|
Mentertawakan Kejahatan Muslimah & Media - Monday, 26 July 2004
Kafemuslimah.com Menemukan kata “Kriminalitas”, “Kejahatan”, “Kekerasan” maka otomatis yang mampir di dalam kepala adalah lintasan peristiwa yang menyeramkan, sadis, dan penuh dengan aura matinya hati nurani dari para pelakunya. Mungkin yang muncul adalah bagaimana sebuah belati berubah menjadi pisau bedah yang tanpa ampun merobek daging manusia dan menguraikan isi lambung hanya karena keinginan untuk merampas uang sekian rupiah tidak tercapai. Atau mungkin yang muncul adalah bagaimana metamorfosa dari sebuah vas porselain dari Cina yang sehari-hari terlihat manis dengan bunga-bunga kering beraneka warna yang tertata di atasnya, tiba-tiba berubah menjadi sebuah senjata yang mampu menghancurkan kepala seseorang sehingga meretakkan tulang tengkorak dan menghancurkan otak yang selama ini terlindung di dalam tengkorak tersebut. Semua hanya karena keinginan untuk menyalurkan hasrat berahi tidak terpenuhi (aku berlindung pada Allah dari semua kejahatan tersebut).
Para penjahat, yang selama ini dalam karakter kartunis barat selalu digambarkan sebagai sosok berpakaian loreng dengan garis hitam yang membentang melintang di atas kedua belah matanya, dalam imajinasi masyarakat pada akhirnya tampil sebagai sosok yang berwajah bengis, bicara kasar, tangan kekar yang akrab dengan senjata mematikan dan akal cerdik yang dipenuhi dengan pikiran jahat. Benarkah? Bisa jadi iya. Tapi sebenarnya tidak semua mereka adalah sosok seperti imajinasi masyarakat itu. Para penjahat adalah manusia biasa juga. Mereka bisa tampil sangat bodoh, sangat ceroboh, dan juga tidak terlalu menguasi bidang kejahatan yang ditekuninya. Setidaknya itu yang saya tangkap di acara-acara televisi yang akhir-akhir ini marak menayangkan ulah penjahat bodoh, ceroboh dan sembrono tersebut.
Berbeda dengan acara Buser, Sidik, TKP dan sebagainya yang ditayangkan stasiun televisi untuk mengungkap peristiwa kejahatan yang terjadi di masyarakat yang berhasil dibongkar oleh petugas penegak hukum di lapangan, maka acara-acara yang saya maksud ini lebih lanjut mengeksplorasi bukan hanya kejahatan yang berhasil diungkap oleh masyarakat tapi sekaligus memberi ruang bagi masyarakat untuk mentertawakan para penjahat tersebut.
Coba lihat acara tangkap yang disiarkan oleh Transtv (sayangnya waktu penayangannya bersamaan dengan waktu selesai shalat maghrib). Salah satunya adalah ulah penjahat latah (ini salah satu cerita yang membuat saya masih terus tersenyum jika mengingatnya). Alkisah ada seorang pencuri yang ingin mencuri sebuah rumah. Malam-malam, dengan bermodalkan obeng dan alat lain, dia mulai mengakali kunci pintu rumah. Kutak katik beberapa lama akhirnya pintu yang terkunci rapat mulai bergerak bersiap untuk dibuka. Kebetulan, di saat yang bersamaan si tuan rumah, sedang bersiap untuk tidur setelah sebelumnya lembur mengerjakan tugas di ruang keluarga. Mendengar suara yang sedikit ramai di pintu depan rumahnya si tuan rumah pun berjingkat mencari tahu ada apa gerangan. Ternyata di depan rumahnya ada seorang pencuri yang sedang mencoba untuk merusak pintu rumahnya agar bisa masuk ke dalam rumahnya. Panik. Itu sudah barang tentu. Tapi, kalau panik terlalu lama tanpa ada akal yang muncul tentu itu sama artinya dengan memberi waktu bagi pencuri untuk masuk ke dalam rumah tanpa kendala. Sebuah tindakan harus dilakukan. Maka dengan tongkat di tangan, si tuan rumah pun bersiap menghadang di depan pintu rumahnya. Hingga akhirnya… BYAR… Pintu yang berhasil diakali pencuri pun terbuka. Begitu pintu terkuak lebar, si tuan rumah langsung menggertak dengan tongkat pemukulnya. Pencuri tersebut kontan kaget dan… ternyata pencuri tersebut punya penyakit latah.
“HAYOOO….”
“EH… Hayoo… hayoo… Aduh kaget deh gue.. eh.. kaget gue… kaget gue.” Melihat pencuri itu latah maka si tuan rumah langsung teriak nyaring.
“Pencuri… Pencuri…” Si pencui mendengar teriakan si tuan rumah, karena penyakit latahnya yang tampaknya cukup parah saling bersahutan ikut berteriak pencuri juga.
“Pencuri… Pencuri.. eh.. pencuri.. mana pencurinya? Eh.. mana katanya… orang kata gue pencurinya.. eh.. orang kata gue pencurinya.. pencuri.. pencuri.. eh… pencuri katanya…” Penyakit latah si pencuri ini menambah keberanian si tuan rumah. Perasaan gentarnya hilang berganti dengan sikap keberanian untuk melawan. Bahkan kini bercampur dengan sebuah perasaan geli melihat ulah pencuri latah. Akhirnya, karena suara sahut-menyahut latah tersebut maka pencuri itu tidak jadi mencuri (hehehe, saya jadi ingat dulu waktu kecil ada plesetan peribahasa, “diam itu emas, eh, itu mah pekerjaan pencuri”… wah.. kalau pencurinya latah, plesetan ini tentu tidak bisa diterapkan).
Atau seorang pemuda yang ketika sedang berada di dalam angkot sadar bahwa dirinya sedang jadi incaran para perampok yang berjumlah tiga orang. Tak ada penumpang lain di dalam angkot tersebut selain pak supir yang berada di depan sedang mengemudikan kendaraan. Penjahat mulai saling pandang untuk bersiap menyerang si pemuda ketika tiba-tiba saja telepon genggam si pemuda itu berdering nyaring. Di layar HP tertulis dengan jelas nomor dan peneleponnya yang sebenarnya anggota keluarganya sendiri. Tapi di tengah kepanikan dan kekhawatiran sebuah pikiran cerdik tiba-tiba berkelebat. Maka dengan penuh keyakinan dan rasa percaya diri, dengan suara keras dan tegas, si pemuda itu mengikuti perilaku seorang polisi reserse yang sedang dihubungi oleh atasannya.
“Ya..Halo.. OH.. Siap Pak. Saat ini saya masih berada di dalam mikrolet untuk menuju tempat kejadian perkara. Kurang lebih beberapa menit lagi sampai di tempat. Siap Pak. Senjata kaliber 38 sudah ada di tangan saya siap untuk digunakan. Siap Pak.” Para perampok yang semula mulai menyeringai kejam mulai saling berpandangan satu sama lain mendengar selentingan pembicaraan si pemuda tersebut. Tak ada penjahat yang mau bersinggungan dengan aparat penegak hukum. Maka seperti dikomando para perampok inipun menghentikan kendaraan angkot dan segera turun dari angkot dengan tergesa-gesa. Alhamdulillah. Si Pemuda selamat. Lega dan sekaligus sebuah senyum puas karena berhasil mengakali penjahat pun terukir di mulutnya.
Cerita-cerita di atas hanya sebagian dari banyak cerita tentang kebodohan, kecerobohan para penjahat. Sekaligus tentang keberanian, kecerdikan dan kepiawaian masyarakat dalam menghadapi kejahatan. Masih banyak lagi cerita menarik lain yang ditayangkan. Dan tampaknya cerita-cerita ringan tapi nyata ini mulai banyak dilirik oleh para pemirsa televisi. Itu sebabnya setelah sukses dengan “Tangkap” , kini muncul acara-acara sejenis di stasiun televisi lain, seperti acara “Awas” TPI, dan acara sejenis lain yang segera hadir di televisi swasta lain.
Hmm.
Entah mengapa saya setuju dengan tema yang diusung oleh acara-acara seperti ini. Bayangkan jika imajinasi tentang penjahat dalam masyarakat dimana sosok penjahat adalah sosok yang angker dan sulit ditaklukkan terus berkembang, bisa jadi tokoh penjahat akan menjadi tuan di jalanan dan kita yang korban menjadi pelayan mereka. Sosok angker dan sulit dijamah yang terlanjur melekap pada diri penjahat membuat kita otomatis tunduk dan pasrah jika mereka ingin berbuat kejahatan pada kita. Keberanian menjadi mati; sikap melindungi kebenaran menjadi surut; dan pada akhirnya perilaku amar ma’ruf nahi munkar menjadi padam.
Penjahat adalah sosok manusia biasa. Karenanya, mereka bisa dikalahkan dnegan mudah. Mereka juga bisa kita akali. Bahkan mereka juga bisa kita tertawakan. Mengapa? Karena selamanya kejahatan akan selalu dikalahkan oleh kebajikan; dan kemunkaran akan ditumbangkan ole3h kebenaran. Allahu Akbar.
------------Jakarta, 12 Mei 2004
Ade Anita ([email protected])
------------
[ 0 komentar]
|
|