|
Jam Dua Pagi Jurnal Muslimah - Thursday, 26 February 2004
Bismillahirrahmanirrahiim Assalamualaikum wr wb
Berikut ini adalah salah satu pengalaman pribadi saya :)
"Sha..sha..bangun.. ada yang ngebel rumah kita", terdengar suara Sari, roomate ku, membangunkanku dengan suara cemas.
"Hah?", aku berucap sambil melihat Sari dari mataku yang masih setengah terbuka, berusaha mencerna arti perkataannya. Aku tersentak akan suara Sari, tapi belum bisa memahami arti perkataanya (maklum baru bangun ^_^.. hihi).
“Ada yang ngebel….”, Sari mengulangi sambil duduk di ujung tempat tidurku dan memandangku dengan bimbang”
“TETTTTTTTTTTTT”, terdengar bunyi bel rumah kami.
“Tuh kan… emang gak denger yah?? Udah lima dua menitan bel kita bunyi”, Sari memandangku.
“Enggak… sha gak denger”, Aku bingung sendiri, kok aku gak kebangun, padahal aku adalah seorang light-sleeper. Mungkin karena kecape’an tadi siang, hingga tidurkupun nyenyak sekali. Kupeluk bantal hijau mudaku dengan erat, ingin tidur lagi ^_^.
Aku Kulirik jam di dinding sebelah kanan. Angka jarum pendeknya menunjuk ke angka dua. Jam dua pagi! Aku seketika benar-benar terjaga, baru mengerti akan nada kecemasan yang terdengar dari suara Sari. Ada orang yang ngebel rumahku jam dua pagi!
"Aduh gimana donk?", nada cemas disuara Sari mulai terdengar nyata.
"Itu siapa ya kira-kira?", tanyaku merinding.
"Si Ani mungkin, tapi gak mungkin Ani dateng jam segini, mau ngambil tas titipan kok mesti jam segini?"
"Atau Rika mungkin?", sahutku memberi usul.
"Gak mungkin Rika, pasti dia nelpon dulu kalau mau mampir, lagipula ngapain Rika jam segini mampir?"
"Lisa mungkin?", sahutku sambil mengingat temen kami itu yang memang sering datang dari Chicago.
"Tapi lisa gak pernah nyampai di sini dini hari, dan dia pasti memberi tahu kalau memang mau ke sini", aku bergumam memberi argumen akan perkataanku sendiri.
“TETTTTTTTTTTTT”
Terdengar kembali bunyi bel dirumah kami, bergema. Aku dan Sari saling bertatapan dalam gelap.
“Mungkin orang yang kita kenal”, Sari berkata sambil berhusnudzan dengan si pemencet bel.
“Iyah… mungkin saja”, sahutku sambil mengintip dari tirai kamarku ke pelataran parkir. Mataku mulai mencari-cari mobil orang yang kukenal. Sari bergerak disampingku dan ikut mengintip ke luar halaman.
“Gak ada…sha, aduhh.. gimana donk…”, nada cemas kembali terdengar dalam suaranya.
“Aduh gak tau… kita gak mungkin bukain pintunya kan, soalnya kita gak tau si pemencet bel itu siapa”, ucapku bergetar.
“Iyah.. aku takut”, Sari kembali memandangku.
“TETTTTTTTTTTTTTTT”, kembali suara bel terdengar. Suara bel itu berubah menjadi suara yang menakutkan.
Aku coba beristighfar dalam hati, memohon perlindungan Allah. Rasa takut merayapiku. Seharusnya aku gak boleh takut, tapi entahlah….aku takut.. Karena di rumah kami ini, aku hanya tinggal berdua dengan sari. Dua orang perempuan tinggal di satu apartemen, dan satu orang pemencet bel pada jam dua pagi. Cuplikan cerita-cerita kriminal bermain di kepalaku.. “Masya Allah….”
“Yuk… kita mesti ke pintu…”, aku mulai melangkah ke pintu kamarku… menuju lorong ke ruang tengan..
“Sar, ikuttt donk…”aku rada ketakutan menyadari Sari masih duduk diujung tempat tidurku.
“yee.. tadi tak kirain berani ke pintu sendiri, rupanya minta ditemenin juga tohhh”, sari meledekku. (hihi dia tau aku suka rada2 phobia ama gelap ^_^). Kami pun melewati lorong pendek antara kamarku dan kamar sari menuju pintu luar.
“TETTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTT”
“HUAAAAAAAAAAAAAAAA” aku dan Sari seketika berteriak bersama dan berlari lagi ke kamar…
“aduh shaa gimana donkkkk”
“Doa..doa..doa..sar”
“Aduh.. doa yang mana nihhh?? Gue lupaaaaaa semua sekaranggg???”… sari nyahut dalam cemas
Sudah lebih dari tiga puluh menit berlalu..dan bel misterius itu pun masih tetap berbunyi, menandakan si pemencet bel ttp kukuh ingin masuk. Struktur apartemenku dan sari mempunyai dua pintu. Satu pintu keluar dari apartemen, dan satu lagi pintu untuk keluar dari gedung apartemen. Satu gedung apartemen ada empat unit apartemen sendiri. Jika orang ingin masuk maka harus memencet bel dari luar(pintu utama gedung).. pemilik apartemen akan menekan tombol yg dapat membuka kunci pintu luar gedung. Kemudian untuk masuk ke apartemen kami, maka orang tersebut mesti naik ke lantai dua dan baru mengetuk apartemen kami.. jadi ada dua pintu.. Nah si pemencet bel ini masih di pintu luar gedung.
Akhirnya Aku dan Sari memberanikan diri ke dekat pintu. Sari bersiap dengan telpon di tangannya (bersiap-siap menelpon 911), dan dia juga sudah menghidupkan komputernya untuk menghubungi keluarga lewat internet. Aku dan Sari sudah sepakat untuk membuka pintu.. Karena bel ini sudah 45 menit berbunyi sekarang.. Kami harus tahu apa yg diinginkan si pemencet bel . Pasti dia punya alasan yang kuat hingga berani berdingin-dingin ria selama 45 menit memencet bel. Aku yang ditugaskan untuk membuka kunci pintu gedung, sementara Sari bersiap2 dengan telpon dan internet. Kupandang lama tombol pelepas kunci gedungÂ… aku mulai sibuk berfikir, mulai berita-berita kriminal di koran bermain di bayanganku, aku mulai membayangkan senjata apa yg dapat kupakai jika aku tiba-tiba diserang. Saat itu hanya satu yang mampir dikepalaku untuk dipakai sebagai alat defensse, yaitu PANCI. (hehe entah kenapa.. lagi cemas gitu cuma bisa mikirin panci sebagai alat pertahanan diri ^_^).
Jari-jariku sudah meraba tombol untuk release kunci depan gedung, tapi belum sempat kupencet, mataku tiba-tiba melihat tulisan “TALK” diatas tombol..
“HAH”, aku terkejut.. memang aku gak pernah memperhatikan alat pe-release kunci ini. “Sar, ini pe-release kuncinya dilengkapi interkom ya??”
“Gak tau, gak pernah merhatiin shaa….coba ajaa”
“Iya kali aja bisa nyambung ke si pemencet bel”
Bismillah, kutekan tombol itu. “Who is it?”, ucapku dengan suara gemetar. Kutekan tombol LISTEN , tak ada sahutan.. tapi tiba-tiba… “ I am sorry… I am your new neighbor who just moved in to #103, I am really sorry to wake you up. But, I left my key inside. So, I cant get in. I am really sorry…”
Terdengar napas lega dari Sari.. Kutekan tombol release kunci luar. Terdengar langkah kaki masuk diiringi ucapan “Thank You miss”… wuahh.. ternyata si tetangga baru itu toh… Alhamdulillah.. tak terhingga syukurku pada Allah…
Sari memandangku, ternyata cuma tetangga toh. Kami sama-sama tertawa geli mengingat ketakukan kami sebelumnya dan berucap syukur.
Lima menit kemudian aku sudah kembali ditempat tidur, duduk.. sambil terpaku merapatkan diri dalam selimut. Aku berfikir, mengenai si pemencet bel, ketakutanku, ketakutan Sari. Masya Allah, benarlah Rasulullah bersabda bahwa seorang wanita hendaklah ditemani mahromnyaÂ… Seandainya aku dan Sari hidup dengan mahrom kami, tentulah kami tak akan setakut tadi.. Astaghfirullah,, Ya Allah apakah ini sentilanMu untukku yang melanggar tuntunanMu? Airmataku mengalir. Ya Allah maafkan hambaMu iniÂ…
“hadits riwayat Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, Janganlah seorang wanita pergi selama tiga hari tanpa bersama muhrimnya” (HR Muslim)
“hadits riwayat Abu Said ra. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, Janganlah bepergian selain ke tiga mesjid, mesjidku ini, Masjidilharam dan Masjidilaksa. Aku juga pernah mendengar beliau bersabda, Janganlah seorang wanita bepergian selama dua hari kecuali bersama muhrim atau suaminya” (HR Muslim)
“hadits riwayat Abu Said Al Khudri ra. ia berkata, Rasulullah saw. telah bersabda, Tidak halal bagi seorang wanita yang mengaku beriman kepada Allah dan hari kiamat bepergian selama tiga hari apalagi lebih kecuali ia bersama ayah, anak, suami, saudara, atau muhrimnya yang lain” (HR Muslim)
Wahai saudariku muslimah, Janganlah anti mengulang kesalahan yang aku lakukanÂ… Janganlah bepergian sendiriÂ… Ingatlah hadis-hadis di atas. Aku merasa tak patut memberi nasihat ini, karena akupun merasa tak lebih dari anti.. kesalahan2ku bagaikan banyaknya titik-titik air di samudera.. astaghfirullah..
Saudarimu yang dhoÂ’if [ 0 komentar]
|
|