[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Tanggapan 2 Terhadap Uneg2 Muallaf I & II: Pengalaman Perawat Muslimah
Uneq-Uneq - Monday, 26 July 2004

kafemuslimah.com Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Mbak Ade, setelah membaca kasus muallaf yang ditemani sahabatnya saat dikhitan; saya punya pengalaman yang mirip yang terjadi pada pasien-pasien saya. Sebagai seorang perawat saya sering menjadi asisten dokter (laki-laki/perempuan) saat melakukan tindakan khitanan, termasuk juga khitanan terhadap pria dewasa yang akan masuk Islam (muallaf).

Seperti suatu aturan yang tidak tertulis, umumnya anak yang akan dikhitan ditemani oleh seseorang dan biasanya anak-anak memilih ditemani ibu atau kerabat perempuan lainnya jika ibu mereka sudah tiada. Sosok ibu (perempuan) yang memberi rasa aman dan menenangkan mungkin menjadi alasan psikologis kenapa kebanyakan anak-anak memilih ditemani ibunya/kerabat perempuan lainnya.

Kehadiran seseorang yang dekat dapat memberi dukungan moral dan menenangkan anak-anak yang kebanyakan sangat ketakutan saat dikhitan. Sehingga adanya orang dekat disamping anak-anak saat dikhitan cukup membantu tugas kami (dokter & perawat).

Tapi ternyata adanya pendamping tidak hanya terjadi pada pasien anak-anak saja. Dari apa yang saya alami selama ini ternyata pasien-pasien pria dewasa juga selalu ditemani oleh seseorang yang dekat dengan dirinya. Jika dibuat peringkat, sang pacarlah yang menempati peringkat pertama yang menemani baru kemudian sahabat/kerabat lain, yang kebanyakan juga perempuan.

Sama seperti Mbak Ade, sebagai seorang perempuan awalnya saya juga bertanya-tanya dalam hati apa pasien-pasien saya tidak merasa malu ditemani oleh seorang perempuan saat dikhitan. Tapi jika berada dalam situasi yang sebenarnya kita menjadi tahu bahwa sekalipun mereka adalah pria dewasa, tapi rasa takut saat dikhitan seperti yang dialami pasien anak-anak juga saya jumpai.

Ada yang perlu dikuatkan mentalnya oleh sang pendamping untuk mau berbaring di meja periksa. Ada juga yang bertanya dengan raut wajah cemas pada saya saat sedang saya bersihkan untuk persiapan khitanan: “mbak disunat sakit ga mbak?” Ada juga yang tiba-tiba bangun dari meja periksa dengan raut muka panik ketakutan saat melihat dokter mulai memegang suntikan/gunting sehingga perlu ditenangkan sang pendamping untuk mau berbaring lagi dan melanjutkannya.

Ada juga yang berteriak kesakitan saat disuntik. Ada juga yang terus-menerus mengucapkan “aduh sakit dokter” sepanjang khitanan berlangsung. Ada juga yang terus-menerus berkata dengan panik “aduh dok kok darahnya keluar banyak” sehingga matanya harus ditutupi oleh tangan sang pendamping sepanjang khitanan berlangsung agar tidak melihat
apa yang kami (dokter & perawat) lakukan.

Pokoknya Mbak Ade pasti gak bakalan percaya kalau kelakuan mereka persis seperti anak-anak saja. Alhamdulillah selama ini saya tidak mengalami kejadian pasien pria dewasa yang saya tangani mengalami “sensasi aduhai” saat saya tangani.

Saya akhirnya jadi berpikir karena kodrat kita sebagai perempuan yang memberi rasa aman dan menenangkan mungkin menjadi alasan psikologis kenapa kebanyakan mereka memilih ditemani perempuan. Mungkin itu adalah pilihan di bawah alam sadar mereka. Bahkan sampai mereka kehilangan rasa malu meskipun bagian pribadinya dilihat oleh yang tidak berkepentingan (dokter & perawat).

Wassalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Dewi anjani

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved