[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Nikah Tapi Tinggal Terpisah Atau Tidak Menikah Sekalian
Uneq-Uneq - Monday, 26 July 2004

Tanya: Assalamu'alaikum wr wb

Mbak Ade, saya seorang mahasiswi tingkat 2. Setahun yang lalu saya membuat komitmen dengan seorang ikhwan untuk menikah. Sebenarnya kami ingin menikah dalam waktu dekat itu. Tetapi ortunya belum mengijinkan dan menyuruh kami menunggu satu tahun. Saat ini ortunya sudah mengijinkan, dan dia bilang akan mengkhitbah saya bulan Mei, rencana kami setelah menikah saya akan cuti 1 tahun menunggu dia lulus karena kota tempat kami kuliah terpisah jauh, saya di yogya dia di Malang. Tapi orangtuanya tidak setuju, prinsipnya studi kami gak boleh terganggu. Kalau tetap meminta pernikahan sekarang, kami harus terpisah jarak yogya-malang. Tentu saja itu berat bagi kami. Atau kalau nggak kami harus menunggu satu tahun lagi. Tapi rasanya berat menjaga hati ini. Di lain pihak orangtua saya selalu menanyakan kepastian dari kami. Mereka dan keluarga yang lain sudah sangat menyukainya. Bagaimana yach solusi yang terbaik? Bukan cuma buat kami tapi juga buat orangtua kami?. Jazakillah Khairan Katsir

Wassalamu'alaikum wr.wb

Jawab: Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sebenarnya solusi yang ukhti cari sudah tersedia di hadapan ukhti. Solusi itu terangkum dari opsi-opsi sudah ukhti ceritakan di atas,yaitu sebagai berikut:

1. Kalian menikah sekarang lalu ukhti cuti 1 tahun menunggu dia selesai kuliah (artinya ukhti pindah ke Malang).
2. Kalian menikah sekarang, tidak ada yang cuti dan tinggal terpisah. Ukhti di Yogya, dia di Malang.
3. Kalian menikah satu atau dua tahun lagi, yaitu ketika sudah sama-sama menyelesaikan studi masing-masing.


Sekarang mari kita lihat positif dan negatifnya dari tiga opsi yang tersedia tersebut:

Opsi Pertama. Kalian menikah sekarang lalu ukhti cuti 1 tahun menunggu dia selesai kuliah (artinya ukhti pindah ke Malang, ke dekat tempat dia kuliah).
Positifnya: 1. Kalian bisa hidup berdampingan berdekatan.
2. Sebagai sepasang suami istri tentu kalian dihalalkan untuk melakukan apa saja secara bebas karena hidup di bawah satu atap. 3. Kuliah suami insya Allah bisa selesai tepat pada waktunya. 4. Ukhti, yang juga punya latar belakang pendidikan bisa ikut membantu penyelesaian studi suami ukhti agar bisa selesai tepat pada waktunya (mungkin bisa membantunya untuk pengetikan, atau pengumpulan data lapangan sebagai tenaga pengumpul data lapangan, atau membantu mengobarkan semangatnya dengan dukungan perhatian langsung).

Negatifnya: 1. Karena kalian hidup berdampingan, bisa jadi memungkinkan kehadiran anak di awal pernikahan (ini tentu sudah harus diperhitungkan, karena kehadiran anak membutuhkan perhatian, materi tambahan dan pembagian waktu khusus); kecuali jika kalian sepakat menggunakan alat kontrasepsi di awal pernikahan ini. Tapi yang terakhir ini jarang disodorkan pada pasangan yang baru menikah, karena dikhawatirkan justru menghambat keinginan untuk berketurunan jika kalian sudah merasakan kemantapan untuk memiliki anak. 2. Karena kalian sudah dihalalkan melakukan apa saja sebagai suami istri yang hidup di bawah satu atap, jika tidak bijaksana hal ini justru bisa menghambat penyelesaian kuliah masing-masing. Mengapa? Karena terkadang euforia pengantin baru membuat pasangan pengantin baru sulit berpisah dan juga mengalami kesulitan menghalau kehadiran keinginan-keinginan lain di luar rencana. Seperti suami yang tidak punya semangat untuk kuliah tapi justru bersemangat untuk bekerja karena ingin segera membahagiakan istrinya; atau tiba-tiba suami tidak ingin istrinya meneruskan kuliahnya dan tetap diam di rumah sebagai seorang nyonya rumah yang baik; atau perasaan malas untuk menyelesaikan kuliah di diri ukhti karena merasa kenyamanan sebagai nyonya rumah ketimbang kesana kemari sebagai seorang mahasiswa.

Itu positif negatif dari opsi pertama.
Opsi kedua. Kalian menikah sekarang, tidak ada yang cuti dan tinggal terpisah. Ukhti di Yogya, dia di Malang.
Positifnya: 1. Masing-masing bisa menyelesaikan kuliah tepat pada waktunya, bahkan mungkin lebih cepat lagi (terkadang, justru karena hidup terpisah seperti ini melahirkan sebuah semangat untuk segera bisa berkumpul bersama). 2. Ukhti dan suami ukhti bisa merajut tali kasih jarak jauh dengan segala kehalalan yang bisa diraih sebagai pasangan suami istri yang sah. Artinya, kalian berdua sudah resmi sebagai suami istri jadi halal melakukan apa saja untuk kesenangan berdua. Memang jarak jadi kendala tapi saat ini, di jaman modern seperti ini, kendala itu bisa diatasi. Ada telepon, e-mail, chat room, dan tiket angkutan yang murah meriah cepat untuk jarak Yogya Malang. Hmm, yang ingin saya katakan, justru perpisahan ini memberi waktu bagi kalian untuk merajut tali cinta yang lebih erat dan mesra lagi. Sensasi hubungan cinta yang terpisah ini membuat masing-masing pihak bisa mengenal pasangannya lebih dekat lagi, memberi waktu untuk penyesuaian secara perlahan-lahan dan dengan cara lebih manis (seperti orang pacaran, kalian bertemu dalam kondisi yang baik-baik saja, yang kalian temui adalah si dia dalam keadaan rapi, harum dan apik; bukan si dia yang baru bangun tidur dengan lusuh, bau keringat, dan belum gosok gigi. Dan kalian memang merenda pacaran jarak jauh tapi dalam bingkai kehalalan dalam Islam). 3. Karena hidup terpisah, jadi kehadiran orang lain bisa perlahan-lahan dipelajari dan dicari solusinya. Seperti ukhti tidak serta merta harus menyesuaikan diri hidup satu atap dengan mertua; lalu ukhti dan suami juga bisa belajar cara untuk mengatur penundaan kehadiran anak dengan cara yang lebih alami (seperti ukhti dan suami bertemu secara fisik hanya ketika ukhti dalam keadaan tidak subur misalnya. Hal mana sulit dilakukan jika kalian berdua setiap hari bertemu).

Negatifnya: 1. Hadirnya perasaan rindu yang menggebu akibat perpisahan ini. Tentu saja jika tidak bijaksana ditangani, maka rindu yang terkemas ini bisa menghambat penyelesaian studi dan merusak konsentrasi.

Opsi Ketiga: Kalian menikah satu atau dua tahun lagi, yaitu ketika sudah sama-sama menyelesaikan studi masing-masing.

Positifnya: 1. Masing-masing bisa menyelesaikan studi di kota masing-masing.

Negatifnya: 1. Tanpa kalian sadari, hubungan ini sangat rentan karena masing-masing akan merasa lelah merajut tali kasih dalam ketidak pastian waktu. Iya kalau bisa menyelesaikan studi tepat waktu, bagaimana jika molor? Akhirnya, tanpa kalian sadari kalian sudah melakukan hubungan pacaran yang tidak islami. 2. Tingkat tekanan (depress) pada opsi terakhir ini lebih tinggi ketimbang opsi-opsi lain. Jarak yang jauh; kepastian hubungan yang belum jelas; kesibukan yang berbeda; dll. Justru bisa membawa kalian lebih dekat ke arah perpisahan akibat perbedaan ketimbang persatuan karena persamaan. Artinya, bisa jadi, sebelum rencana pernikahan ini terealisasi kalian sudah putus hubungan.

Nah. Ukhti, bagaimana sekarang? Saya pribadi, cenderung untuk sepakat dengan opsi yang diberikan oleh orang tua si dia, yaitu kalian menikah dan hidup terpisah. Memang kelihatannya berat tapi dampaknya lebih besar ketimbang perpisahan yang hanya sebentar ini. Hitung-hitung sekalian belajar siapa tahu suatu saat suami ukhti harus ditempatkan di lokasi pekerjaan yang tidak memungkinkannya membawa serta keluarganya (alias tugas luar kota). Tapi, untuk lebih baiknya, lebih baik perbanyaklah menjalankan shalat istikharah dan tenangkan diri dengan tilawah Quran. Minta pertolongan Allah untuk memberi petunjuk yang terbaik bagi ukhti.

Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved