[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Nggak Pede dalam bergaul
Uneq-Uneq - Wednesday, 25 August 2004

Tanya: assalamualaikum m' ade
saya muslimah usia 20 th. saat ini sdg kul. M'ade sejak dulu saya selau bermasalah dgn yg namanya bergaul. saya ini orangnya nggak pede an. Apalagi sama yg namanya cowok. Saya sulit banget tuk bisa akrab dgn yg namanya cowok. Saya canggung sekali kalo udah berhadapan dng makhluk yg satu itu. Bahkan kadang2 klo ketemu tmn cowok saya diam aja.

Saya bingung m' ade, saya gak berani nyapa. tapi saya juga takut dibilang sombong. Hingga akhirnya saya gak berani masuk ke dunia pergaulan dgn pede, bahkan dlm dunia ikhwan akhwat sekalipun. Gimana dong m' ade????
Jazakillah atas solusinya.
wassalamualaikum.

Jawab;

Assalamu’alaikum Warahmatulllahi Wabarakatuh
Lewat uneg-uneg yang lain, pernah saya katakan di rubrik ini, bahwa sikap seseorang itu, adalah hasil dari pengetahuan dan pengalaman yang dia miliki. Artinya, jika seseorang yang tahu bahwa 2 x 2 = 4, maka hasilnya adalah, dengan penuh keyakinan dia akan mampu dengan rasa penuh percaya diri mengatakan pada semua orang bahwa 2 x 2 = 4. Bahkan jika yang bertanya adalah seorang Presiden, dalam keadaan dikerubungi oleh banyak sekali wartawan, dan dalam kondisi menjadi pusat perhatian banyak sekali orang, orang tersebut insya Allah tidak akan merasa malu dan gentar atau rendah diri. Mengapa? Karena dia yakin bahwa dirinya paham dan tahu bahwa 2 x 2 = 4. Jawabannya benar dan insya Allah akan disetujui oleh semua orang.

Ceritanya akan berbeda jika dia tidak tahu bahwa 2 x 2 itu berapa. Coba bayangkan jika ada seorang anak yang tidak tahu berapa hasil perkalian 2 tersebut. DI dalam kelas, di hadapan teman-teman yang seluruhnya dia kenal, dihadapan guru yang setiap hari dia bertemu dengannya, bahkan di atas bangku yang sudah sangat akrab dia duduki setiap harinya, tapi karena dia tidak tahu hasil perkalian tersebut, maka dia otomatis akan merasa sangat minder. Dia tundukkan kepalanya dalam-dalam. Mungkin jika memungkinkan, dia sedang berharap bahwa dirinya saat itu bisa tiba-tiba menjadi sosok yang tak terlihat (invisible man) atau setidaknya, semua orang di sekitarnya tidak ada yang berminat untuk melihat kehadirannya. Semakin banyak yang tidak dia ketahui, maka semakin sering dia menenggelamkan dirinya agar terus-menerus tidak terlihat oleh orang lain. Karena sikap menarik diri yang terlalu sering ini, maka kian lama timbul rasa canggung ketika dia pada akhirnya dihadapkan pada kenyataan bahwa dia mau tidak mau HARUS bertemu orang lain. Dalam hati, dia jadi khawatir sendiri, “ duh, nanti dia tahu bahwa aku tidak tahu ini.. tidak tahu itu… tidak bisa ini .. tidak bisa itu.” Pemikiran ini pada akhirnya menambah kecanggungan dirinya dalam bersikap. Dia tidak nyaman bertemu orang lain, dan orang lain pun, yang merasa kerikuhan dirinya, juga merasa tidak nyaman bertemu dengan dirinya.

Yang ingin saya sampaikan adalah; rasa minder yang dialami seseorang itu lebih banyak hadir karena sebuah prasangka akan kekurangan yang dimiliki oleh seseorang. Prasangka ini, kian lama akhirnya berubah menjadi sebuah keyakinan. Yaitu keyakinan bahwa diri ini memang punya kekurangan dibanding orang lain. Padahal yang terjadi adalah, sebuah perbandingan yang tidak seimbang.

Betul sekali bahwa tiap-tiap diri yang bernyawa di muka bumi ini punya kekurangan. Tidak ada satu pun makhluk ciptaan Allah yang punya kesempurnaan. Yang Maha Sempurna hanyalah Allah SWT saja. Karena Dia-lah yang Maha Pencipta dan Maha Mengetahui segalanya, Yang tidak pernah tertidur dan tidak pernah lengah, tidak beranak dan tidak juga diperanakkan, juga tidak pernah salah dalam perhitungannya. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

Untuk keseimbangan dalam kehidupannya, semua makhluk ciptaan Allah, diciptakan berpasang-pasangan. Bukan hanya pasangan dalam jenisnya, lelaki dan perempuan, tapi juga berpasangan dalam segala hal. Ada kekurangan, juga ada kelebihannya. Ada keburukan, juga ada kebaikannya. Ada kelemahan, juga ada kelebihannya. Semuanya diciptakan seperti demikian agar terjadi sebuah keseimbangan yang hakiki. Ada kerja sama dan situasi saling ketergantungan satu sama lain, dan pada akhirnya diharapkan sebuah situasi saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan.

Bayangkan jika Harimau yang kuat dan perkasa itu, setiap periode suburnya, disamakan dengan kelinci yang bisa menghasilkan banyak sekali anak setiap kali melahirkan. Tentu akan habis hewan lemah yang akan disantapnya. Atas kekuasaan Allah-lah maka Harimau yang perkasa, hanya mampu melahirkan beberapa anak saja, itupun dengan satu periode tertentu saja. Sedangkan rusa, kelinci, ayam, meski lemah dan punya banyak kekurangan dibandingkan Harimau, diberi kelebihan mampu melahirkan banyak sekali anak dalam periode yang lebih dekat jaraknya.

Coba lihat seorang bayi yang baru dilahirkan. Dia tidak bisa apa-apa selain hanya menangis, menyusu dan buang kotoran. Atas kekuasaan Allah, bayi yang tidak bisa apa-apa selain hanya bisa merepotkan orang saja (untuk para bayi: maaf yah) ini, dikaruniai Allah sebuah kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang dewasa. Kelebihan itu adalah perilakunya yang menggemaskan, mimik wajah yang lucu, suaranya yang imuut buanget, dan kulit yang sangat lembut hingga jika disentuh bisa melumerkan kekesalan yang semula timbul; hingga bisa membuat trenyuh dan haru siapa saja yang melihat dia tumbuh berkembang; hingga bisa menggerakkan siapapun yang melihatnya untuk turun tangan dengan suka rela dan suka cita membantunya melakukan hal-hal yang si bayi tidak dapat melakukannya sendiri.

Dengan kata lain, hal yang harus ukhti tanamkan dalam diri ukhti saat ini adalah, keyakinan bahwa ukhti sama seperti orang lain. Memang ukhti punya kekurangan, tapi orang lain juga punya kekekurangan. Sama saja. Dengan demikian, jika orang lain punya kelebihan, ukhti juga punya kelebihan. Nah.. sekarang… yang harus kita kelola adalah, mencuatkan kelebihan yang ukhti miliki. Karena adalah hal yang mustahil jika kehadiran ukhti di muka bumi ini hanya dibekali Allah dengan kekurangan saja.

Dengan keyakinan bahwa ukhti sama seperti orang lain, dan keyakinan bahwa ukhti punya kelebihan dalam diri ukhti, insya Allah akan timbul rasa percaya diri dalam diri ukhti ketika bersinggungan dengan orang lain. Sama seperti ilustrasi yang saya gambarkan di awal tanggapan uneg-uneg ini.

Apa kelebihan yang ukhti miliki? Hal ini harus dieksplorasi lebih jauh lagi. Bisa dengan cara mulai banyak membaca dan mengamati banyak hal. Kemampuan membaca banyak hal, akan menambah cadangan memory di otak kita. Memory yang tersimpan itu berupa informasi tentang banyak hal. Seperti pengetahuan praktis tentang sebuah ilmu tertentu; tips-tips berguna untuk beberapa kegiatan umum; potongan-potongan analisa tentang sebuah atau beberapa keadaan yang terjadi di sekitar, dll. Bisa juga berupa rangkaian pengetahuan mendasar yang akan menambah pemahaman ukhti sendiri terhadap sesuatu hal.

Bisa juga ukhti mencari kelebihan yang ukhti miliki saat ini justru dengan melihat kekurangan yang ukhti miliki saat ini.

Misalnya nih. Ukhti merasa punya kekurangan jika berbicara secara langsung (entah itu jadi gugup, gagap, terbata-bata, suara sengau, dll), dimana kekurangan ini memang sulit dikutak-katik agar bisa berubah dengan cepat; maka mulailah cari solusinya. Bisa jadi, karena sulit berkata-kata secara langsung dengan bahasa verbal; maka bahasa non verbal bisa jadi alternatif. Coba mulai melirik dunia tulis menulis.

Siapa tahu dengan menulis, ukhti bisa melahirkan apa yang ingin dikatakan dan dimengerti oleh orang banyak dengan mudah. Enaknya menulis itu kan, kita masih diberi kesempatan untuk meng-edit bahasa yang ingin kita sampaikan sebelum dilontarkan pada orang lain. Beda dengan bicara langsung dimana tidak ada kesempatan untuk menarik lagi apa yang telah kita ucapkan.

Atau, ukhti memang punya kekurangan jika bekerja secara kelompok karena ukhti sulit untuk mengutarakan pendapat pada orang lain yang menjadi teman satu kelompok, maka mulailah pikirkan agar gagasan yang ingin ukhti sampaikan tetap bisa diterima oleh kelompok. Mungkin dengan cara, mewujudkan dengan segera gagasan tersebut seorang diri dan setelah itu sodorkan pada kelompok agar mereka bisa memahami bahwa itu adalah gagasan yang bisa dijadikan alternatif pilihan. Misalnya, ada ide untuk bikin majalah dinding. Semua orang punya gagasan cemerlang yang dikemukakan di diskusi hingga suara ukhti tenggelam karena ukhti memang tidak bisa bicara. Cobalah untuk segera mengambil kertas dan segala sesuatunya, lalu kerjakan apa yang menjadi ide ukhti dan sodorkan di tengah forum diskusi. “Aku bikin ini nih, bagus dan cocok nggak yah?” .

Dengan kata lain untuk membangkitkan rasa percaya diri, selain membaca dan mengamati banyak hal, lalu mencoba membalik kekurangan menjadi kelebihan, ukhti juga harus mulai sering mengikuti banyak kegiatan yang bervariasi. Bisa jadi, ukhti merasa minder karena sebenarnya, yang terjadi adalah ukhti salah pilih kegiatan. Kegiatan yang ukhti geluti saat ini, sebenarnya tidak sesuai dengan minat dan bakat yang ukhti miliki. Akibatnya, yang muncul adalah perbandingan antara kekurangan yang ukhti miliki dan kelebihan yang orang lain miliki dan belum ukhti miliki. Betul sekali kita harus belajar, tapi belajar akan jauh lebih mudah jika sesuatu yang kita pelajari itu adalah sesuatu yang memang kita sukai dan kita mengerti meski ilmunya baru sedikit. Betul sekali kita harus mencoba banyak hal, tapi jangan pernah memaksakan diri untuk terus mencoba jika kita telah mengukur kemampuan diri kita dan memperoleh pengetahuan bahwa kita memang kurang punya bakat di bidang tersebut (karena ini bisa menimbulkan frustasi dan kelelahan yang justru akan berdampak pada pandangan kita pada bidang lain yang sebenarnya potensial kita kembangkan).

Nah, Ukhti yang dirahmati Allah. Jika semua hal di atas sudah ukhti lakukan dengan semaksimal dan sebaik mungkin, jangan lupa untuk terus berdoa dan memohon pada Allah, agar semua kebaikan dan usaha baik yang telah ukhti lakukan itu, dicatat menjadi amal shaleh yang ukhti lakukan bukan karena seseorang atau sesuatu, tapi karena dan untuk Allah sahaja. Tidak usah pikirkan lagi, bahwa karena sudah berbuat A, B, C maka kelak akan berdatanganlah teman-teman, baik pria maupun wanita, yang ingin dekat dengan ukhti. Singkirkan pikiran seperti ini. Terlalu singkat hidup ini jika kita memaksimalkan kemampuan diri kita hanya agar kita punya banyak teman dan kenalan. Tentu bukan ini tujuan utama. Tujuan kita hidup adalah mencari dan mendapatkan Ridha Allah Ta’ala,

Selama mencoba dan semoga bermanfaat yah.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved