[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Nyonya Baik Hati Yang Bingung Menghadapi Suasana Kantor Yang Tidak Sehat
Uneq-Uneq - Monday, 26 July 2004

Tanya: Assalamu'alaikum wr wb
Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih atas dimuatnya 'uneg - uneg' saya ini di kafemuslimah.com. Saya adalah seorang wanita karir sekaligus ibu rumah tangga yang sangat padat kegiatan. Di kantor, teman-teman sangat percaya terhadap saya dan mereka sering curhat maupun cerita tentang rahasia karena yakin bahwa saya tidak akan membocorkan rahasia mereka. Akan tetapi hal ini malah membuat saya jadi 'menderita'.

Saya tidak mungkin menolak curhat-tan dari teman apalagi kalau dia dalam masalah, sebisanya saya membantu. Tetapi kadang-kadang mereka juga curhat tentang kekesalan terhadap teman sekerja dan sering membicarakan keburukan teman. Begitu pula teman yang lain. Sehingga saya menjadi serba salah dalam bersikap karena tidak ingin memihak manapun dan berusaha menjadi orang yang 'netral'. Untuk menolak kehadiran mereka di meja kerja saya sepertinya tidak mungkin karena saya tidak tahu bagaimana caranya.

Teman-teman sering menganggap saya pendiam dan introvert (tertutup), padahal ini disebabkan karena saya ingin berhati-hati dalam bertindak supaya tidak dianggap memihak pihak manapun. Suasana kantor yang tidak sehat ini ditunjukkan juga oleh beberapa perlakuan atasan terhadap bawahan yang pilih kasih. Bagi saya hal ini tidak jadi masalah asalkan tidak menginjak harga diri dan saya yakin bahwa rejeki sudah ada yang mengatur. Akan tetapi saya jadi 'gerah' kalau melihat harga diri orang lain yang terinjak-injak oleh perlakuan yang tidak adil. Rasanya ingin bertindak tetapi tidak punya daya dan kekuatan. Itulah masalah yang saya hadapi di kantor.

Yang saya ingin tanyakan, bagaimana saya harus bersikap terhadap teman-teman yang curhat tentang kekesalannya terhadap teman sekerja ? Bagaimana sih caranya bersikap dan berperilaku terhadap atasan yang tidak adil dan teman sekerja yang terdzalimi? Lalu menghadapi situasi kerja yang tidak sehat seperti ini, saya harus bertindak (secara global) bagaimana? Bagaimana juga supaya hati saya tidak jadi kotor dengan keadaan kantor seperti ini ? Terima kasih atas saran dan kritiknya.

Wassalammu'alaikum wr wb

Jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ukhti yang dirahmati Allah SWT.
Subhanallah, ukhti adalah teman yang sangat baik. Seorang pendengar yang baik, seorang yang bisa dipercaya untuk menyimpan rahasia, seorang yang peduli terhadap sesama. Subhanallah. Pantas saja semua teman-teman ukhti menyukai ukhti dan selalu datang pada ukhti jika mereka memiliki masalah atau ganjalan di hati. Itulah kelebihan yang dilihat oleh teman-teman ukhti terdapat dalam diri ukhti.

Sayangnya, ukhti sendiri merasa bahwa sebenarnya itu bukanlah kelebihan ukhti. Karena ukhti merasa bahwa semua ukhti lakukan semata karena sifat ukhti yang pendiam dan tertutup (orang dengan sifat pendiam dan tertutup memang sering diidentikkan sebagai seorang yang senang mendengar dan bisa menjaga rahasia), karenanya ukhti merasa sering menderita. Terlebih jika mereka yang datang untuk curhat ternyata menceritakan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ukhti pegang sebagai “kebenaran”.

Menurut saya, penderitaan yang mulai ukhti rasakan dengan posisi “recycle bin” (tempat tumpahan curhat) sekarang ini, bukanlah karena perilaku teman-teman ukhti yang mempercayai ukhti sebagai seorang teman yang “amanah”. Juga bukan karena ukhti berusaha menampilkan image tertutup dan pendiam. Tapi lebih karena kekurangan dalam diri ukhti sendiri yang tidak mampu berkata “tidak” pada orang lain.

Di satu sisi, kelebihan orang yang punya sifat baik hati adalah dia selalu berusaha untuk memberikan kesenangan dan kepuasan pada siapa saja dengan cara menerima dan menjalankan apa yang diinginkan orang lain terhadap dirinya. Tapi kekurangan dari sifat ini adalah, dia jadi melupakan dirinya kepentingan dirinya sendiri. Segala sesuatunya untuk orang lain dan panggilan kebutuhan dari dirinya sendiri terlupakan. Akumulasi dari pengabaian yang terus menerus ini suatu saat akan melahirkan rasa frustasi dan putus asa dan bahkan bisa membuat “si baik hati” kehilangan penghargaan terhadap dirinya sendiri. Untuk itulah, “si baik hati” harus berusaha untuk memilih kapan saatnya dia harus memenangkan kepentingan dirinya sendiri ketimbang memenangkan kepentingan orang lain, dimulai dengan belajar berkata “tidak” pada orang lain.

Caranya, mulai sekarang jika ada yang datang dan pembicaraannya mulai mengarah ke pembicaraan menjelekkan orang lain, coba katakan pada mereka, “Ini fakta apa gosip? Jangan ngegosipin yang nggak-nggak, nanti kalau ternyata tidak benar, kita sudah termasuk orang yang menyebarkan fitnah loh.”

Atau, bisa juga dengan mengatakan pada mereka, “Apa benar dia seperti itu? Ya sudah, jangan ceritakan panjang lebar lagi, nanti biar saya yang cari tahu sendiri ke orangnya langsung. Siapa tahu itu Cuma sangkaanmu saja.”

Maksud saya adalah, silahkan ukhti tetap memposisikan diri ukhti sebagaimana citra yang diterima oleh teman-teman ukhti saat ini (seorang yang bisa menjadi tempat untuk curahan hati), tapi justru karena tugas inilah mulai pulalah bangun kemampuan untuk sedikit demi sedikit memasukkan penyampaian nilai-nilai Islam kepada mereka. Seperti mengingatkan pada mereka bahwa Islam mengenal istilah ghibah, fitnah, keharusan untuk cek dan ricek (tabayyun) dan keharusan untuk menghindari prasangka buruk. Lalu jika ada seseorang yang curhat dan apa yang dicurhatkannya ternyata melanggar syariat Islam, ukhti bisa membantu mengingatkannya agar dia meninggalkan perilaku tersebut. Sebaliknya jika ternyata apa yang dicurhatkannya adalah kebajikan, ukhti bisa membantunya memberikan semangat agar dia tidak putus asa dan terus melakukan kebajikan tersebut.

Adapun terhadap atasan atau rekan kerja yang ukhti anggap telah berbuat dzalim terhadap bawahannya atau sesama rekan kerja yang lain, coba lakukan pengamatan terlebih dahulu. Biasanya sebuah aksi terjadi karena merupakan sebuah reaksi dari sesuatu yang telah terjadi sebelumnya. Sekali lagi, cek dan ricek (tabayyun).
Cobalah cari tahu mengapa atasan ukhti memperlakukan sesuatu yang ukhti anggap tidak adil terhadap bawahannya. Bisa jadi, dalam hal ini bawahannya melakukan sesuatu yang tidak berkenan dengan kemauan si atasan. Jika demikian, jika ternyata ukhti mampu, ukhti bisa membantu bawahan tersebut memperbaiki kesalahannya, ukhti bisa memulai membantu membimbingnya agar tidak melakukan kesalahan itu lagi dengan mencoba membimbingnya melakukan sesuatu yang sesuai dengan kemauan si atasan (selama itu tidak melanggar syariat dan akidah Islam). Jika atasan puas terlebih lagi jika kualitas bawahannya bisa diandalkannya, insya Allah dia tidak punya ruang untuk berbuat dzalim pada bawahannya. Tapi kalau semua ini sudah dilakukan dan si atasan tetap berlaku tidak adil tanpa sebab, ukhti bisa mengadukan perilaku tersebut pada atasan yang lebih tinggi dari atasan tersebut (hehehe, maksudnya jenjang di atasnya). Bisa lewat surat atau pengaduan langsung lewat saluran pengaduan yang tersedia (biasanya di kantor ada bagian yang mengurusi masalah tersebut, karena ini termasuk hak karyawan. Bisa lewat syarikat pekerja atau bagian kesejahteraan pegawai atau lewat personalia).
Hal yang sama juga berlaku terhadap sesama rekan kerja yang ukhti anggap telah berbuat dzalim terhadap sesamanya.

Sebenarnya, dimanapun kita tinggal dan hidup di muka bumi ini kita akan selalu berhadapan dengan suasana yang enak dan tidak enak; menyenangkan dan tidak menyenangkan; sehat dan tidak sehat. Mengapa? Karena bumi atau dunia ini memang disinggahi oleh manusia hanya sebagai tempat tinggal sementara saja bagi manusia dalam rangka mengumpulkan bekal guna menuju negeri abadi, kampung akhirat. Artinya, dunia ini merupakan batu ujian yang harus kita lompati untuk menentukan seberapa tinggi kualitas kita sebagai seorang khalifah di muka bumi ini. Agar hati ini tidak kotor menghadapi berbagai macam ujian yang tidak menyenangkan dan tidak sehat ini, Islam memberikan jalan keluar tersendiri. Yaitu,

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Alalh beserta orang-orang yang bersabar.” (Qs 2:153) (juga lihat qs 40:55, qs 50:39, qs 16:127; qs 31:17).

Artinya, jika menghadapi segala sesuatu yang tidak menyenangkan hati dan sebelum hati kita mengarah pada umpatan, kekesalan, kekecewaan dan putus asa, segeralah ucapkan istighfar, ambil wudhu dan dirikanlah shalat. Itulah sabar. Dalam shalat, rasakan bahwa sebenarnya kita adalah hamba yang sangat lemah tanpa pertolongan dari Allah. Tapi di sisi lain, hadirkanlah rasa bersyukur karena kita masih punya Allah sebagai tempat bagi kita untuk melakukan pengaduan dan minta pertolongan dan kita ternyata masih diberi umur yang sampai detik itu untuk melakukan peribadatan. Serta masih diberi pertolongan hingga tidak terjerumus ke sesuatu yang lebih buruk lagi. Ini yang disebut sebagai syukur.
Jadi, cobalah untuk selalu bersabar dan bersyukur.

Dalam sabar dan shalat tersebut, kita diajarkan untuk senantiasa meredakan kembali emosi yang bergejolak. Hal ini karena emosi yang menggejolak bisa membuat kita kehilangan kemampuan untuk berbuat adil dalam melakukan dan menghadapi segala sesuatunya. Sabar dan shalat juga mengajarkan kita untuk senantiasa menjernihkan kembali suasana hati yang mulai mengeruh. Dengan hati yang lebih bersih dan pikiran yang lebih jernih, insya Allah kita bisa menggali lebih dalam potensi apa yang belum tergali; solusi apa yang bisa ditempuh; serta hikmah apa yang bisa dipetik.

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang taqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Qs 16:128)

semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved