|
Apakah Islam Membenarkan Sikap Cowok Yang Memutuskan Hubungan Pacarannya? Uneq-Uneq - Monday, 26 July 2004
Tanya: Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Saya gadis 21 tahun, memakai jilbab. Saya pernah berpacaran. Selama berpacaran saya tidak pernah melakukan hal-hal yang aneh-aneh. Kami hanya sms-an atau nelpon (karena berbeda kota). Kami kalo bertemu pun tidak pernah berduaan. Tetapi ada teman kami yang menemani. Sebenernya hubungan kami sudah serius (ada niat untuk nikah) tetapi karena cowok saya belum siap nikah, dan kalau pun siap mungkin masih lama (beberapa tahun lagi). Oleh karena itu (atas dasar nasihat dari temen-teman cowok saya) dia memutuskan saya karena dia bilang dalam Islam tidak ada pacaran. Walaupun kami tidak zina anggota tubuh, tetapi katanya kita melakukan zina hati, atau zina pandangan (melihat picture pacar kita dengan perasaan ser-seran).
Yang saya tanyakan:
1. Apakah sikap yang diambil oleh cowok saya (memutuskan saya) adalah sikap yang benar?
2. Apakah memang seperti itu aturan dalam islam?
3. Apakah dia cowok yang baik ato cowok yang terlalu fanatik terhadap islam?
Wassalamu’alaikum
Jawab:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabakatuh
Alhamdulillah. Itu hal yang sebelumnya saya ingin katakan setelah membaca e-mail dari ukhti. Alhamdulillah karena selama hubungan pacaran yagn telah lalu, ukhti dan pacar ukhti dapat menjaga diri dengan baik sehingga terhindar dari segala perilaku “kebebasan” yang bisa menyesatkan diri ukhti. Saya bisa memahami jika kejadian putusnya hubungan pacaran ukhti dengan cowok ukhti tersebut membuat ukhti tidak bisa menerima beberapa hal yang terpapar. Itu adalah reaksi yang wajar yang lahir sebagai mekanisme pertahanan diri otomatis yang muncul dalam rangka membangkitkan semangat diri agar “tidak terpuruk dalam kesedihan” dan “segera bangkit lagi”. Berikut ini adalah tanggapan saya atas pertanyaan yang ukhti ajukan:
1. Apakah sikap yang diambil oleh cowok saya (memutuskan saya) adalah sikap yang benar?
Benar dan tepat. Bisa jadi kalian selama hubungan pacaran yang terajut bisa sama-sama mengendalikan diri sebaik mungkin. Bisa jadi kalian selama ini bisa menjaga diri kalian sebaik mungkin agar terhindari dari segala bentuk kemungkinan untuk berbuat kesesatan. Tapi… ada satu kenyataan yang kalian berdua hadapi. Yaitu, bahwa pada dasarnya kalian berdua telah siap untuk menikah (setidaknya kesiapan itu melahirkan niatan yang serius). Artinya, secara naluri dan hormonal ada kesiapan. Tapi di sisi lain, ada kenyataan lain sehubungan dengan kewajiban yang otomatis hadir dari setelah penyelenggaraan sebuah perkawinan. Yaitu kesiapan fisik, sosial ekonomi dan tanggung jawab. Hal ini yang dirasakan tidak siap. Itu sebabnya kalian berdua sepakat untuk tidak melangsungkan pernikahan saat ini juga.
Pertanyaan selanjutnya, kapan? Ternyata, jika jujur ingin dijawab, siapnya itu ternyata beberapa tahun lagi. Itupun belum pasti kapan tepatnya. Lalu, pertanyaan berikutnya, apakah kalian memang benar-benar bisa menjaga diri kalian berdua untuk waktu yang lama dan tidak berketentuan akhirnya itu? Tidak ada yang tahu. Disinilah cowok ukhti bersikap sangat baik dan tepat. Dia mampu bersikap jujur terhadap hati nuraninya sendiri. Sekarang saja, dengan kondisi kalian berdua berbeda kota dan hanya bisa mendengar suara, atau membaca sms/surat, atau melihat photo ukhti saja, ada sebuah gejolak di dalam hatinya yang menuntutnya untuk melampiaskan perasaan rindu dan gejolak cintanya (istilahnya memandang dengan perasaan ser-seran). Bagaimana jika kalian berdua suatu hari ditempatkan di kota yang sama untuk waktu yang lama? Bagaimana jika perasaan “ser-seran” itu menuntut pelampiasan yang lebih konkrit dan lebih besar efeknya? Bagaimana jika pertahanan diri untuk menjaga diri sebaik mungkin terkalahkan oleh nafsu yang menyamar dengan nama rindu yang menggebu? Belum lagi konsentrasi yang sulit fokus karena pikiran bercabang memikirkan kekasih dan pekerjaan. Belum lagi kendali diri yang sulit dipertahankan karena keinginan yang bercabang antara ingin bersama-berduaan dan trik menghindari perzinahan. Cobalah untuk jujur pada hati nurani ukhti sendiri dan ukhti akan temui kenyataan bahwa yang dilakukan oleh cowok ukhti itu memang benar dan tepat.
2. Apakah memang seperti itu aturan dalam islam?
Islam memberi kebebasan yang bertanggung jawab terhadap pergaulan pria dan wanita. Artinya, ada kebebasan yang sangat bebas diberikan terhadap pria dan wanita. Mereka dalam hal ini diberi kedudukan yang sama dan seimbang. Tapi, ada batasan yang diberikan bagi keduanya. Batasan ini dibuat bukan untuk memangkas kebebasan yang diberikan tapi menjaga martabat dan derajat dari pria dan wanita tersebut agar mereka selalu dalam kondisi yang mulia dan terhindari dari kondisi hina dina dan diremehkan orang.
Mengapa batasan ini diberlakukan? Karena manusia itu sesungguhnya adalah makhluk yang lemah dan mudah terperdaya dan syaithan dalam hal ini (yang merupakan musuh abadi manusia) telah berikrar untuk menggunakan kelemahan manusia ini agar bisa membawa mereka masuk ke neraka (ketika terjadi peristiwa pengusiran Syaithan dari surga ke neraka dan Adam dari surga ke dunia, Syaithan meminta penangguhan hukumannya dan meminta izin pada Allah agar dia boleh memperdaya manusia. Izinnya ini diberikan oleh Allah dengan sebuah janji Allah bahwa hanya mereka yang lemah imanlah yang bisa terperdaya). Hanya manusia yang taat dan patuh pada aturan Allah-lah yang kuat imannya dan tinggi takwanya sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh syaithan.
”Danbarang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.”(An Nur: 52)
Dalam hal ini, sikap cowok ukhti termasuk dalam dikatakan sangat tepat. Islam sangat memuji perilaku dan sikap yang cowok ukhti lakukan tersebut.
Adalah suatu kewajiban bagi setiap mukmin untuk tidak menempatkan dirinya di tempat-tempat yang dapat menimbulkan kesukaran bagi dirinya dan menutup semua pintu tempat berhembusnya angin fitnah atas diri dan agamanya. Ada sebuah kalimat berhikmah yang disetir oleh Qardhawi dalam bukunya Fatwa-fatwa Kontemporer, bunyinya:
Orang berakal itu bukanlah orang yang pandai mencari-cari alasan untuk membenarkan kejelekannya setelah terjatuh ke dalamnya, tetapi orang berakal ialah orang yang pandai menyiasati kejelekan agar tidak terjatuh ke dalamnya.”
Di antara tanda orang shalih ialah menjauhi perkara-perkara yang syubhat sehingga tidak terjatuh ke dalam perkara yang haram, bahkan menjauhi sebagian yang halal sehingga tidak terjatuh ke dalam yang syubhat. Rasulullah saw bersabda:
Tidaklah seorang hamba mencapai derajat muttaqin (orang yang takwa) sehingga ia meninggalkan sesuatu yang tidak terlarang karena khawatir pada yang terlarang.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dam Hakikm dari Athiyyah as-Sa’di dengan sanad shahih).
3. Apakah dia cowok yang baik ato cowok yang terlalu fanatik terhadap islam?
Jawabnya singkat. Insya Allah dia cowok yang baik, yang berusaha menjalankan ke-Islamannya dengan bersungguh-sungguh.
Demikian semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabakaratuh
Ade Anita
Sumber bacaan: Dr. Yusuf Qardhawi, “Fatwa-Fatwa Kontemporer” jilid 1, penerbit: Gema Insani Press.
[ 0 komentar]
|
|