[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Keterbukaan Yang Layak Dibuka
Muslimah & Media - Sunday, 29 August 2004

Kafemuslimah.com Dulu waktu saya duduk di bangku SMU, ada sebuah pelajaran, yaitu pelajaran Tata Negara, dengan guru yang sedikit nyeleneh. Setiap kali mengajar, dia selalu berkata, “materi hari ini adalah bab sekian, mulai dari halaman sekian hingga sekian. Saya tidak akan mengajar materi ini, karena saya tahu kalian semua bisa membacanya sendiri kapan-kapan. Terserah kalian saja, yang penting nanti ujian bisa. Kita sekarang diskusi saja tentang masalah social dan politik yang terkait dengan bab ini. Kalau ada yang merasa tidak terkait, salah sendiri”. Kebetulan, saya memang senang berdiskusi sejak duduk di bangku SD, jadi guru ini termasuk guru favorit saya. Dia sangat terus terang tentang apa saja, juga seorang pemberontak tulen (setidaknya bagi saya yang memang masih belum punya banyak pengalaman tentang karakter manusia karena masih berstatus sebagai pelajar SMU). Beliau bertanya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan keterbukaan itu. Waktu itu, istilah keterbukaan memang baru saja diperkenalkan dan diangkat oleh banyak media massa sehubungan dengan tuntutan akan adanya sebuah keterbukaan dari pemerintah seperti yang diminta oleh para akademisi perguruan tinggi dan mereka yang duduk di LSM atau para seniman (seperti para anggota Petisi 50, Amin Rais dan kawan-kawannya, juga wartawan senior seperti Rosihan Anwar dan sebagainya; termasuk para seniman yang sering menyuarakan suara sindiran seperti teater koma, Iwan Fals, Gombloh, Rendra dan seterusnya; sehubungan dengan gossip tentang maraknya bagi-bagi kekayaan negara antara pejabat dan kroninya yang terjadi di pemerintahan Orde Baru). Ada banyak pernyataan yang terlontar dari teman-teman saya satu kelas untuk mendefinisikan keterbukaan. Semua pernyataan itu tidak diiyakan juga tidak ditidakkan oleh guru saya. Sebaliknya, sambil tersenyum, beliau lalu bertanya lagi.

“Jika saya saat ini, membuka satu kancing kemeja saya, apa itu artinya keterbukaan?” Dan benar dia membuka satu buah kancing kemejanya, hingga dadanya terlihat dengan nyata (alhamdulillah dia seorang pria yang masih ingat pesan ibunda untuk mengenakan kaus dalam agar tidak masuk angin…hehehhe). Lalu beliau bertanya lagi sambil tersenyum lebih lebar.

“Kalau ini memang yang disebut dengan keterbukaan; berarti jika saya membuka beberapa kancing saya lagi, saya seorang yang lebih memahami arti keterbukaan sejati dong yah” Dan plash… dia membuka beberapa kancing kemejanya lagi. Satu kelas jadi riuh rendah oleh berbagai macam suara. Guru saya ini memang sedikit nakal dan cuek berat. Seluruh kancing kemejanya telah terbuka, yang belum hanyalah yang tersangkut di dalam ikat pinggangnya. Lalu sambil bersiap membuka ikat pinggangnya sambil disuiti ramai-ramai oleh teman-teman satu kelas, beliau berkata lagi.

“Keterbukaan adalah sebuah perilaku membuka sedikit saja informasi agar yang lain penasaran. Hayo, kalian pasti pingin saya saat ini membuka gesper saya kan? Ngaku!…” Guru saya bertanya dengan wajah iseng dan senyum jahilnya. Telunjuk tangannya diedarkannya ke arah seantero kelas yang telah sangat ramai.

“Saya tidak sebodoh yang kalian pikirkan. Sebelum saya berbicara seperti ini, kemarin saya sengaja membeli singlet baru. Jadi kalaupun saya membuka kemeja saya, dada saya yang indah ini tidak akan bisa kalian nikmati.” Guru saya menepuk dada kerempengnya. Tubuhnya memang kurus, tulang rusuknya nyaris seperti Iga di Sop Konro. Sebagai seorang yang mengusung tinggi-tinggi nilai kejujuran, beliau sering mengaku bahwa jujur ternyata sesuatu yang pada akhirnya memang sering dibayar dengan pengorbanan yang mahal tapi beliau tetap bertekad untuk tetap jujur, apapun resikonya. Termasuk resiko memperoleh pendapatan yang mengharuskannya untuk rajin melubangi ikat pinggangnya agar senantiasa muat di pinggang nan ramping.

“Dan saya juga tidak akan memenuhi kesenangan kalian untuk mengetahui hal yang bersifat pribadi dari diri saya. Saya tidak akan membuka gesper dan celana saya disini. Cuma satu orang yang boleh membukanya, yaitu istri saya. Tapi saya tidak akan membahas pelajaran biologi di pelajaran Tata Negara. Nanti Kepala Sekolah marah lagi. Ada bagian yang tetap saya akan simpan dan menjadi hak saya untuk merahasiakannya atau tidak merahasiakan. Siapapun tidak berhak untuk mengetahuinya. Artinya, ketika kita berbicara tentang tuntutan perlunya sebuah keterbukaan, maka kita harus berhadapan dengan etika kebebasan individu. Hanya mereka yang bodoh yang tidak bisa membedakan mana yang harus dibuka, yang bisa dibuka dan yang tidak boleh dibuka sembarangan. Ini yang dimaksud dengan etika kebebasan individu yang harus dihormati oleh orang lain ketika berbicara tentang tuntutan sebuah keterbukaan dan diberi baju, privacy seseorang. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Tidak ada sebuah keterbukaan murni dan sekaligus tidak ada sebuah kebebasan murni. Keduanya seiring sejalan. Dan disinilah seninya. Sesuatu itu akan selalu menarik dan bikin penasaran justru karena tidak 100% terbuka dan tidak 100% bebas.”

Dan itulah pelajaran tentang arti keterbukaan dan hak privacy yang saya peroleh untuk pertama kalinya dan sangat berkesan di hati saya.

Ngomong-ngomong soal keterbukaan dan privacy, hari-hari belakangan ini tampaknya beberapa media massa rajin menyoroti beberapa hal yang berhubungan dengan kedua topik tersebut. Seperti kasus diajukannya beberapa anggota DPRD bermasalah ke pengadilan. Para wakil rakyat ini, adalah tersangka pelaku korupsi di kalangan DPRD. Yang terbesar terjadi di DPRD Sumatra Barat, disusul DPRD Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB dan daerah-daerah lain. Tindak korupsi ini diduga terjadi lewat tender pengadaan seragam dinas, uang jalan, uang rapat fiftif, pengadaan administirasi pegawai, dan uang kesepakatan sebuah tender tertentu. Nilainya mulai dari ratusan hingga miliaran juta rupiah dan melibatkan mulai dari beberapa gelintir orang di fraksi bahkan ada yang meliputi semua anggota dari semua fraksi di DPRD. Pokok pangkalnya, apalagi jika bukan karena tidak adanya keterbukaan dari para anggota dewan tersebut perihal perputaran uang di antara mereka pada masyarakat yang telah memilih mereka. Etisnya, karena mereka dipilih oleh rakyat, dibiayai oleh rakyat, maka sudah sepatutnya jika apapun yang mereka lakukan, mereka habiskan bahkan mereka rencanakan, diketahui oleh rakyat. Tidak ada hak privacy dalam sesuatu yang dibiayai oleh rakyat, ada tuntutan untuk senantiasa transparan.

Kasus lain, adalah perihal ketidak netralan polisi dalam PEMILU kemarin. Sebagai aparat negara, POLISI seperti halnya juga para pegawai negeri sipil, adalah pegawai pemerintah yang diberi kedudukan untuk senantiasa netral posisinya. Boleh-boleh saja jika mereka punya kecenderungan untuk membela seseorang atau institusi tertentu tapi agar tetap bisa kompak satu sama lain pun agar bisa tetap terlihat netral, maka kedua posisi ini mengharuskan mereka untuk tidak boleh terbuka apa yang jadi pilihan hatinya. Itu sebabnya, ketika kepala polisi Banjarnegara tiba-tiba memberi pengarahan pada para anggota Polisi, veteran polisi dan keluarganya perihal pandangan dan kecenderungan hatinya untuk melihat kelebihan salah satu kandidat dibanding dengan kekurangan yang dimiliki oleh kandidat lain, hal ini merupakan sesuatu yang melanggar aturan dan tentu saja terlihat sekali kecondongannya alias tidak netral. Kebetulan, ada seseorang yang merekam adegan pengarahan ini dalam Video Kamera lalu melaporkannya sekaligus menyebarkannya (baca: diduga menyebarkan). Cuma sempat juga kening ini berkerut ketika Komandan Polisi yang menjadi atasan Kepala Polisi Banjar negara tidak segera menindak-lanjuti perilaku menyimpang anak buahnya ini tapi malah menyalahkan dan menjadikan tersangka si penyebar-luas VCD. Alasannya, karena hal yang diangkat dan disebar-luaskan itu adalah masalah konfidensial dan bersifat intern. Artinya, seharusnya itu merupakan rahasia yang harus disimpan antar kalangan terbatas saja, bukan untuk konsumsi masyarakat. Ada sebuah pemahaman bahwa adalah hak privacy mereka untuk berbicara apa saja terhadap sesama mereka. Tapi bagi masyarakat, ini melanggar aturan main yang telah disepakati.

Kasus lainnya lagi, adalah tentang diangkatnya wacana untuk mendefinisikan apa yang disebut dengan sebuah black campaign (kampanye hitam). Pengalaman yang terjadi di sekitar PILPRES I, membuat beberapa pihak meminta agar KPU memberi batasan apa yang disebut dengan Kampanye Hitam. Ada yang bilang, sebuah tindakan memaparkan kejelekan seseorang dan keluarganya ke tengah masyarakat adalah sesuatu yang memang seharusnya dilakukan dan tidak termasuk kampanye hitam. Alasannya, karena masyarakat berhak tahu tentang siapa sosok yang akan dipilih dan dipercayanya untuk menjadi pemimpin di negara ini. Tapi pihak lain mengatakan, bahwa kejelekan tersebut sering bersifat tidak relevan bagi sosok tersebut, jika memang tidak boleh disebut sebagai sesuatu yang tidak benar atau tidak berhubungan dengan corak kepemimpinannya. Artinya, ada sebuah tuntutan akan sebuah keterbukaan dari para kandidat. Sayangnya, keterbukaan yang ditunggu-tunggu itu tidak kunjung terpenuhi karena sang kandidat sering kali menganggap bahwa adalah hak kebebasan dia untuk memilih mana yang pantas untuk dibuka dan yang tidak pantas untuk dibuka sehubungan dengan privacy mereka.

Kasus yang paling anyar, adalah ditahannya pelawak Parto Patrio di tahanan kepolisian. Pelawak latah yang mahir meniru logat Tegal ini, ketika itu dikerumuni oleh banyak sekali wartawan infotainment dan media cetak lain sehubungan dimintanya pendapat soal Poligami yang dijalankanya. Parto menganggap ini adalah wilayah pribadi yang tidak ingin diangkat ke media. Tapi para wartawan menganggap ini merupakan konsumsi publik dan merupakan konsekuensi dari seorang publik figure untuk tidak menyimpan rahasia apapun bagi para penggemar dan penikmat acara mereka. Karena terdesak dan kehabisan kata untuk mengusir permintaan kerumunan para wartawan tersebut, maka Parto pun mengambil senjata api dan meletuskannya ke udara. Kerumunan bubar memang tapi polisi datang untuk menangkap Parto. Dia diduga menyalah-gunakan senjata api yang telah resmi dimilikinya secara legal hingga mengancam orang lain (meski dalam hal ini awalnya justru Parto-lah yang merasa terancam privacynya).

Ada diskusi menarik yang kebetulan saya dengar cuma buntutnya saja di sebuah radio swasta di Jakarta tanggal 27/8/2004. Dikatakan bahwa etika sebuah berita atau informasi yang memang layak diangkat oleh media atau lembaga penyebar berita yang terkait, seharusnya meliputi tiga aspek utama. Yang pertama adalah, apakah memang berita itu benar (menyangkut isi beritanya). Kedua, apakah memang berita itu baik (menyangkut cara mendapatkan beritanya). Dan yang ketiga adalah, apakah memang berita itu bermanfaat (menyangkut dampaknya bagi orang banyak).

Diskusi di radio itu lalu memberi contoh tentang bapak Hamzah Haz dan kampanye hitam yang melanda beliau di PILPRES kemarin. Ada gossip Bapak Wapres kita, Hamzah Haz, punya istri 4, padahal faktanya adalah 3. Ketidak jelasan ini diangkat oleh media. Memang betul istri Hamzah Haz lebih dari satu. Untuk saringan pertama, berita ini bisa dibenarkan. Tapi bagaimana bisa gossip tentang 3 atau 4 itu bergaung? Ternyata, yang ditanyakan si anu, yang diwawancara si anu yang notabene hubungan korelasinya dengan narasumber langsung tidak bisa dipercaya dan cara penyampaiannya pun ternyata telah membuat keluarga Pak Hamzah tidak nyaman karena merasa sering dipojokkan dan diperlakukan sebagai seorang yang telah melakukan dosa karenanya. Di saringan kedua, berita ini mulai tersendat-sendat. Sekarang, lihat manfaatnya bagi masyarakat. Apakah karena beristri banyak maka Bapak Hamzah jadi sering mengantuk ketika rapat kabinet? Atau jadi keteteran pekerjaannya sebagai wakil presiden dan ketua PPP? Atau jadi melakukan korupsi atau KKN? Apa manfaat pengetahuan beristri banyak ini bagi masyarakat selain hanya bertujuan untuk membentuk opini di kalangan ibu-ibu yang memang memiliki solidaritas sesama wanita agar tidak bersimpati pada bapak yang satu ini. Efek yang diharapkan dari pembentukan opini ini adalah, hmm… apa lagi kalau bukan perolehan suara. Katanya sih kaum wanita itu adalah mayoritas pemilih dalam PEMILU kita. Jadi, bisa dikatakan tidak ada manfaat yang cukup memadai untuk mengangkat berita ini ke permukaan. Untuk saringan ketiga, berita ini sangat diragukan. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa berita ini masuk ke kampanye hitam

Artinya, sebuah berita, bisa jadi diambil dari narasumber yang benar dan dikumpulkan dengan cara yang baik; tapi karena adanya sebuah tujuan sampingan dari penulis atau kontributor media tersebut, maka sudut objektifitasnya sering kali telah terasuki dengan sudut subjektifitas si kontributor. Hasilnya, manfaat yang ingin diberikan sudah tidak lagi murni mengandung manfaat yang berguna untuk menjauhkan kemudharatan. Ada tujuan sampiran yang menyertai pembentukan opini di tengah masyarakat dan disinilah bahayanya jika tiga hal tersebut diatas diabaikan.

Islam sendiri, menyorot perihal keterbukaan ini dengan rambu-rambu tertentu. Ada yang disebut ghibah, buthan dan juga fakta. Membicarakan sesuatu yang tidak benar tentang seseorang masuk wilayah buthan dan si penyebar berita tersebut diperlakukan sebagai seorang penyebar fitnah. Membicarakan sesuatu yang benar tapi tindakan tersebut merugikan orang yang dibicarakan karena dibicarakan dengan tujuan untuk menjelekkan dirinya, masuk wilayah ghibah. Pelakunya diperlakukan sebagai seorang yang telah berbuat dzalim terhadap saudaranya sendiri (Al Quran menamakan mereka sebagai orang yang tega memakan daging saudaranya sendiri). Yang lain adalah fakta (berita yang isinya benar, disampaikan dengan tujuan yang benar dan disepakati sebagai sesuatu yang ada manfaatnya). Pelakunya dianggap sebagai penegak kebenaran.

Lalu apakah jika ada keburukan yang terjadi, Islam menghendaki umatnya untuk tidak peduli dan tetap merahasiakannya? SALAH.
Yang benar adalah, sebuah berita bisa diungkapkan dengan beberapa tujuan, pertama agar orang lain terhindar dari bahaya yang lebih besar ketimbang berita itu tidak disuarakan; kedua agar orang lain memperoleh kejelasan dari berita yang simpang siur; ketiga agar orang lain memperoleh gambaran yang jelas sebelum melahirkan sebuah keputusan yang akan mempengaruhi warna kehidupannya seterusnya. Misalnya, penting untuk mengatakan apa kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di pengadilan karena hal ini bisa membuat orang lain terhindari dari kejahatannya. Atau penting untuk mengatakan apa yang sesungguhnya terjadi sehingga orang lain berhenti menyebarkan kabar burung yang tidak benar tentang seseorang. Atau penting untuk mengatakan bagaimana kondisi sebenarnya dari si fulan agar si fulanah yang sedang dipinangnya tahu seperti apa calon suami itu sebelum fulanah memutuskan apakah setuju atau tidak setuju untuk menikah dengan si fulan.

Hmm… Subhanallah yah, ternyata Islam sudah memberikan solusi sejak dahulu kala untuk masalah yang sekarang masih dicari pemecahan masalahnya oleh masyarakat kita. Keterbukaan yang diusung oleh Islam adalah keterbukaan yang indah dan santun. Alhamdulillah.([email protected])

====== 30 Agustus 2004
penulis: Ade Anita


[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved