman bagi si pelakunya. Yaitu apakah ini tindakan yang baru pertama kali dilakukannya ataukah bukan yang pertama kalinya. Juga pertimbangan-pertimbangan lain sehingga meski tindakan kejahatan pemerkosaan diancam hukuman 12 tahun penjara, dalam kenyataannya hukuman yang diberikan hanya berkisar 3 – 5 tahun saja (hik..hik..hik.. nggak adil yah?)

Ini ada beberapa rujukan yang bisa dihubungi jika terjadi sebuah tindakan perkosaan (baik itu terjadi di dalam keluarga ataukah bukan; terjadi pada mereka yang dibawah umur ataukah bukan, dll):

Telp. Pusat Krisis Terpadu (PKT), di RSCM Jakarta: (021) 316 22 61
Telp. LBH APIK: (021) 8779 7289 atau kunjungi http://www.lbh-apik.or.id

Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita




[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved