[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Muallaf Tanya Tentang Sunnat dan Syahadat
Uneq-Uneq - Monday, 26 July 2004

Tanya: Assalamualaikum Wr Wb.
Mbak Ade yang baik. Saya anak rantau, umur saya 24 thn dan saya adalah seorang muallaf. Saya mengenal Islam 1 thn yang lalu semenjak saya bersahabat dengan seorang teman perempuan muslimah, tempat kos kami saling berdekatan. Melalui dia saya tertarik masuk Islam dan satu bulan yang lalu saya memutuskan masuk Islam serta disunat.

Saya kos di daerah yang padat, dari jalan besar harus melewati gang-gang sempit. Saya cukup galau waktu itu, karena saya malu dan tidak mau kelihatan tetangga memakai sarung berjalan menyusuri gang sepulang dari disunat di klinik. Saya juga malu jadi pusat perhatian dan bahan pembicaraan tetangga karena baru disunat.

Saya ungkapkan kegalauan itu kepada sahabat saya. Kemudian dia menyarankan untuk disunat sama kakak sepupunya saja yang dokter di sebuah kota kecamatan dan tinggal di rumah kakak sepupunya itu selama masa penyembuhan. Karena di sana jarak antar tetangga cukup berjauhan di antara kebun-kebun, jadi saya tidak perlu khawatir ketahuan tetangga. Dan sahabat saya bersedia menemani. Segera saja saya menyetujuinya tanpa komentar apa-apa lagi.

Beberapa hari kemudian dengan ditemani sahabat saya itu, saya berangkat ke rumah kakak sepupunya. Saya cukup terkejut juga ketika sampai di sana ternyata kakak sepupu sahabat saya itu perempuan. Tapi karena mempertimbangkan sudah terlanjur jauh-jauh datang, dan kalaupun saya disunat oleh dokter laki-laki pasti juga didampingi oleh perawat perempuan, dan sekalipun kakak sepupu sahabat saya itu perempuan tapi dia adalah seorang dokter; maka saya tidak bereaksi apa-apa.

Keesokan harinya setelah Sholat Subuh saya disunat. Sebelum disunat saya diingatkan untuk melafalkan syahadat. Dengan di saksikan sahabat saya, kakak sepupu sahabat saya, dan perawat (semuanya perempuan dan muslimah) saya melafalkan Syahadat dan kemudian disunat.

Mbak Ade saya mau bertanya, apakah proses saya masuk Islam sudah sah dan dapat dibenarkan. Saya mohon jawabannya.
Wassalamualaikum Wr Wb

Jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin wa Syukurillah. Senang sekali mendapat surat darimu.
Dari Abu Abdar Rahman Abdullah bin Umar bin Khaththab ra berkata, “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan Ramadhan. (riwayat Bukhari Muslim).
Dari hadits di atas dijelaskan bahwa salah satu pilar Islam dan pokok-pokok hukum dari Islam adalah lima perkara di atas, dimana dari sini akan diketahui seluruh ajaran Islam, yang bersandar kepadanya dan kumpulan rukun-rukunnya. Semua rukun itu telah dinyatakan dengan tegas di dalam Al Quran Al Karim.

Jadi, jika ditanyakan apakah proses Islam akhi penanya sudah sah sebagai seorang muallaf, saya katakan bahwa Insya Allah sudah sah akhi. Dengan niat yang ikhlas ketika akhi mengucapkan kalimat Syahadah, lalu mendirikan shalat dan seterusnya, maka akhi adalah seorang Muslim.

Dari Ibnu Umar ra, dia berkata, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: ”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat. Jika mereka mengerjakan itu semua, maka terpeliharalah dariku darah dan harta mereka kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka diserahkan kepada Allah Ta’ala.” (HR Bukhari- Muslim)

Dari Abu Malik Al-Asyja’I dari bapaknya, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw berkata: ”Barangsiapa yagn mengatakan Laa Ilaha illallah dan kufur kepada yang disembah selain Allah, maka Allah mengharamkan darah dan nyawanya, sedangkan perhitungannya diserahkan kepada-Nya.” (HR Muslim)

Adapun bagi seorang Muallaf, kewajiban harus dikhitan (sunat) ini, berkaitan dengan kewajiban bagi anak laki-laki muslim untuk dikhitan. Adapun hikmahnya adalah, karena Islam sangat mengindahkan kebersihan para umatnya agar selalu terjaga, terutama ketika sedang melakukan ibadah. Allah mencintai kebersihan dan keindahan. Bersih hati dan bersih diri. Artinya terpelihara dari segala kotoran dan najis. Itu sebabnya, beberapa ibadah diperintahkan untuk didahului dengan niat yang bersih, suci dan ikhlas serta tubuh yang bersih dari segala najis dan kotoran. Hal ini, akan sukar diperoleh jika seorang lelaki tidak melakukan khitan (sunnat). Pada beberapa penilitian di bidang kedokteran, terungkap bahwa ternyata mereka yang sudah dikhitan itu, kemungkinan untuk memperoleh penyakit kelaminnya lebih kecil ketimbang mereka yang tidak dikhitan (kecuali jika mereka yang dikhitan tetap melakukan perbuatan mesum. Naudzubillah). Bahkan beberapa dokter banyak yang sekarang menyarankan banyak anak lelaki agar menjalankan proses khitan ketika masih kecil agar tidak mengalami beberapa penyakit yang hinggap di daerah kemaluannya.

Nah, karena ini merupakan sebuah tindakan pengobatan, maka tidak mengapa jika memang kondisi menggiring kita untuk ditangani dengan ahli pengobatan yang berbeda jenis kelamin. Hanya beberapa orang dan budaya, masih menerapkan perasaan malu dan sungkan jika daerah pribadinya dilihat oleh mereka yang tidak berkepentingan (saya sendiri adalah seorang yang pemalu; terus terang, sempat juga terlintas di kepala saya, apakah kamu tidak merasa malu dilihat oleh sahabat kamu ketika kejadian itu berlangsung?.. tapi yang sudah berlalu tidak usah dipikirkan. Ini bukan inti kok, Cuma masalah cabang.)

Ada satu hal yang ingin saya ingatkan padamu berkenaan dengan kejadian masuk Islam-nya dirimu. Yaitu, apakah kamu sudah membuat surat persaksian dan surat persyahadatan di instansi setempat? Hal ini penting karena dengan kedua surat tersebut kamu bisa merubah status kamu di kartu pengenal dan surat-surat bukti diri lainnya (berubah dari status agama semula menjadi status agama Islam). Jika belum, silahkan kamu hubungi MUI (Majelis Umat Islam) atau DDI (Dewan Dakwah Islam) di kota tempat kamu tinggal. Biasanya kantor pelayanan mereka ada di Masjid-masjid raya atau pusat dakwah daerah.

Demikian. Semoga bermanfaat.Saling Mencintai tapi Berbeda Akidah, direstui Allah tidak?
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved