|
Kau Damaiku Jurnal Muslimah - Thursday, 26 February 2004
(by Mawar-WS)
Siapapun kamu..
Kau juga adikku
Kan kurangkai kata-kata
Moga bisa jadi cahaya
Dialammu yang baru Dinda
Adikku..
Siapapun kamu..
Aku turut merasa kehilangan
Kehilangan yang sangat mencekat
Kembali memori berputar
Mempertunjukkan gambaran masa lalu
Ceriamu
Manjamu
Kau ada bersamaku
Bersama senyum
Bersama duka
Kutawarkan cinta
Kau raih dia
Masih segar dalam ingatan
Kita bercerita sampai malam berganti pagi
Di ruang sempit itu.. kita temukan indahnya kebersamaan
Kau sebut dirimu "Adik"
Kau sebut diriku "Mba"
"Mbaaa.. ade lagi maem donat nii ! mba mau ? sini ade suapin !" serumu lincah
"Mba, ade ingin kita ketemu. Jalan bersama. Bergandengan tangan!"
"Mba, sebentar lagi usiaku genap 17 tahun. Ade ingin kita bisa bertemu, merayakannya bersama!"
Bening hangat di pipiku..
Ya Alloh dengarkan doa kami
Nopember genap usiamu 17
Dindaku sayang
Sini dengar sini sayang
Kan kulantunkan syair..
Yaa siin (Yasin)
Wal Qur'aanil Hakiim
Innaka laminal mursaliin
Alaa shiroothim mustaqiim
Tanziilal aziizir rohiim
Lintundziro qoumam maa undzira aabaa uhum fahum ghaafiluun
Laqod haqqol qoulu 'alaa aktsarihim fahum laa yu'minun ...
Ya ROBB !!
Jadikan itu hadiah buat Dindaku
Sebagai penerang di dalam kuburnya
Ya ROBB !
Ampunkan segala dosanya
Ampunkan dia
Adikku..
Siapapun kamu..
Kau tetap adikku
Sayangku
yg turut berduka
Dalam cinta hanya karenaNya,
mbamu,
Mawar-WS
***
“Nggaaaakkk… ngak mungkin!”
“Nggak mungkin itu terjadi! Nggaaaaaakkkk…!”
Lenyap. DC (=disconnect).
Jeritan itu memekakkan telinga andai kita mendengarnya. Tapi itu tak terasa memekakkan karena hanya sebuah tulisan. Tulisan yang terbaca oleh sekian pasang mata dari chatter myquran di suatu malam pekat. Teriakan itu tak lagi memekakkan telinga tapi lebih dari sekedar itu. Teriakan itu merasuk ke kalbu, menjadi jeritan batin sang penyuara dan mengusik kalbu sang pembaca.
Ada apa sebenarnya ? Berpuluh tanya menyesakkan meminta untuk dimuntahkan dari benak ini. Aku butuh jawaban dari semuanya. Karena aku dan mereka adalah sahabat, apapun dia, dia adalah sodaraku dan apapun ku, dia sudah menganggapku sadaranya.
“Mba, de Damai udah tahu kalau mba Pelangi kecelakaan. Ana udah berusaha agar ade nggak mengetahui kejadian itu. Tapi room semakin ramai membicarakan peristiwa itu,” lapor de Bintang.
“Innalillahi Pelangi kecelakaan? Sejak kapan de? Apakah sejak malam itu? Saat dimana mba menunggu kedatangannya? Saat dimana kami janji untuk kencan? Seberapa parah de kondisinya? De.. deee plis jelasin. Mba udah beberapa hari ini nggak bisa online,” tanyaku begitu bertubi. Ada perasaan kalutku, 2 hari lalu aku dan pelangi memang punya janji untuk bertemu. Banyak hal yang ingin disampaikannya padaku. Aku menunggunya lama, tapi dia tak kunjung tiba. Itu di luar kebiasaannya.
“Mobilnya menabrak truk mba. Hancur! Sekarang mba Pelangi di RS di Jepang, koma sudah beberapa hari ini. Kita di chat ini mendoakan untuk kesembuhannya, barusan kita selesai berdoa bersama. Tiba-tiba de Damai masuk room, sudah lama de Damai nggak kelihatan di room, dan dia teriak-teriak nggak jelas. Lantas DC mba,” tutur Bintang.
Ya Robbi, haruskah aku kehilangan kedua sodaraku secara bersamaan? “Hush.. kamu harus tetap husnuzon sama Alloh Mawar!” bisik batinku. “Doakan saja mereka, Alloh pasti beri yang terbaik buat mereka.” Hibur batinku pada diriku.
Antara Jakarta dan Jepang. Kedua kota itu menjadi penghias benakku halam hari-hari ini. Kami memang tak pernah bertatap muka langsung, kami sudah bagaikan keluarga sendiri, meski komunikasi hanya melalui chatting, email maupun telpon. Mereka adalah sodaraku dan aku adalah sodara mereka. Ikatan persaudaraan itu begitu indah. Subhanalloh. Aku pernah melihat Pelangi lewat foto-foto yang dikirimkannya, tapi tidak dengan Damai.
Damai terkekang oleh aturan keluarga besarnya dalam hal berteman maupun berkomunikasi, maklum dari keluarga yang notabene punya kedudukan di kotanya, wallahu a’lam sampai sekarang aku tak tahu siapa sebenarnya Damaiku. Yang ku tahu dia adalah si bungsu dari 8 bersaudara yang periang dengan tinggi 178 cm, berambut sebahu, yang suka sekali dengan donat serta berenang di malam hari. Beruntung Damaiku adalah gadis SMU yang taat pada aturan keluarga. Sayangku sekarang sedang berada di bawah pengawasan dokter. “Harus transplantasi jantung di Singapura!” begitu vonis dokter.
“Hanya 1 dari 10 pasien transplantasi yang mampu bertahan mba,” tuturnya sambil menahan rasa sakit yang teramat sangat.
Aku mengenalnya begitu singkat. Dia telah ajarkan sebuah ketegaran dalam masa-masanya menjemput maut. Aku jadi malu, ketika aku merasa sakit sedikit saja, aku sudah merepotkan banyak orang. Dia tidak! Malah dia lebih dewasa dari sebelumnya. Lebih bijak dari si bungsu yang pernah kukenal sebelumnya. Dia tersenyum dalam sakitnya. Semoga Sakitmu menjadi Pengangkat semua Dosa-dosamu Dindaku sayang.
"Jangan menangis mba!
Ade gak papa. Doakan saja ade yah mba. Maafkan segala kesalahan ade," tuturnya ketika baru pertama aku mengetahui kondisinya. Dinda begitu sabar. Aku tersenyum dalam ketikan, tapi tidak dalam hati.
Satu yg kuingat sangat.. dia ingin melangkah bersamaku dalam perjalanan dakwah ini, "Mba, ade ingin melamar!"
"Melamar apa de ?"
"Melamar itu.. kegiatan mba."
“Kegiatan yang mana de ?”
“Di FLP mba, di buletin yang mba kelola!”
Subhanalloh.. niatmu De. Insya Alloh menjadi catatan tersendiri di AgendaNYA. Amin.
Beningku mendesak untuk keluar dari peraduannya. Hangat di pipi terasa. Sejak teriakan itu menggema, kutak lagi menemukannya. Ku tak dapat lagi mendengar cerianya, curhatnya, dan semua-mua darinya. Dia telah DC dan DC untuk selamanya. Ya Robb tenangkan dia dialam barunya, di sisiMu. Kedamaian itu kini telah pantas jadi miliknya. Ya Robb, siapa pun dia, dia tetap adikku.
Cahaya Kedamaian itulah namamu. Semoga tetap menjadi Cahaya di Hati kami, sodaramu yg kau tinggalkan dalam sebuah Kedamaian.*
(Si bungsu, kau bungaku, pemanis taman ukhuwahku)
[ 0 komentar]
|
|