[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Tanya Perspektif Pacaran dalam Islam
Uneq-Uneq - Monday, 26 July 2004

Tanya: Assalaamu'alaikum wr. wb.
Mba Ade yang saya hormati, saya seorang mahasisiwi perguruan tinggi swasta, saya sejak lama memendang rasa suka kepada seorang pria yang menurut saya cukup baik, namun belum pernah saya ungkapkan padanya, apa yang harus saya lakukan untuk menghindar dari jeratan nafsu sehingga saya terhindar dari maksiat (pacaran) ? Dan yang kedua, Adakah pacaran menurut perspektif Islam, jika ada bagaimana ?
Assalaamu'alikum wr. wb.

Jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Islam memang tidak mengenal istilah Pacaran seperti yang didengung-dengungkan masyarakat barat sana dan akhirnya menular pada remaja dan orang-orang Indonesia yang ingin dianggap modern. Artinya, dalam Islam tidak ada tempat untuk orang yang diberi predikat pacar, lalu punya legalisasi untuk boleh melakukan apa saja pada pacarnya dimana prilaku yang meng-atas namakan cinta tersebut sebenarnya adalah perilaku mendekati Zina (bahkan kadang memang sudah masuk kategori zina).

Meski tidak mengenal kata “Pacaran”, tapi Islam memberi jalur yang lebih “aman” untuk dilalui oleh mereka yang ingin membangun mahligai rumah tangga. Yaitu dengan membolehkan terjadinya proses perkenalan sebelum menikah dengan rambu-rambu khusus yang harus dipatuhi oleh mereka yang ingin menjalankannya. Rambu-rambu itu seperti tidak boleh berdua-duaan; memakai pakaian yang menutupi dan menjaga aurat masing-masing; menghindari perilaku yang bisa memancing “penyakit hati” dan “godaan nafsu”; prosesnya tidak terjadi dalam kurun waktu yang terlalu lama dan tanpa kepastian tenggat waktunya; dan sebagainya.

Islam juga mengeluarkan sebuah rambu khusus untuk menjaga umatnya agar tidak menjadi budak dari nafsunya sendiri. Dalam hal ini, harus diakui bahwa adalah fitrah semua manusia untuk menyukai lawan jenisnya; senang memandang mereka; dan menikmati kebersamaan antara pria dan wanita. Tapi, jika hal-hal ini diteruskan tanpa pengendalian diri yang baik maka bisa jadi manusia cepat atau lambat akan menjadi hamba bagi hawa nafsunya.

Sesungguhnya, nafsu itu seumpama anak kecil yang punya banyak keinginan dalam dirinya dan memerlukan realisasi yang nyata. Jika kita sebagai orang yang lebih tua menuruti semua keinginan dari si anak tersebut, maka tentulah senang hati si anak dan riang gembira dirinya. Tapi, jika kita terus-menerus menuruti keinginan si anak tersebut, maka cepat atau lambat si anak tidak lagi menjadi si anak yang ingin kita senangkan hatinya. Dia kini sudah berubah menjadi seorang tuan yang harus kita layani setiap saat dimana jika kita menolak maka kepala kitalah yang akan dipancungnya!

Itu sebabnya, solusi cerdas dari Islam yang diajarkan oleh Rasulullah dalam hal ini adalah mengajak untuk menahan pandangan mata.

Allah berfirman,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yuang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya’.” (An Nur :30-31)

Allah menjadikan mata sebagai cermin hati. Jika seseorang menahan pandangan matanya, berarti dia menahan syahwat dan keinginan hati. Jika dia mengumbar pandangan matanya,berarti dia mengumbar syahwat hatinya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa yang dilarang dengan tiada keraguan lagi dalam perkara “menjaga pandangan” adalah melihat dengan menikmati dan bersyahwat, karena ini merupakan pintu bahaya dan penyulut api. Sebab itu, ada ungkapan, “memandang merupakan pengantar perzinahan.” Sebagaimana yang dikatakan oleh Syauki Ihwal memandang yang dilarang ini, yakni “ “memandang (berpandangan) lalu tersenyum, lantas mengucapkan salam, lalu bercakap-cakap, kemudian berjanji, akhirnya bertemu.”(kutipan dari Ibnu Qayyim).

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia mengetahui yang demikian tanpa dipungkiri. Mata itu bisa berzina dan zinanya adalah pandangan. Lidah itu bisa berzina dan zinanya adalah perkataan. Kaki itu bisa berzina dan zinanya adalah anyaman langkah. Tangan itu bisa berzina dan zinanya adalah tangkapan yang keras. Hati itu bisa berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya.”(Diriwayatkan Bukhari-Muslim, An Nasa’y dan Abu Daud).

Karena itu Nabi saw pernah memalingkan muka anak pamannya yang bernama al-Fadhl bin Abbas, dari melihat wanita Khats’amiyah pada waktu haji, ketika beliau melihat al-Fadhl berlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah saw, “Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu ?” Beliau SAW menjawab, “Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap mereka.” (untuk keterangan lebih lanjut silahkan baca artikel “Pandangan Pertama Yang Begitu Menggoda” di bagian rubrik “Artikel Muslimah” di kafemuslimah.com ini).

Untuk ukhti yang dirahmati Allah. Islam juga tidak memandang taboo bagi wanita muslimahnya untuk mengutarakan hasrat pada lawan jenis yang dipandangnya bisa menjadi pendamping hidup sekaligus pemimpin bagi rumah tangganya kelak. Artinya, jika kamu menyukai seseorang, kamu boleh mengutarakan perasaanmu dan keinginan/harapanmu itu kepadanya. Tapi, dengan satu catatan. ”Cari tahu dulu segala sesuatunya tentang dia agar kamu tidak dalam usaha mempermalukan diri sendiri”. Artinya, cari informasi dari teman-temannya apakah dia memang sedang mencari calon istri; caru tahu juga apakah kamu termasuk tipe gadis yang dia sukai?; cari tahu apakah dia saat ini sedang menyukai seseorang juga selain kamu?; dan sebagainya. Jika kamu malu mengutarakan perasaan kamu padanya dan keinginan kamu untuk berkomitment dengannya dalam rumah tangga kelak; kamu bisa menggunakan perantara orang lain.

Demikian, semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita



[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved