|
Obsesi Seorang Fans Muslimah & Media - Monday, 26 July 2004
b>Kafemuslimah.com Namanya Imanuel. Seorang warga negara Swedia (atau Belgia?) yang berkulit putih, bertubuh agak tambun dengan rambut berwarna coklat, lurus dan halus. Bentuk kepalanya lonjong dan wajahnya sedikit oval. Matanya yang sedikit kecil untuk ukuran orang bule sebenarnya membuatnya terlihat ramah. Apalagi dia memang seorang yang gembira ria. Nyanyian dari album Michael Jackson yang dihapalnya di luar kepala, selalu terdengar tersenandung dari mulutnya. Dia memang penggemar fanatik Michael Jackson. Seluruh album yang dikeluarkan oleh penyanyi yang berkulit asli hitam ini dimilikinya. Bahkan semua merchandise yang dikeluarkan oleh Michael Jackson pun selalu diusahakan untuk dimilikinya. Tak peduli berapapun harganya. Tapi ternyata hal ini tidak membuatnya puas.
Terkadang, tanpa kita sadari ketika kita mulai jatuh cinta pada sesuatu, yang kita lakukan dalam langkah selanjutnya adalah melakukan berusaha agar yang kita cintai tersebut menjadi milik kita. Sebuah kepuasan tersendiri akan hadir ketika mengetahui bahwa mereka berhasil kita genggam dan satu babak baru yang tak terduga telah terjadi dalam kehidupan kita selanjutnya. Babak itu adalah sebuah kenyataan, bahwa sebenarnya, diri kitalah yang sebenarnya menjadi budak mereka. Diri kitalah yang menjadi tawanan dari segenap kepuasan dan kesenangan cinta.
Tiba-tiba, jati diri sebenarnya menghilang.
Cepat tapi pasti, akal sehat akan menguap.
Merambat dan terus mengikat erat, yang putih menjadi hitam, yang hitam menjadi abu-abu dan semua warna dan letak kepastian berubah tempat dan bentuk. Itulah obsesi yang lahir dari semua pecinta yang memandang bahwa apa kata hati adalah sebuah kemutlakan, tanpa diiringi dengan keimanan yang utuh. Dan itulah yang terjadi pada sosok Imanuel, yang menjadi fans fanatik Michael Jackson.
Kepuasan hanya memiliki semua album dan merchandise idolanya ini tidak lagi menghadirkan kesenangan yang menetap. Dia ingin lebih. Dia ingin, bukan hanya album dan semua pernak-pernik souvenir yang berbau Michael Jackson, dia ingin juga memiliki Michael Jackson dalam dirinya. Maka mulailah segenap usaha dilakukannya. Bekerja giat danmengumpulkan uang lalu datanglah Imanuel ke dokter yang terkenal bisa melakukan operasi plastik merubah fisik seseorang. Lalu mulailah tahap-tahap operasi merubah keseluruhan dirinya dimulai. Dimulai dengan merubah bentuk tubuhnya yang tambun dan lebar. Michael Jackson seorang yang tinggi dan atletis dengan pundak yang tegap. Berbeda dengan dirinya yang punya pundak bulat pendek dan gemuk. Setelah itu merubah bentuk bibir, hidung, mata, dagu (Michael Jackson punya dagu yang berbelah dua), rambut, bahkan termasuk gigi dan warna kulit. Dibayarnya seorang ahli tatto untuk mentatto permanen riasan yang mirip dengan Michael Jackson.
Hasilnya?
Setelah berlalu sepuluh tahun, menghabiskan $50.000 (hanya untuk biaya operasinya saja, belum termasuk berbagai macam obat dan suplemen yang harus diminumnya hingga sekarang agar semua perubahan yang terjadi tidak lagi berubah) dan 9 kali operasi, kini Imanuel sudah berubah sama sekali. Hampir semua orang yang berpapasan dengannya berkata bahwa dia sangat mirip dengan Michael Jackson. Belum puas juga, dia pun sedikit demi sedikit mulai merubah apartemen tempat tinggalnya agar mirip dengan rumah tinggal Michael Jackson. Mulai dari bak mandi hingga tata rias ruangan lainnya. Memang sama sekali tidak mirip dengan rumah berharga ratusan juta dollar yang dimiliki oleh Michael Jackson, tapi setidaknya dia merasa agak mirip meski dalam ukuran “serba mini” (rumah asli Michael Jackson berdiri di atas lahan puluhan hektar dan lebih mirip istana ketimbang rumah, jadi kalau dipersandingkan tentu saja rumah Imanuel jadi terlihat seperti miniatur).
Nah, bagaimana tanggapan kalian membaca cerita di atas. Percayakah? Ini memang salah satu episode dari tayangan Repley’s: Believe or not yang disiarkan oleh TV7. Percaya atau tidak percaya ini sungguh terjadi. Jadi lebih baik percaya saja deh.
Tapi apa benar memang begitukah ulah para fans terhadap idola mereka? Benarkah mereka akan melakukan apa saja demi untuk bisa melihat, memegang dan memiliki idola mereka? Bisa dikatakan demikian. Masih ingat kan, dahulu pernah ada dua remaja yang meninggal terinjak-injak oleh para Fans sebuah grup musik Boy’s Band yang mampir ke Indonesia? Atau dua remaja wanita yang luka-luka tergencet oleh para Fans yang berkumpul di acara jumpa Press dengan para pemain film remaja yang pernah meledak di Jakarta, “Eiffel, I’m in Love”? Atau, mari lihat episode dari tayangan “Mimpi Kali Yee (MKY)” dan tayangan sejenis yang ingin mengikuti sukses acara MKY. Bagaimana para fans yang mendengar kabar bahwa dia akan dipertemukan dengan idola mereka, menjerit histeris dan bercucuran air mata saking bahagianya. Lalu luapan kebahagiaan ini kian memuncak ketika mereka sudah benar-benar berada di depan idola mereka. Kontan peluk, cium diobral tanpa malu-malu. Bahkan tak peduli lagi apakah idolanya ikhlas menerima ulah mereka yang tak ingin lepas dari pelukan mereka, bahkan tak peduli lagi bahwa saat itu, berjuta-juta mata pemirsa sedang memperhatikan ulah mereka yang tampil sangat agresif dan mengaburkan batas-batas kesopanan antara pria dan wanita atau antara mahram dan non mahram (ah, yang terakhir ini apa masih ada di ingatan mereka?).
Pada akhirnya, karena waktu yang bergerak cepat dan memang tidak pernah ada kata “menunggu”, hingga setiap perjumpaan akan melahirkan perpisahan. Maka demikian pula pertemuan dengan semua yang kita cintai. Pertanyaan berikutnya adalah, apakah kesenangan itu bersifat abadi dalam putaran waktu selanjutnya? Karena bisa jadi, apa yang menjadi kesenangan di waktu sekarang ternyata membawa bencana di masa berikutnya. Bukankah semut yang terlalu rakus pada gula pun ternyata matinya juga karena gula? Allahu’alam.
------- Jakarta, 18 Mei 2004
Ade Anita ([email protected])
[ 0 komentar]
|
|